'Kalo emang gue bajingan, seenggaknya gue bisa ngemilikin apa yang gue mau, bukan kaya lo!'
**********
Tak butuh waktu lama Angga melihat kejadian tersebut, Amarahnya yang memuncak, dengan spontan menarik badan Egi ke belakang, dan tangannya yang terkepal sudah mengenai pipi dan bibir Egi, satu tamparan tangan yang kekar sudah dirasakan oleh Egi.
"Lo mau ngapain sahabat gue?" sentak Angga seraya tangannya mengepal kerah Egi yang sudah bersandar ditembok.
Ara yang melihat kejadian itu, merasa sangat kaget, tubuhnya bergetar ketakutan, keringat dingin sudah menyelimuti badannya. Dengan memberanikan diri, Ara beranjak dari tempat tidurnya dan Ia menarik dengan kuat tubuh Angga ke belakang, mencoba memisahkan mereka.
"Angga, lo apa apaan sih?" sentak Ara dengan mengokohkan dirinya untuk berdiri tegak ditengah ketakutannya.
"Lo sadar lo nonjok siapa?" sambung Ara.
"Iya gue sadar, gue nonjok Kaka kelas bajingan, gue bakal ngehargain Kaka kelas, tapi kalo yang kaya gini gue gak bisa hargain dia, Gue gak akan biarin dia ambil harga diri lo!" sentak Angga, seraya telunjuknya menunjuk ke dada Egi.
Sedangkan Ara mundur selangkah, dia benar benar merasa ketakutan. Matanya memerah, kalimat terakhir yang diucapkan Angga terasa sesak didalam dada Ara.
"Cukup ya lo bilang gue bajingan, lo gak tau apa yang terjadi dan gak usah asal nuduh ya lo," lawan Egi membela dirinya, membenarkan sesuai dengan apa yang terjadi.
"Emang lo itu bajingan kan?" picik Angga begitu licik.
"Kalo emang gue bajingan, seenggaknya gue bisa ngemilikin apa yang gue mau, bukan kaya lo! Yang bisanya cuma nyembunyiin perasaan, lo laki-laki atau bukan? Dan lo lebih bajingan dari pada gue!" tegas Egi mengencangkan suaranya dikalimat terakhir yang terlontar dari mulutnya.
Angga terdiam kaku, dengan semua perkataan yang terlontar dari mulut Egi, walaupun dia tidak menerima. Tetapi setidaknya semua itu memang benar.
"Cukup! Dan denger ya Angga, gue bukan wanita murahan yang rela korbanin harga diri gue dengan semudah itu! Apa seburuk itu gue dimata lo?" ucapan Ara sedikit tertekan, Ara benar-benar merasa ketakutan, kali ini dia menangis, tetes tetes hujan kini telah membanjiri pipinya. Ia menutup telinganya dengan telapak tangannya.
"Angga, Ara mohon pergi dari sini," lirih Ara memohon agar Angga segera pergi.
"Kalo lo di apa-apain sama ini bajingan, lo bilang ke gue, dia bakal gue musnahkan!" Angga meninggalkan Ara dan Egi disana dengan kesal dan kemarahannya.
Egi mencoba menurunkan emosinya, karna Ia sadar saat ini bukan hanya dia seorang diri disana, Namun dia memiliki tugas untuk melindungi seseorang. Dan Ia memeluk Ara yang tertunduk diam dan terus menangis. Bahu Ara bergetar, Isakan tangisnya terdengar jelas ditelinga Egi.
Dengan kesunyian, dan detik jam dinding yang menemani menjadi saksi kejadian itu.
Ara yang sedang menangis tersakiti, mendapatkan pelukan yang begitu hangat dari seorang Egi. Pelukan itu bukanlah pelukan nafsu, melainkan pelukan yang menenangkan, memberi kedamaian, dan memberi perlindungan.
Ara sedari kecil sering melihat pertengkaran dan sampai sekarang Ia trauma berkepanjangan. Baginya pertengkaran adalah hal yang menakutkan dan hal kedua yang sangat dibenci setelah perceraian kedua orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alur Kehidupan [REVISI]
Ficção AdolescenteJalan cerita kehidupan yang berliku Takdir kehidupan seseorang tak pernah bisa ditentukan oleh seseorang itu sendiri. Pasti ada yang berkuasa diatasnya. Dan Alur kehidupanku sudah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta, aku hanya dapat menjalaninya dan...