Bab 9

852 68 13
                                    

'Jika aku sudah berhenti mencintaimu, apa kamu masih tak memperdulikanku?'

*********


Kini hanya tinggal Kak Nadya seorang yang duduk di samping Ara, menunggu mata adiknya terbuka. Air mata perlahan mengalir di kedua sudut mata Ara, dan tak lama kemudian mata yang terpejam itu kini terbuka.

Nadya semakin tak enak hati melihat Ara yang sadar dalam keadaan menangis, ia yakin bahwa adiknya mendengar semua pertengkaran kedua orang tuanya.

“Ara,” panggil Kak Nadya dengan sedikit keraguan.

“Ara denger semuanya Kak, Mama Papa pisah aja tetap ada pertengkaran. Ara harus gimana Kak? Ara capek, Ara takut berhadapan sama Papa,” lirih Ara dengan nada yang sangat rendah, ia tak bias lagi menyembunyikan semua perasaannya saat ini.

Nadya meraih tubuh adiknya ke dalam pelukannya, ia merasa begitu hancur melihat adiknya yang begitu terpuruk dan masih belum bisa menerima semua kenyataan dalam waktu yang sudah berlalu cukup lama, “Sayang, Kakak tahu bagaimana perasaan kamu, tapi kamu gak bisa selamanya terpaku dalam masa lalu. Kamu tetap membutuhkan Papa Roni dalam hidup kamu. Sekarang kamu istirahat ya, kamu harus cepat sehat Ara,” ujar Nadya kemudian mencium kening adiknya dengan penuh kelembutan.

Kak Nadya memutuskan segera pulang, karena ia tak bisa meninggalkan anaknya sendirian dirumah hanya bersama dengan para karyawannya, tak berapa lama kemudian Alvan masuk ke dalam ruang rawat Ara, atas izin Mama Arin yang saat ini memutuskan untuk pulang setelah pertengkarannya dengan mantan suaminya.

Alvan duduk di samping Ara, ia merasa kasihan melihat sepupunya itu yang sedang murung menatap kosong ke arah jendela, “Ra, ini gue Alvan. Lo masih inget gue kan?” bisik Alvan dengan pelan tepat di telinga Ara.

Ara menoleh ke arah sepupunya, “Van, gue gak hilang ingatan,” ketus Ara dengan sedikit bertenaga.

Alvan menggenggam tangan Ara dan mengusapnya dengan lembut, “Ra, lo itu sepupu perempuan gue satu-satunya. Gue gak mau lo ninggalin gue,” ucap Alvan dengan serius, tatapan matanya begitu penuh arti dan sangat dalam menatap Ara.

Ara yang tak biasa dengan perlakuan Alvan yang serius, jutsru malah merasa heran. Ia melerai tangan Alvan yang menggenggamnya, “Van, gue cuma pingsan bukan mati.”

Alvan mendengus kesal, “Giliran gue serius lo bercanda. Giliran gue bercanda, lo inginnya serius. Emang kita tuh gak pernah sejalan Ra,” keluhnya dengan ekspresi menyedihkan.

“Alay banget gak kuat,” jerit Ara, ia kemudian memalingkan wajahnya dari Alvan.

“Gue punya sesuatu buat lo,” ucap Alvan kemudian membuka pintu sejenak, langkah kaki seseorang kembali mendekat.

“Ra?” lirih seseorang.

“Apa sih Van?” sewot Ara kemudian menatap seseorang yang semula Alvan kini justru menjadi Farid. Sepupunya benar-benar membuat kejutan yang tak pernah di sangka.

“Sorry Farid, Ara pikir Alvan lagi usil,” gumam Ara dengan nada rendah, seakan telah berbuat kesalahan.

“Kamu kenapa Ra? Kamu gak boleh sakit loh, kalau kamu sakit Farid juga sakit,” ucap Farid mengalihkan pembicaraan dan justru langsung memulai percakapan yang serius
Ara mengernyit heran, tak tahu apa maksud dan tujuan sepupunya membawa seorang pria di masa lalu Ara untuk hadir disampingnya.

“Kenapa?”

“Kamu inget gak? Kamu dulu pernah bilang, kalau Farid adalah penyemangat kedua kamu?”

Alur Kehidupan [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang