"Kalo gue suruh lo pergi dari kehidupan gue. Apa lo sanggup?" tanya Ara dengan begitu sangat jelas.
Angga tertunduk mendengar pertanyaan Ara "Gue gak bisa." keluh Angga. Baginya permintaan ini adalah level tersulit yang tidak bisa Ia jalani hingga finish.
"Kenapa?"
Angga mendekatkan tubuhnya ke hadapan Ara, tangan mereka saling menggenggam, mata Angga menatap Ara tidak berkedip. "Karna bagi gue, lo itu adalah bagian terpenting dihidup gue. Gue emang gak bisa memiliki lo Ra, tapi setidaknya gue masih bisa liat senyum lo dan ada disamping lo, meskipun gak setiap saat." Ara tertegun mendengar jawaban Angga, Ia yakin perkataan itu adalah perasaan Angga yang sesungguhnya.
Angga perlahan menjauh, dan melirik mangkuk yang berisi bubur yang masih utuh. "Lo belum makan yah?" Ara menggeleng pelan.
Sedangkan Angga mengambil mangkuk itu dan menyuapi Ara bubur sedikit demi sedikit.
"Lo itu harus makan, biar cepet sembuh. Banyak orang yang sayang sama lo." tukas Angga sembari menyuapi Ara."Termasuk lo?" cetus Ara.
"Iya, termasuk gue." sahut Angga.
"Gue udah kenyang," Ara melerai suapan yang ke 8, perutnya merasa tidak enak.
"Ini masih banyak Ra, biasanya lo gembul." oceh Angga.
"Lo kali yang gembul." tukas Ara lalu mengambil air minum.
"Habisin dong kan anak pinter," Angga membujuk Ara agar mau menghabiskan buburnya.
"Buburnya encer, gur gak suka."
Angga kini menuruti kemauan Ara. Ia masih menatap Ara tanpa berpaling, tatapannya membuat Ara sulit mengartikan semuanya. "Makasih ya Ga."
"Sama sama bawel."
Angga sudah pamit pulang, kali ini giliran Alif yang masuk ke Ruang Rawat Ara. Dia menbawa buah-buahan.
"Hey?" Alif menyunggingkan senyuman terbaiknya.
"Apaan sih," Ara menatap Alif dengan tatapan sinis.
"Gue kira malam itu lo gak pingsan, gue kira lo cuma ingin modus dapet pelukan dari pria tampan kaya gue." ucap Alif dengan percaya diri yang sangat tinggi.
"Gue gak semurahan itu kali," gerutu Ara sedikit kesal. Alif bukannya mau menghibur Ara, menyemangati dia agar segera cepat sembuh, dia malah membuat Ara kesal saja.
"Sorry, gue bercanda."
"Bercanda lo kelewatan, nyebelin banget sih lo jadi orang." decak Ara semakin kesal.
"Nyebelin atau ngangenin?"
"Alif stop!!" bentak Ara.
"Baiklah saya akan berhenti bicara."
"Gue bukain apel ya buat lo, apelnya manis buangett." Alif mengambil pisau dan mengambil satu buah apel. Ia mengupas kulit apel secara perlahan. "Aww," teriak Alif, jarinya kena irisan pisau, dan darah keluar sedikit demi sedikit dari luka itu.
"Alif, lo gimana sih. Gapapa kan?" Ara panik melihat jari Alif yang saat ini berdarah.
"Khawatir ya?"
"Gak usah bercanda dulu," cetus Ara.
"Gue keluar dulu." Alif bergegas pergi dari ruangan Ara untuk mengobati lukanya. Ara menghembuskan nafas pelan "Alif memang terkadang begitu sangat resek dan menyebalkan, tapi dibalik semua itu dia sepupu yang peduli." batin Ara.
Ara mengambil ponselnya dan melihat room chatnya dengan Egi, semenjak kejadian itu Egi tak ada kabar sama sekali. Ara masuk Rumah Sakit saja, Egi tidak datang untuk menjenguknya atau bahkan menanyakan kabar melalui ponsel saja tidak. Egi bagai menghilang ditelan bumi. Padahal setelah seminggu lebih dari kejadian itu, Ara berniat untuk memaafkan semuanya dan mengikhlaskan apa yang sudah terjadi jika memang itu dapat membuat dirinya bahagia. Karna cintanya saat ini sudah dalam pada Egi. Hubungan merekapun sudah lumayan lama. Dan Ia ingin melanjutkan hubungannya dengan Egi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alur Kehidupan [REVISI]
Teen FictionJalan cerita kehidupan yang berliku Takdir kehidupan seseorang tak pernah bisa ditentukan oleh seseorang itu sendiri. Pasti ada yang berkuasa diatasnya. Dan Alur kehidupanku sudah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta, aku hanya dapat menjalaninya dan...