6. Hukuman

8.8K 753 141
                                    

"Adek!" Seru Rian saat melihat Reza baru masuk rumah. "Muka kamu kenapa?!"

"Berantem kali Bun," Sahut Anthony.

"Hah?!" Rian udah heboh aja muka anak gantengnya lebam di beberapa tempat dan ada bercak darah yang tertinggal.

"Jak?"

"Tawuran Bun," Lirih Reza.

Mereka- Rian, Anthony dan Reza- menoleh saat mendengar suara tepuk tangan. Mereka melihat Fajar yang lagi bersandar di tangga.

"Darimana Za?" Reza tidak berani menjawab.

"Za? Ayah nanya loh. Yang ngajarin ga sopan sama orang tua siapa?" Kata Fajar lagi di hadapan Reza. Reza semakin menundukkan kepalanya saat mendengar nada sang Ayah, terlebih ayahnya memanggilnya Za.

"Ta-tawuran Yah,"

"Angkat kepalanya dong. Liatin orangnya kalau diajak ngomong."

Reza mengangkat kepalanya. Fajar kemudian memegang dagu Reza, mengamati wajah putranya yang babak belur. Ibu jarinya menekan luka di sudut bibir Reza. Membuat Reza meringis.

"Sakit?" Reza mengangguk. "Kalau Ayah tambahin mau?"

Belum sempat merespon maksud ayahnya, tangan Fajar keburu melayangkan pukulan di wajah Reza.

"Mas!"

"Bangun. Lawan seperti kamu tawuran tadi." Reza menggeleng. "Kenapa?"

"Ejak ga mau lawan Ayah."

"Lemah." Cibir Fajar. "Lawan Ayah kalau kamu memang jagoan." Fajar menarik Reza agar bangun.

"Mas udah," Rian menahan tangan Fajar yang hendak memukul Reza lagi.

"Duduk."

Reza mendudukkan dirinya di samping Rian. Fajar di hadapannya sedang Anthony di single sofa sebelahnya.

"Kunci motor, HP, dompet keluarin."

Fajar kemudian membuka dompet Reza. Terlihat isinya ada beberapa lembar uang tunai dan 1 atm. Fajar kemudian menghitung jumlah uangnya. Ada 350 ribu dan Fajar menyisihkan yang 100 ribu.

Di berikannya pada Reza. "2 minggu."

"Hah?"

"Motor, HP, laptop Ayah sita."

"Yah!" Reza protes.

"Kenapa protes?"

"Nanti Ejak sekolahnya gimana?!"

"Ayah antar."

"Yah! Ejak udah SMA! Masa masih dianterin?"

"Kamu mati-matian mohon sama Ayah minta motor sport bilangnya buat sekolah, buat antar jemput Akbar sekalian. Tapi barusan kamu ngapain? Tawuran?"

"Ayah ga peduli sama alasan kamu apa. Tapi Ayah ga suka sama kelakuan kamu. Ayah ga peduli tentang gimana pelajaran kamu. Ayah ga pernah maksa kamu buat jadi juara sekolah, Ayah cuma minta kamu jaga kelakuan. Jaga attitude. Kamu bawa nama baik Ayah dan Bunda ketika kamu keluar rumah. Ayah lebih suka punya anak yang biasa-biasa aja tapi kelakuannya di jaga dibandingkan anak yang luar biasa tapi kelakuannya ga baik."

Tidak ada yang berani membuka suara. Fajar kembali melanjutkan ucapannya.

"Ayah setujui kamu untuk ikut bela diri karena kamu bilang kamu pengin jagain Bunda dan Aa'. Pengin jagain Akbar. Tapi kenapa kamu menyalahgunakannya seperti ini?"

"Maaf Yah,"

"Maaf kamu ga guna kalau masih di ulangi lagi nanti. Kamu Ayah hukum 2 minggu. Sekolah Ayah yang antar jemput. No HP, no laptop. Ngerjain tugas pakai punya Ayah, di depan Ayah." Fajar berdiri. Baru berjalan beberapa langkah, ia berhenti.

"Oh ya, plus tidak bertemu Akbar sebulan."

"Hah?! Yah gamau! Ejak lebih milih dihukum sebulan tapi tetep biarin Ejak ketemu Akbar Yahhh," Reza merengek di akhir kalimatnya.

"Berani berbuat berani bertanggung jawab. Kalau kamu segitu sayangnya sama Akbar, kenapa kamu aneh-aneh? Ayah rasa Om Ihsan sama Om Bayu juga ga suka kalau pacar anaknya sok jagoan seperti ini. Masih untung ga langsung Ayah suruh putus."

Rian baru berani membuka suara saat Fajar sudah menghilang di tangga.

"Nanti Bunda tambahin-" Belum selesai Rian berkata, suara Fajar terdengar.

"Dek! Jangan coba-coba bantuin Reza kalau kamu gamau Mas hukum sampe ga bisa jalan!"

Rian meringis. Bisa-bisanya Fajar berteriak seperti itu di depan anak-anaknya.

"A' Onik juga! Ayah hukum kamu kalau ngasih bantuan ke Reza!" Anthony tidak jadi bersuara saat mendengar teriakan Ayahnya.

"Sorry ya Dek, bukannya ga mau. Ntar gue ikut-ikutan ga dibolehin Ayah ketemu tukang kerdus kan bahaya," Cengir Anthony.

Reza pasrah. HP disita, Laptop disita, uang jajan berkurang drastis. Masih bisa diterima.

Tapi tidak bertemu Akbar sebulan? Hell no! Itu cobaan terberat dalam hidup Reza. Dan sialnya lagi, mereka tidak bersekolah di tempat yang sama. Sehingga Reza hanya bisa bertemu Akbar saat mengantar jemput Akbar. Dirumah pun juga jarang ketemu padahal tinggal di satu komplek.

Reza menyandarkam tubuhnya pada Rian. "Bunnnn, Akbarr," Rengek Reza.

"Makane ojo bandel, ra oleh ketemu Akbar ya nasibmu. Udah sana mandi, ganti baju. Abis itu makan malam. Nanti Bunda obati muka kamu."

Reza mengangguk. Ia berjalan lunglai menaiki tangga.

"Well, welcome to the hell, Jak." Batinnya sendiri.



Lagi mau nunjukin seserem apa Ayah Fajar kalo lagi serius.

Fajar itu tipe ayah yang santai, ga pedulian sama anak-anaknya, tapi paling gabisa liat anak-anaknya punya kelakuan yang bikin malu.

Beda sama Rian. Kalo Bunda Rian tipe yang selalu merhatiin anaknya, cenderung manjain malah. Makanya anak-anaknya gaada yang takut sama Rian. Mereka lebih bisa ngebantah Rian dibanding ngebantah Fajar.

Alfian's FamilieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang