Bab 1

4K 158 23
                                    

'Aku hanya ingin dekat denganmu, bukan menjadi milikmu'

***


Juli 2015

Tepatnya setahun yang lalu Mama Arin kembali bertemu dengan sosok pria yang mampu melengkapi hidupnya dan mengobati hatinya yang terluka.

Mama Arin menikah dengan pria yang usianya 10 tahun lebih muda darinya. Namun dia sangat dewasa dan mampu menerima Mama Arin dengan kedua putrinya, terutama Ara yang masih menjadi tanggungan orang tua. Dan pria itu bernama Rama.

Ara saat ini sedang menginjak kelas 9, ia sedang menikmati kesibukannya di akhir semester yang benar-benar menyita waktu dan pikirannya.

Sore hari telah berlalu, Ara pulang diantarkan oleh sahabatnya yaitu Angga yang selalu setia dan bahkan selalu menjadi sahabat terbaik Ara yang selalu menemani Ara dalam kesepian, selama 3 tahun mereka bersahabat dan selama itu pula Angga sudah menghiasi hari-hari Ara.

Kini malam semakin gelap, Ara masuk ke dalam rumah, “Assalamu’alaikum, Ara pulang,” ucap Ara dengan suaranya yang lantang.

Jam dinding yang menempel di ruang tamu sudah menunjukkan pukul 07.12 malam

“Wa’alaikumussalam anak Mama,” jawab Mama Arin yang sedang berada di dapur menyiapkan makan malam.

Seorang pria yang sedang menuruni anak tangga juga ikut menjawab salam Ara, “Kamu dari mana saja Ara? Jam segini baru pulang, gak baik anak perempuan pulang malam-malam,” tanya Ayah Rama dengan tegas menegur Ara.

“Ayah, Ara kan udah ijin sama Mama. Ara juga kan udah bilang sekarang itu Ara kelas 9, dan pasti banyak banget tugas, banyak ujian praktek yang harus dikerjakan berkelompok dan Ara bakalan terus pulang telat,” jelas Ara sembari meleguk air putih yang sudah di siapkan Mama Arin.

“Kamu ini sudah hampir 2 minggu pulang malam terus dan diantar pulang cowok. Kamu kan bisa telpon ayah untuk jemput kamu, ayah itu khawatir sama kamu.”

“Ayah kenapa sih? Mama aja gak protes Ara pulang bareng Angga, Mama juga gak marah-marah Ara pulang malem, kenapa ayah harus marah-marah?” ketus Ara sedikit kesal. Ia benar-benar merasa lelah, namun kedatangannya justru malah disambut tidak baik.

“Udah sayang, kamu istirahat aja ke kamar ya jangan lupa mandi, udah itu kita makan,” lanjut Mama Arin melerai perdebatan antara suami dan anaknya.

“Ayah belum selesai bicara sama kamu,” geram Ayah dengan nada tinggi sembari menarik lengan Ara sedikit kasar. Ara seketika langsung menunduk terdiam dan bungkam.

“Mas udah lah, Ara itu capek baru pulang dia butuh istirahat mas, besok pagi dia sekolah. Lagian dia juga pulang malem kan gak kelayapan kemana-mana, dia banyak tugas kelompok mas. Aku percaya kok sama Ara, aku yakin dia gak bakalan ngekhianatin kepercayaan aku mas. Aku aja ibu kandungnya bisa ngerti, kenapa kamu nggak?” protes Mama Arin tak menerima perlakuan suaminya yang kasar pada Ara.

“Kalo kaya gini caranya, kamu gak percaya sama Ara mas,” lanjut Mama Arin, Ara hanya terdiam dan menunduk mendengarkan perdebatan kedua orang tuanya.

“Kamu ini gimana sih, kamu bilang kan ke saya untuk menyayangi Ara seperti anak kandung saya sendiri. Tapi saat saya benar-benar memperhatikan Ara, kamu justru malah seperti ini? Kamu gak mau Ara menghargai saya sebagai seorang ayah dirumah ini?”

“Bukan gitu maksud aku mas, aku emang ingin kamu menyayangi Ara seperti anak kandung kamu sendiri. Tapi gak kaya gini caranya, selama setahun kita menikah, kamu semakin berani mengatur kehidupan Ara hanya karena kamu memenuhi semua kebutuhannya. Kamu bahkan larang aku untuk kerja karena kamu ingin aku diam dirumah. Mas, masalah anak itu sudah menjadi urusan seorang ibu, aku ibunya, aku yang melahirkannya, dan aku lebih tahu apa yang terbaik buat Ara.”

“Saya kaya gini juga karena saya sayang sama Ara,” ketus Rama.

“Kalo ayah sayang sama Ara, ayah gak akan posesif dan mengekang Ara. Ara juga butuh kebebasan,” sahut Ara.

“Kebebasan seperti apa yang kamu mau Ara?” bentak Ayah.

Suasana semakin memanas, emosi Rama perlahan memuncak, dan raut wajah Ara sudah tak bisa dikondisikan lagi, ia sudah ingin mengeluarkan semua kekesalannya, “Ara gak mau Ayah kekang, setiap Ara pulang telat ayah selalu bentak Ara. Apa itu yang namanya kasih sayang? Ayah tahu gak sih, harapan Ara ke ayah itu sangat besar. Ara udah anggap Ayah itu seperti ayah kandung Ara sendiri. Tapi apa? Ayah justru melampaui batas! Papa Roni gak pernah membentak Ara, tapi ayah yang bukan ayah kandung Ara sampai berani bentak Ara dan ngekang Ara.”

“Kamu itu gak tahu terima kasih ya, kamu masih mau membanding-bandingkan saya dengan Papa kamu? Harusnya kamu itu bersyukur Ara, saya mau menanggung semua kebutuhan kamu. Kalau gak ada saya kamu gak akan bisa sekolah, karena Papa kamu gak kasih sepeserpun uang untuk menghidupi kamu!” 

“Ara udah ya kamu masuk kamar nak,” pinta Mama dengan cemas, ia takut masalah ini justru semakin besar.

Ara tak menghiraukan permintaan Mama Arin, ia benar-benar ingin menyelesaikan perselisihannya dengan Ayah Rama, “Ayah gak ikhlas membiayai hidup Ara? Kalau gak ikhlas gak usah, Ara gak maksa untuk dibiayai. Lebih baik Ara gak usah sekolah aja sekalian daripada biaya hidup Ara ditanggung oleh seorang lelaki yang tak punya rasa kasih dan sayang.”

“CUKUP!!!” teriak Mama.

“Masuk kamar Ara!” suruh Mama dengan ekspresi wajahnya yang mengeras.

“Andai Mama dan Ayah tahu, Ara gak betah tinggal di rumah. Setiap kali Ara diam dirumah, semua kenangan buruk beberapa tahun yang lalu selalu menghantui Ara, Ara selalu inget bagaimana hancurnya keluarga ini. Ara kira setelah hadirnya Ayah Rama dikehidupan kita, Ara akan bahagia karena mempunyai keluarga yang lengkap, tapi ternyata khayalan Ara terlalu tinggi, justru kehadiran Ayah dalam hidup Ara semakin memberikan luka dan air mata,” jelas Ara sembari menangis kemudian pergi masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Mama yang masih berdiri mematung usai mendengarkan ungkapan hati putrinya selama ini, semuanya seakan menyayat ke dalam lubuk hatinya.

Ayah Rama menarik lengan Mama Arin dengan kasar dan membawanya ke dalam kamar.

“Puas kamu? Kamu sudah mendidik Ara menjadi anak yang tidak tahu caranya sopan santun dan berterima kasih pada kedua orang tua.”

“Mas, apa yang dibilang Ara memang benar. Kalau kamu gak ikhlas membiayai hidupnya, aku gak apa-apa mas. Kamu gak usah membayar biaya sekolah Ara, aku akan bayar semuanya, tapi tolong ijinkan aku kerja lagi mas. Kamu memang ayah sambung yang baik, namun aku juga sadar diri mas, aku gak bisa membebani semua biaya anak aku ke kamu.”

“Saya gak akan pernah mengijinkan kamu untuk kerja sampai kapanpun!”

“Terus kamu maunya apa mas? Aku harus apa? Mas, aku sudah capek.”

“Kita harus pindah ke luar kota, kita biarkan Ara hidup mandiri selama kurang lebih satu tahun. Saya akan carikan asisten rumah tangga, dan kamu akan membantu bisnis saya.”

“Nggak mas, aku gak akan pernah tinggalkan Ara sendirian lagi. Mas, hati Ara itu sudah hancur saat orang tuanya memutuskan untuk berpisah. Harusnya kamu menjadi obat mas, bukan malah semakin menghancurkan hati anak aku.”

“Saya juga menyayangi Ara, ini demi kebaikan dia!”

“Nggak! Kamu seperti ini bukan berarti kamu menyayangi Ara mas, yang Ara tertekan!”

“Ya sudah kamu pilih saya atau Ara?”

**********

Baru chapter 1 nii,
udah kerasa belum feel nya?😭
See u🖤

Alur Kehidupan [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang