Bab 73

221 17 3
                                    

Kini mereka sedang dalam perjalanan menuju ke Rumah Sakit. Sepanjang jalan Mama Arin terus menangis, kekhawatirannya terlalu mendalam. Akhirnya mereka sampai di Rumah Sakit. Ara segera dimasukkan ke dalam Ruang IGD. Mama Arin, Ayah Beni dan Alif menunggu diluar dengan perasaan yang tak tenang.

Mama Arin terus hilir mudik dan tidak bisa tenang. "Bu duduklah. Berdo'a agar Ara baik-baik saja." ucap Ayah Beni mencoba menenangkan Mama Arin.

"Iya Tan. Ara pasti baik-baik aja." gumam Alif mencoba meyakinkan Tantenya.

Setelah beberapa saat Dokter memeriksa keadaan Ara. Akhirnya pintu terbuka dan Dokter keluar dari Ruang IGD. Mama, Ayah dan Alif bergegas segera menghampiri Dokter. "Bagaimana keadaan anak saya Dok?" tanya Mama Arin.

"Sebaiknya kalian ikut saya ke Ruangan saya dulu."

Dokter menyuruh keluarga untuk mengobrol Di Ruangannya. Mama Arin dan Ayah Beni sudah duduk dihadapan dokter, sedangkan Alif berdiri dibelakang Om dan Tantenya.

"Begini Bu, Pa. Pasien saat ini keadaannya sangat lemah. Jika bisa dibilang dia depresi saat ini, akibat terlalu banyak pikiran dan tekanan, pola makan yang kurang baik, dan istirahat yang tidak teratur, apalagi pasien memiliki riwayat sakit maag yang sudah lumayan parah. Selain itu juga, Pasien saat ini terserang tifus yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella typhiiyang yang kemudian masuk ke dalam usus melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri tersebut, hingga berkembang biak di saluran pencernaan."

"Tapi anak saya akan baik-baik saja kan Dok? tanya Mama Arin, air matanya masih saja tak mau berhenti.

"Lakukan apa saja yang terbaik untuk anak saya Dokter." ucap Ayah Beni.

"Pasien hanya butuh perawatan yang intensif selama kurang lebih satu minggu. Saat ini kita hanya menunggu kapan pasien akan sadar. Setelah itu kita lihat perkembangan selanjutnya."

Mama Arin dan Ayah Beni mengikuti saran Dokter, apapun yang harus dilakukan demi kesembuhan putrinya sudah pasti akan mereka lakukan.

Ayah Beni dan Alif memutuskan untuk pulang terlebih dahulu ke rumah dan kembali ke Rumah Sakit untuk membawa barang-barang yang dibutuhkan.

Mama Arin duduk dikursi disamping ranjang Rumah Sakit tempat Ara terbaring. Ia menatap anaknya yang masih memejamkan matanya. Mama Arin menangis dan terus menangis. Ia mencium tangan mungil anaknya dan mengusap kepala anaknya.

"Sayang, Mama yakin kamu kuat nak. Kamu anak yang kuat. Mama gak bisa melihat kamu seperti ini, lebih baik Mama yang ada diposisi kamu. Kamu harus sembuh sayang, Maafkan Mama yang selalu mengabaikan kamu, maafkan Mama yang sudah membuat kamu seperti ini. Tolong kamu sadar, jangan buat Mama khawatir nak." Mama Arin terus menangis, air matanya tak henti-henti menetes. Ia mencium kening anaknya. Dan tak terasa Ia tertidur dengan tangan yang masih menggenggam tangan anaknya.

*********

Suasana Di Rumah Sakit terasa sendu, semua orang mengharapkan kedua bola mata wanita yang terbaring lemah itu perlahan membuka. Tepat setelah waktu menunjukkan pukul 16.00. Ara kini terbangun, Mama Arin yang melihatnya begitu sangat bahagia, setelah khawatir dan kepanikan memenuhi pikirannya.

Mata Ara terbuka perlahan, pandangannya buram dan kemudian jelas dan terfokus pada wanita paruh baya yang duduk disampingnya, tatapannya sangat penuh pengharapan, sentuhan lembut menggenggam tangannya. Ara tersenyum kecil.

"Mam?" lirih Ara pelan.

"Sayang, udah ya kamu harus sembuh. Kamu mau minta apa sama Mama? Mama pasti beliin sayang, Mama gak bisa lihat kamu seperti ini." Mata Ara perlahan menetes, rasanya Ia tak kuasa mendengar perkataan Mamanya.

Alur Kehidupan [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang