➹ 04. Dinner ➹

222 17 0
                                    

Ketika masa lalu kembali terulang, di saat semua rasa terkubur dalam sejak bertahun-tahun

»»----><----««

Alin duduk santai di tepi ranjang. Dirinya sudah siap untuk pergi ke rumah teman lama. Tapi merasakan bahwa Gendra tak lagi menganggapnya. Membuat hati kecilnya ragu menemui lelaki itu. Apalagi Bundanya dengan begitu mudah menerima tawaran itu tanpa membicarakannya dulu dengan dirinya. Tahu-tahu sudah disuruh pakaian drees selutut.

Alin tak begitu menyukai pakaian drees, lebih nyaman memakai celana, lebih leluasa untuk melakukan hal apa pun tanpa ribet dengan rok.

"Kak Windi, udah selesai belum? Ditungguin tuh di bawah," kata Erlin main masuk ke kamarnya tanpa mengetok pintu.

Alin berdiri, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun ia langsung keluar melewati adik keduanya. Erlin mengekori Alin menuju depan setelah dia menutup pintu kamar kakaknya. Ternyata keluarganya sudah ada di mobil, tinggal dirinya saja yang belum. Alin memilih duduk sendiri di kursi paling belakang. Di tengah ada kedua adiknya dan di depan kedua orang tuanya.

Mobil berjalan menembus keramaian malam, namanya juga kota besar, di mana-mana pasti macet.

Setibanya di rumah Gendra, itu pun Alin yang menunjukkan arah dengan malas. Mereka turun duluan, biarlah Alin yang terakhir. Dilihatnya rumah besar yang tak berubah seperti dulu. Nuansa hijau lumutnya sangat cocok dengan karakteristik keluarga humorisnya.

Keluarganya dengan cepat masuk dan disambut hangat oleh orang tua Gendra.

"Wah, Windi makin cantik ya. Udah lama banget nih kita nggak ketemu 'kan?" serbu Mama Gendra menangkup wajah Alin gemas.

Alin membalasnya dengan senyum simpul. "Iya Tan, sekitar tiga tahun ya?"

"Nggak nyangka ya kita ketemu lagi, ayo duduk." Mama Gendra membawa Alin duduk di meja makan bergabung dengan yang lain. "Tante masakin kesukaan kamu juga loh," lanjut Mama Gendra bangga seraya membuka semua tutup di wadah makanan itu.

"Darimana Tante tahu kesukaan aku?" tanya Alin penasaran, pasalnya ia tak pernah memberitahu sembarang orang tentang kesukaannya.

"Dari Gendra. Kamu tunggu di sini ya, dari tadi Gendra nggak turun-turun." Kentara di wajah Mama Gendra bila beliau kesal dengan putra sulungnya itu.

"Boleh Windi yang panggil, Tan?" minta Alin sedikit ragu.

Mama Gendra tersenyum lebar. Serasa ia dibantu oleh malaikat kecil. "Kamar Gendra ada di atas, kamu lihat pintunya, ada nama da di sana, gih cepet," suruhnya tak sabaran.

Alin tersenyum kikuk kemudian berdiri. Sungguh ia menyesal mengatakan itu tanpa berpikir. Ia pikir Mamanya akan melarang, eh! Malah seantusias ini. Akhirnya dengan keraguan menumpuk di tubuh, Alin menaiki tangga sedikit lambat. Sesekali dia menengok ke belakang hanya untuk mengusir kegugupannya.

Tiba di depan pintu bertuliskan 'Ketuk pintu sebelum masuk -Gendra'. Alin mengangkat tangannya, dengan gerakan pelan dia mengetok pintu dua kali. Tidak ada jawaban, mungkin terlalu pelan, ia memberi tenaga sedikit pada ketukannya.

•FLASHBACK• (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang