Bulan pertama,
Rian terbangun ketika mual menderanya. Ia melepas paksa tangan Fajar yang memeluknya lalu berlari ke wastafel.
Fajar yang melihat hanya mengikuti dari belakang, memijit tengkuknya dan menggendongnya kembali ke ranjang.
"Pusing?" Fajar mengelus kepala Rian yang bersandar di dadanya. Bisa dirasakan Rian mengangguk.
"Mau bobo lagi?"
"Mau, tapi sarapan Onik sama Ejak gimana?"
"Nanti Mas yang masak."
"Tapi Ian mau dipeluk juga,"
"Yaudah biarin Onik sama Ejak sarapan roti aja."
Rian mengangguk. Lalu kembali terpejam setelah memeluk erat Fajar balik.
*****
Bulan kedua,
Rian menatap Reza yang sedang belajar. Antara ingin bersuara tapi tidak ingin menganggu putranya belajar.
Setelah diam beberapa saat, Rian membuka suara. "Adek, ambilin Bunda makan dong. Mau ga?"
Reza langsung meletakkan bukunya. "Bunda mau apa?"
"Ambilin aja yang udah dimasak Ayah. Yang banyak. Makannya sama Adek ya."
"Oke." Reza kemudian kembali dengan piring di tangannya. Lalu makan berdua bersama Reza.
Fajar menatap Rian senang. Setidaknya kali ini Rian tidak merasakan mual yang parah seperti hamil Reza dulu sehingga masih bisa makan.
"Makan yang banyak biar dedeknya sehat." Fajar mengecup pelipis Rian singkat.
*****
Bulan ketiga,
Rian terbangun tiba-tiba. Matanya melirik jam di nakas yang masih menunjukkan angka 2 pagi. Ia menggeliat, mencoba tidur lagi tapi tidak bisa.
Tangannya mengguncang pelan Fajar yang tidur disampingnya. "Mas,"
Fajar mengerjap, "Kenapa dek?"
"Lapar."
"Mau makan apa?" Fajar mengusap wajahnya agar terbangun.
"Bikinin nasi goreng. Pake nugget."
Fajar mengangguk. "Mau ikut?"
"Gendong." Rian mengulurkan tangannya.
Fajar menyambutnya, "Manja."
"Biarin."
Rian sudah memangku piring nasi gorengnya. Ini sudah piring kedua tapi Rian benar-benar masih lapar. Fajar disebelahnya sudah hampir memejamkan mata lagi ketika Rian menyenggolnya.
"Mas, lagi."
"Lagi?" Rian mengangguk. "Nasinya habis dek."