Bab 8

973 73 2
                                    

'Rasa rindu begitu sendu, rinduku pada dia yang menetap dihatiku.'

**********

Ara hanya mengangguk dan duduk di sofa, ia penasaran apa isi surat yang saat ini ada di genggaman tangannya.

To : Ara
Apa kabar gadis cantik? Semoga hati dan ragamu selalu baik-baik saja.
Aku ingin bercerita bahwa aku cemburu pada semua orang yang berada di sekitarmu.
Mereka dapat bertemu denganmu kapanpun tanpa terhalang jarak dan waktu.
Merekapun selalu bisa menikmati senyum dan tawamu.

Aku cemburu, dan tolong katakan pada mereka aku mencemburuinya..

Ara tersenyum kecil setelah selesai membacanya, ia mencari-cari nama pengirim atau tanda tangan dari si pengirim surat, tetapi tak ada tanda ataupun nama yang tertera disurat itu. Disana hanya tertera namanya sebagai penerima surat tersebut.

“Siapapun kamu yang kirim surat ini, terima kasih,” bisik Ara dalam lubuk hatinya. Alvan pun yang kini sudah ada di samping Ara melihat ekspresi sepupunya yang memejamkan mata sembari tersenyum menggenggam secarik kertas.

“Tukang korannya so sweet ya?” sindir Alvan memecahkan lamunan Ara.

“Apaan sih Van, gue lagi bingung siapa pengirimnya” ketus Ara.

“Ya jelas tukang koran lah Ra, lo bisa gak sih lebih seleksi lagi cari pasangan? Gak ada pilihan lain gitu?” oceh Alvan malah mengomeli Ara.

“Masih pagi Van, lo itu kenapa sih hobinya ngoceh mulu,” protes Ara sembari melemparkan bantal sofa pada sepupunya.

“Gue pergi ya,” pamit Alvan kemudian meraih kunci motor yang ada di atas meja, Ara yang semula mengoceh seketika terdiam dan mengejar sepupunya yang sudah melangkah menuju pintu.

“Mau kemana?” tanya Ara dengan rengekan manjanya, tatapan matanya penuh arti bahwa saat ini ia ingin sekali di temani.

“Gue ada acara Ra,” jawab Alvan dengan serius.

“Van, gue gak mau sendiri,” lirih Ara pelan. Suasana yang semula biasa saja tiba-tiba serius dan tak ada lagi candaan.

“Ra lo kenapa sih tiba-tiba dramatis gini, biasanya juga sendirian,” cetus Alvan kemudian melanjutkan langkahnya dan memakai helm yang ia letakkan di atas motor.

Ara masih mengikuti langkah sepupunya dan menatap matanya sangat dalam, entah mengapa ia benar-benar tidak mau ditinggalkan dan ingin ditemani, “Van gue serius,” lirih Ara seraya menarik lengan Alvan dengan kencang, berharap sepupunya membatalkan rencananya dan memutuskan untuk menemaninya.

“Ra, gue gak bisa cancel acara ini. Gini deh, gue janji gak bakalan lama, kalo ada apa-apa lo hubungi aja gue ya,” jawab Alvan dengan lembut, ia berusaha menenangkan sepupunya dengan segala cara. Hanya Alvan yang menjadi tempatnya berlindung saat ini.

Ara mengangguk meskipun rasanya begitu berat, ia kemudian perlahan melepaskan tangannya yang memegang baju Alvan, dan membiarkan pria itu pergi.

Alvan dan Ara memang seringkali berdebat dan bertengkar, dan bahkan Alvan adalah sepupu termenyebalkan bagi Ara, namun hanya Alvan lan yang selalu ada disaat Ara membutuhkan seseorang yang menemaninya dan yang mampu menjadi pendengarnya.

Dibalik sifat kerasnya, Alvan juga mampu memperlakukan Ara dengan lembut layaknya adik kandungnya sendiri.

Ara kembali masuk ke dalam rumah, ia berencana menelfon Egi agar mengajaknya keluar saat ini juga. Berdiam diri di rumah rasanya begitu menyesakkan bagi Ara, ribuan air mata sudah ia tumpahkan di dalam rumah ini.

Alur Kehidupan [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang