Rian membuka pintu kamar bungsunya. Sedikit terkejut karena mendapati putranya masih bergelung di balik selimut, padahal jam sudah menunjukkan pukul 06.30
"Ja?"
Tidak ada sahutan.
"Ja, ga sekolah?" Tangan Rian menyingkap selimut Reza.
"Bun, Ejak ga sekolah ya?"
"Kenapa?"
"Cakit Bun, pusing."
Rian menempelkan punggung tangannya di kening Reza. Benar saja, suhu tubuhnya panas.
"Yaudah nanti Bunda telfon sekolah kamu."
Baru Rian ingin bangkit, tangannya di tahan Reza.
"Ayah mana?"
"Ayah udah berangkat, ada rapat pagi katanya."
"Suruh pulang," Rengek Reza.
"Ayah ada rapat dek,"
"Suruh pulanggg! Ejak mau Ayah!"
Mulai deh. "Ya nanti Bunda telfon Ayah."
"Sekaranggg,"
"Iya Bunda ambil HP dulu di kamar,"
.
"Halo? Mas, Ejak sakit."
"Terus?"
"Pulang Mas, Ejak ngerengek nyariin kamu,"
"Dek, Mas ada rapat,"
"Mas, kamu tau sendiri Ejak gimana kalo sakit, maunya sama kamu doang, daripada dia ga makan sama minum obat gimana?"
"Duh Dek, rapat mas ini, nanti bisa rugi banyak kalo diundur lagi,"
Belum sempat Rian menjawab, suara teriakan Reza terdengar, "Bunda!!! Ayah mana??"
"Kan denger sendiri, pulang Mas, pusing aku kalo Reza sakit tuh,"
"Yaudah Mas pulang, bilangin Reza tapi agak lama, bakal kena macet kalo puter balik sekarang."
"Ya. Hati-hati Mas."
Rian menutup teleponnya, lalu kembali ke kamar Reza.
"Ayah udah puter balik, tapi bakal kena macet, sabar ya Ja,"
Reza mencucu. Kepalanya pusing dan dia butuh pelukan Ayahnya sekarang.
"Makan dulu ya sambil nungguin Ayah?"
"Ga mauuu, maunya sama Ayahhh,"
"Iya iya, sekarang tidur lagi aja sambil nunggu Ayah dateng,"
*****
Reza terbangun saat merasakan usapan di kepalanya. Ia langsung melihat sang Ayah di sampingnya.
"Ayah!!" Reza beringsut mendekat, meminta pelukan pada Ayahnya. "Kepala Ejak sakit Yah, pusing. Idungnya juga gatel," Adunya.
