Bab 61

210 23 6
                                    

Ara melirik pas foto yang posisinya terbaring diatas nakas. Foto itu adalah foto keluarganya yang dulu. Kak Shelly, Mama Arin, Papa Roni dan Ara, keluarga yang masih lengkap dan belum terpisah seperti sekarang. Ia masih menyimpannya, namun tidak memperlihatkan foto tersebut, Ia hanya berfikir tidak enak pada Ayah Beni. Takut menyakitinya secara tidak langsung.

Ara memeluk foto itu. Ia menangis dan mengusap sosok lelaki yang ada difoto tersebut.

"Ara kangen Papa Kak, Ara ingin Papa Sama Mama bersatu lagi. Walaupun Ara sayang sama Ayah Beni, tapi tetep aja Ayah Beni gak bisa gantiin posisi Papa dihidup Ara. Ara benci semuanya." Ara menangis terisak-isak. Ia meremas figura yang Ia pegang dengan sekuat tenaga.

"Kamu kenapa kaya gini lagi Ra? Kamu udah ikhlas kan?" Kak Shelly menggoyang-goyangkan tubuh Ara.

"Ikhlas itu sulit Kak, sekeras apapun Ara mencoba dan berusaha kenapa selalu ada rasa yang tidak menerima ini semuanya walaupun hanya setitik?"

"Dengerin Kakak, kamu gak bisa kaya gini terus. Kehadiran Ayah Beni udah sangat berharga dalam hidup Mama. Karna Ayah Beni Mama bisa bangkit, Mama sekarang punya butik, dan Mama hidup bahagia. Gak kaya dulu, Papa gak pernah bisa bahagiain Mama, Papa gak bisa memenuhi kebutuhan Mama dan kita. Apalagi diakhir-akhir pernikahan Mama dan Papa, Papa cuma bisa buat Mama nunggu kedatangan Papa disetiap malem, Papa cuma bisa buat Mama nangis. Tapi Mama wanita yang kuat Ra, Mama selalu menyembunyikan perasaannya dari kamu dan Kakak. Bahkan Mama gak mau kalo kamu tahu semua masalahnya. Untuk apa Papa ada kalo nyatanya Papa gak melakukan apa-apa demi kebahagiaan keluarganya?Terkadang orang yang selalu ada belum tentu bisa mengerti." sepasang mata Kak Shelly menatap Ara tegas.

"Tapi Kak, Apa harus kita berkorban meskipun kita sendiri ngerasa kalo kita itu terkadang tersiksa?"

"Kenapa kamu harus tersiksa. Kamu buka mata kamu! Mama udah berjuang mati-matian menghidupi kamu, menyekolahkan kamu dari kamu SMP sampai sekarang SMA dengan jerih payah Mama sendiri, tanpa bantuan Papa sedikitpun. Kamu harusnya lebih menghargai dan berkorban demi Mama, bukan Kakak. Kakak sudah menikah ketika Mama dan Papa cerai, dan anak yang dihidupi oleh Mama sendiri adalah kamu. Jika boleh memilih Kakak lebih baik jadi kamu Ra."

"Maksud Kakak apa?"

"Dengerin Kakak, Kakak menikah diusia yang masih sangat muda. Dan bahkan Kakak gak merasakan bagaimana jadi anak SMA, Papa emang ada. Mama sama Papa masih bersatu, tapi apa? Papa gak mau berusaha menyekolahkan Kakak, tanggung jawab Papa gak ada sama sekali. Setelah Kakak keluar SMP, Kakak kerja dan setelah beberapa tahun kerja Kakak dinikahkan dengan Kak Zaky. Sedangkan Kamu? Meskipun Mama dan Papa pisah, kamu bisa sekolah Ra, kamu bisa menggapai mimpi kamu setinggi mungkin. Meskipun itu bukan dari uang Papa. Dan Kakak lebih baik jadi kamu Ra." Kak Shelly menunduk dan menangis, mereka memang dilahirkan dari keluarga dan keturunan yang sama. Namun takdirlah yang membedakan mereka. Telah tertulis takdir masing-masing yang berbeda. Dan sebagai manusia yang lemah, kita tak bisa melakukan apa-apa. Hanya menjalani, menikmati dan mensyukuri semua yang telah dan akan terjadi.

"Tapi Kak, Ara lebih baik jadi Kakak. Ara gapapa gak sekolah, Ara gak peduli, Ara gapapa gak punya segalanya. Ara rela hidup berkekurangan yang terpenting keluarga kita lengkap. Cinta dan kasih sayang didalamnya pasti akan menyatu, harta itu bisa dicari Kak."

Pembicaraan Ara dan Kak Shelly membuka luka lama yang telah tertutup rapat. Kisah yang runyam kembali terkenang. Bayang-bayang duka kembali menghantui. Pengkhianatan seorang Papa ke keluarganya kembali teringat dan perlahan semakin menyakiti. Suasana hening, isakan tangis terdengar didepan pintu. Ada seseorang yang mendengarkan pembicaraan Ara dan Kak Shelly sejak tadi.

Ara menatap ke arah pintu dan memanggil seseorang yang mungkin ada disana
"Mam?"

Pintu terbuka, Mama Arin masuk ke dalam kamar Ara, dengan wajah yang murung, mata yang sayu, dan pipi yang terbasahi air mata. Ternyata benar perkiraan Ara, yang menangis didepan pintu kamarnya adalah Mama.

"Maafin Mama," Mama berjalan menghampiri Ara dan Kak Shelly, suaranya serak.

"Mama yang salah, Mama gak mau berkorban demi kalian berdua. Mama egois, terlalu memikirkan hati dan perasaan Mama tanpa memikirkan perasaan kalian, yang akhirnya kalian yang menderita dan menjadi korban perceraian orang tua. Terutama kamu Ra, kamu hidup kurang kasih sayang dari Papa. Maafkan Mama, tapi hanya itu yang bisa Mama lakukan. Mama lebih baik hidup sendiri, dari pada harus dimadu dan menjadi istri tua atau bahkan terus disakiti secara perlahan. Karna Mama berpikir suatu saat kalian pasti akan mengerti bagaimana pengkhianatan Papa pada kita, sehingga Mama gak bisa kembali dan sulit untuk memaafkan kesalahan Papa." jelas Mama Arin, seketika membuat Ara dan Kak Shelly semakin menangis. Rasanya hati mereka teriris oleh pisau yang terus menempel didalamnya. Pengalaman duka yang selalu membayang-bayang disetiap detik saat ini mereka kembali hadapi.

"Setiap manusia itu pasti punya kesalahan kan Ma, gak ada. yang sempurna didunia ini. Papa bukan malaikat." Ara mencoba menentang, Remaja memang merupakan fase dimana Ia masih sangat labil. Terkadang Ara dapat menerima semuanya, dan kadang pula tak bisa menerima kenyataan dan tidak bisa menyesuaikan dengan keadaan.

"Cukup Ra!" sentak Kak Shelly, Ara. tersontak kaget dengan sentakan Kakaknya.

Tangan Mama menyentuh Kak Shelly, memberikan tanda agar Kak Shelly diam dan tidak berlaku kasar pada Ara. Sikap Ara masih dibatas kewajaran bagi Mama.

"Mama gak bisa lakuin apapun, andai kalian tahu bagaimana hancurnya hati Mama. Mama sangat mencintai dan menyayangi Papa kalian. Gak akan mungkin kalian ada jika tanpa ada rasa cinta dalam pernikahan kita. 21 tahun adalah waktu yang sangat lama, selama itulah Mama melewati kenangan suka dan duka bersama dengan Papa kalian. Tapi ketika Papa mengkhianati Mama, menduakan cinta sucinya pada Mama dan menghadirkan wanita asing yang merusak keluarga kita, dan menghancurkan kebahagiaan kita. Apa yang harus Mama lakukan? Mama sudah mencoba untuk melawan, Namun nyatanya tak ada yang membela Mama. Bahkan suami Mama sendiripun seakan menyuruh Mama untuk mundur." Mama menghela nafas perlahan, dan mencoba kuat untuk memberikan penjelasan selanjutnya, meskipun air mata terus melewati pipinya. Dan mungkin hatinya pun saat ini begitu sangat terluka.

"Mama lebih baik mundur, dari pada harus berjuang namun nyatanya tak akan pernah menang. Kalian harus tahu, Mama sempat memberikan pilihan pada Papa, untuk memilih Mama atau wanita itu? Kalian tahu apa jawaban Papa? Papa lebih memilih seseorang yang baru saja berbulan-bulan Ia kenal, dari pada seseorang yang telah melewati waktu sebanyak 21 tahun untuk hidup bersamanya. Papa kalian hanya mengikuti hawa nafsu sesaatnya, Dia lebih baik kehilangan Mama. dan kedua anaknya demi wanita itu." lanjut Mama, tubuhnya semakin bergetar, air matanyapun semakin berlinang. Hatinya yang telah sembuh kini kembali tertoreh luka. Kenangan duka dihidupnya yang sangat ingin Ia lupakan, terpaksa Ia ceritakan kepada kedua putrinya meskipun sangat menyayat hati. Ia hanya ingin menceritakan lebih jelas luka dan kenangan buruk dalam hidup kedua anaknya.

"Siapa sih wanita itu Ma? Kasih tahu Ara, Ara mau datangin dan obrak-abrik kehidupan dia. Hidup dia juga harus hancur sama seperti kita." dengan seketika emosi Ara meningkat. Ia ingin mengetahui siapa wanita yang dimaksud Mama, yang menjadi benalu dihubungan Mama dan Papanya.

----------------------

Alur kehidupan

Hallo Readers?
Jleb gak sih baca part ini?
Ada yang penasaran siapa wanita itu?
Comment yuk:))

Thank you for reading my story


Follow dulu instagram author
➡@saskyaptr
Dan instagram quotes by author
➡@_sebuahrasaaa

See you in the next chapter❤

Semoga suka ceritanya
Jangan lupa tinggalkan jejak yahh.
Vote⭐ and comment!!!
Ditunggu sarannya💖

Jangan sekedar datang dan pergi guys😌

Pasti bakalan di vomment back kok.
Terimakasih🙏❤

  Salamsayang


Saskyaputri♥

Alur Kehidupan [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang