Bab 71

220 16 1
                                    

Kini hanya tinggal sepasang mantan suami istri, mereka duduk dikursi yang berada diteras depan rumah.

"Papa, kenapa mata Ara sayu? Papa kembali menyakiti Ara?" tanya Mama Arin dengan sedikit sinis.

"Ma, Papa mohon jangan biarkan Ara semakin membenci Papa. Papa sadar kesalahan Papa di masa lalu begitu besar dan sangat fatal. Tapi Mama gak harus membuat Ara membenci Papa, karna Papa sudah menyakiti Mama. Bahkan sampai sekarang Ara terlihat tidak bisa menerima semua perceraian kita. Apa Mama sadar akan hal itu?" ujar Papa Roni dengan tegas.

"Apa Mama gak salah dengar Pa? Yang harusnya lebih sadar itu Papa. Selama bertahun-tahun perceraian kita, Mama gak pernah mengeluarkan kalimat perbencian Mama terhadap Papa dihadapan Ara. Bahkan Mama selalu menutupi semua kesalahan Papa. Dan baru kali ini Ara tahu siapa wanita penghancur rumah tangga kita. Sudah beberapa tahun, Mama menyembunyikan semua ini, tapi akhirnya terungkap sendiri kan? Papa harus tahu, mental anak kita rusam dan hancur karena kelakuan Papa. Ara trauma untuk mengenal lelaki yang sukanya hanya menyakiti seorang wanita." ucap Mama Arin dengan begitu mendalam, sayatan luka dimasa lalu kini kembali dirasakannya, hatinya kembali hancur dan semuanya sangat terasa sendu.

"Papa akan bawa Ara, biarkan Ara tinggal dengan Papa mulai hari ini!"

"Gak bisa! Kemana saja Papa selama ini? Ara sudah besar, dia sudah terbiasa jauh dari Papanya. Kenapa tidak dulu saja Papa meminta Ara untuk tinggal bersama Papa? Sampai kapanpun Ara aman tinggal bersama Mama."

"Mama jangan egois, Ara itu anak Papa juga." sahut Papa dengan sedikit keras.

"Lebih baik sekarang Papa pergi, jangan temui Ara jika Papa hanya ingin menyakiti hatinya. Cukup Mama yang merasakan sakit hati yang begitu dalam, jangan sesekali torehkan kembali luka itu ke dalam hati Ara atau bahkan Shelly. Sudah cukup Papa meninggalkan kami semua yang masih membutuhkan Papa, Mama mohon jangan bawa Ara!" balas Mama Arin dengan tegas. Ia sekuat tenaga menyembunyikan kesedihannya dan berusaha keras agar tak setetespun air mata yang menetes dihadapan mantan suaminya.

Papa Roni menundukkan pandangannya yang tadinya matanya menatap lawan bicaranya.

"Maafkan Papa Ma, Papa mohon maafkan Papa. Papa ingin memperbaiki hubungan dengan Mama ataupun suami Mama, Beni. Karna Papa gak mau semakin merusak psikis Ara denga pertengkaran kita yang terus menerus. Ara berhak bahagia Ma. Papa janji gak akan pernah menyakiti Ara lagi. Papa mohon maafkan semua kesalahan Papa." Entah mengapa, hati Papa Roni tiba-tiba tersentuh dengan semua perkataan mantan istrinya dan kemudia Ia memohon maaf dengan sangat tulus.

"Papa harus tahu, dari dulu Mama sudah memaafkan kesalahan Papa. Karna dibalik semua kisah duka yang Mama lalui, akhirnya Mama menemukan kebahagiaan yang tak terhingga saat ini. Mama sudah memaafkan Papa, tapi luka dihati Mama akan terus ada dan tak akan menghilang, ada saatnya luka itu sembuh dan ada saatnya luka itu kembali menganga dan kembali menyayat hati."

"Terimakasih Ma, Mama adalah wanita terbaik yang sangat kuat yang pernah Papa kenal. Sampaikan salam Papa kepada Beni, sampaikan pula ucapan terimakasih yang banyak kepada Beni yang sudah membahagiakan wanita terbaik yang pernah hadir dalam hidup Papa selama 21 tahun, dan sudah menyayangi Ara, Putri Papa yang kurang kasih sayang dari Papa kandungnya sendiri. Mengenai ulang tahun Ara yang tinggal sebentar lagi, Papa akan kabari Mama. Papa pamit."

"Iya Pa, Terimakasih. Maafkan Mama yang tadi sudah sinis ke Papa."

"Tidak apa-apa." Papa Roni pamit dan berjalan menuju ke mobilnya. Sedangkan Mama Arin hanya menatap punggung Papa Roni yang kini semakin menjauh.

Setelah Papa Roni pulang, Mama Arin bergegas untuk ke kamar Ara melihat kondisi anaknya. Mama Arin membuka pintu, dan dilihatnya Ara yang sedang menangis dengan memeluk guling ditempat tidurnya.

Alur Kehidupan [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang