"Lif," lirihnya pelan, tangannya memegang tangan Alif, tatapannya penuh pengharapan. Ara berharap Alif dapat mengerti perasaannya saat ini. Matanya memerah, suaranya lemah, bibirnya pucat pasi dan tubuhnya dingin. Fisik Ara saat ini sebenarnya sangat mengkhawatirkan.Alif yang tadinya selalu jahil, dan sedikit keras. Ia perlahan mengubah dirinya menjadi sedikit lembut hanya karna ingin menenangkan Ara.
"Apa? Lo bilang ke gue, lo kenapa?" Alif mencoba menanyakan apa yang terjadi pada sepupunya. Ara masih terdiam, Ia ingin menceritakkan semuanya, Namun Ia bingung dari mana Ia harus memulai.
Alif tersontak kaget melihat pipi Ara yang sedikit merah. "Pipi lo?" tanya Alif.
"Gak apa-apa."
"Lo ditampar sama siapa? Gue cowok Ra, dan gue yakin merah itu bekas tamparan kan?" tanya Alif dengan sedikit tegas. Ia tahu merah itu adalah bekas tamparan. Alif memegang pipi Ara, dan Ara semakin menangis dan meringis kesakitan.
"Lif, Ara capek. Kalo boleh jujur Ara nyerah dengan semua ini. Kenapa kehidupan Ara harus sepedih ini? Keluarga hancur, Ara kehilangan keluarga yang utuh dan itu semua Karna Tante Vera, Mama dari Kak Egi, lelaki yang Ara cintai, Karna Kak Egilah Ara bisa merasakan bagaimana rasanya dicintai dengan tulus. Ara harus merasakan bagaimana menyesuaikan keadaan dengan orang baruyang hadir dihidup Ara yaitu Papa sambung dan Ibu sambung. Ara harus melihat bagaimana perjuangan keras Mama untuk menghidupi anaknya selama bertahun-tahun tanpa bantuan Papa sedikitpun." Alif mendengarkan perkataan sepupunya. Ia mencoba memaknai apa maksud dari kata demi kata tersebut.
"Ara harus merasakan bagaimana beratnya memendam rindu disetiap malam karna jauh dari Papa. Ara harus menerima kenyataan bahwa Farid yang selama bertahun-tahun Ara cintai ternyata malah menganggap Ara wanita yang tak berarti apapun dihidupnya. Dan Ara juga harus kehilangan sahabat yang biasanya selalu ada untuk Ara, Angga, Rina mereka perlahan semakin menjauh. Ara udah gak tahu siapa penyemangat hidup untuk Ara." lanjut Ara sembari memeluk lututnya.
"Dan untuk apa Ara hidup kalo emang kisah hidupnya harus serunyam ini. Setiap kali Ara mau ikhlas akan perceraian Mama dan Papa selalu ada masalah yang hadir mengungkit perceraian itu dan seakan membuat Ara kembali terhanyut dalam luka masa lalu dan bayang bayang duka itu. Dan kapan semesta mengizinkan Ara untuk bahagia? Kapan kebahagiaan itu berpihak ke Ara? Ara capek Lif." keluh Ara, benaknya melayang jauh ke masa lalu. Hatinya begitu tersayat dan rusak. Semua perasaannya telah Ia lontarkan melalui kata demi kata. Ia hanya membutuhkan seseorang yang mau mendengarkan semua keluh kesahnya. Kini semuanya terasa sendu.
Alif terhanyut ke dalam suasana. Kerapuhan Ara selalu membuatnya merasakan keperihan yang menimpa ke hidupnya pula. Namun Ia adalah lelaki, Ia harus bangkit, tegar dan membuat Arapun bangkit seperti dirinya. Alif harus menopang lelah sepupunya.
"Gue tahu Ra, hidup lo sepedih ini. Kisah lo serumit ini, ujian lo begitu banyak dan keras untuk diri lo. Tapi gue yakin dengan semua ujian yang lo lewati, kebahagiaan gak akan lama lagi menghampiri lo. Lo harus bangkit, dengan masalah ini seharusnya lo semakin kuat bukan malah semakin lemah dan terpuruk. Lo pernah bilangkan semuanya pasti akan indah pada waktunya. Dan lo tinggal tunggu waktu keindahan itu datang, meskipun kita gak pernah tahu kapan waktu itu datang."
"Gue gak bisa liat lo kaya gini. Gue ingin lo kaya dulu. Jadi cewe yang selalu menebar kebahagiaan dan tawa untuk orang-orang yang ada disekitar lo. Semua ini perihal waktu, perlahan waktu akan membuat luka itu memudar dan memberikan kebahagiaan yang dapat mengobati. Sampai kapan lo harus kaya gini? Lo harus sukses, kuat dan membuktikan kepada semua orang yang ngebuat lo sedih kalo lo itu bisa kuat dan kembali bangkit. Nasib kita sama, harus tumbuh dikeluarga yang retak. Tapi kan lo pernah bilang kalo udah takdir ya gak bisa kita rubah, cukup terima dan jalani. Lo liat gue dong, Gue kuat nih."
"Lo juga kuat, Gue yakin. Sekarang waktunya menghapus semua lembaran luka dengan lembaran bahagia yang sudah bersiap untuk menyambut kedatangan lo. Gue kangen lo yang usil deh dari pada yang mewek gini." Alif meyakinkan Ara dan sedikit meledek sepupunya.
"Mana dong senyumnya?"
"Gak," ketus Ara.
Alif memegang setiap sudut bibir Ara, dan menggerakkannya agar menjadi sebuah senyuman. Ara melepaskan tangan Alif, dan menghapus air matanya kemudian memberikan senyuman penuh kedamaian. Alif membalas senyuman Ara, rasanya Ia lega. Kata-katanya berhasil membuat Ara menghapuskan air matanya.
"Wah nih cokelat panas kayanya enak nih minum malem-malem gini. Anget-anget gimana gitu." Alif meminum cokelat Ara dengan meleguknya segera.
"Alif," gerutunya kesal.
Alif meletakkan cangkirnya kembali.
"Lo belum jawab pipi lo kenapa?""Ditampar anak tiri Papa." jawab Ara dengan pelan.
"Serius lo?" tanya Alif sedikit keras. Ara mengangguk lemas.
"Sialan berani-beraninya tuh anak." gerutu Alif kes. Tangannya terkepal seperti ingin menghajar seseorang. Alif beranjak berdiri dengan emosi sedikit meningkat. Ara menahan tangan Alif dengan cepat. "Mau kemana?"
"Gue mau nyusul kesana. Gue gak terima yah lo ditampar."
"Apaan sih lo. Udah lah gak usah diperpanjang."
"Tapi Ra,"
"Plis Lif," Ara menatap Alif dengan penuh pengharapan. Ia berharap Alif menurunkan egonya dan mau mendengarkan kemauannua untuk tidak memperpanjang apa yang terjadi.
"Okey gue turutin kemauan lo." Alif kembali duduk, rasanyaa Ia tak tega melihat raut wajah Ara yang memelas.
"Makasih ya Lif,"
"Tante Arin tahu tentang tamparan ini?" tanya Alif dengan suara yang pelan. Ara menjawabnya dengan gelengan kepala. Alif membalasnya dengan anggukan.
"Ohhh gue lupa," ucap Alif dengan keras.
"Apaan?" tanya Ara dengan sedikit heran.
"Gue belum kasih pelukan hangat ke lo. Sini sini." Alif meraih tubuh Ara dan mendekapnya, dahi Ara menempel didada Alif. Tubuh Ara perlahan menggigil. Alif semakin erat memeluk Ara "Ra lo kenapa?" saat Alif melepaskan pelukannya dan berniat melihat keadaan Ara. Ternyata Ara sudah memejamkan matanya. Alif menggoyang-goyangkan tubuh Ara, dan memukul pelan pipi sepupunya. Namun Ara matanya tetap saja terpejam. Ia kira Ara tertidur, Namun Ia yakin sekarang ini Ara pingsan.
"Ra bangun!"
"Ra!"
"Ara?"Alif menggendong Ara dan berlari segera menuju lantai bawah. Kebetulan Tante Arin dan Ayah Beni masih menonton tv di Ruang Keluarga.
"Tante, Om, Ara pingsan. Ayo kita bawa ke Rumah Sakit." Alif panik dan menuruni tangga dengan cepatnya. Ia tak peduli berapapun tangga yang Ia lewati, karna yang terpenting baginya sekarang adalah keselamatan Ara. Mama Arin dan Ayah Beni terkejut melihat keadaan Ara yang terkulai lemas dipangkuan Alif.
"Bentar Mama ambil tas dulu."
Alif dan Ayah Beni segera keluar untuk mencari taksi. Dan diikuti Mama Arin. Taksi sudah mereka dapatkan. Mama Arin menangis melihat keadaan Ara yang mengkhawatirkan. "Alif kenapa Ara bisa pingsan?" tanya Mama Arin.
"Alif gak tahu Tante, tadi waktu kita ngobrol Ara tiba-tiba pingsan. Tapi Ara pasti baik-baik aja Tan. Tante tenang yah." Alif mencoba menenangkan Tantenya, agar tidak terlalu berpikir berlebihan mengenai kesehatan Ara. Alif yakin Ara hanya terlalu banyak pikiran dan kurang istirahat saja.
Kini mereka sedang dalam perjalanan menuju ke Rumah Sakit. Sepanjang jalan Mama Arin terus menangis, kekhawatirannya terlalu mendalam. Akhirnya mereka sampai di Rumah Sakit. Ara segera dimasukkan ke dalam Ruang IGD. Mama Arin, Ayah Beni dan Alif menunggu diluar dengan perasaan yang tak tenang.
**********
ALUR KEHIDUPAN
•
Thankyou for 18k readers🎉♥
•
Berikan pendapat kalian dichapter kali ini ya:))
•
Penasaran chapter selanjutnya? Tunggu yaaa!! MOHON SABAR MENUNGGU:)) Meskipun menunggu itu membosankan.
•
Jangan lupa tinggalkan jejak!!!
(Vote&Comment)
Jangan hanya singgah, karna dijadikan tempat persinggahan itu menyakitkan wkwk😂
•
Thank you♥
See you the next chapter:))SalamSayang♥
Saskyaputri
![](https://img.wattpad.com/cover/117814746-288-k171658.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alur Kehidupan [REVISI]
Roman pour AdolescentsJalan cerita kehidupan yang berliku Takdir kehidupan seseorang tak pernah bisa ditentukan oleh seseorang itu sendiri. Pasti ada yang berkuasa diatasnya. Dan Alur kehidupanku sudah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta, aku hanya dapat menjalaninya dan...