Sekeras apa pun aku melupakanmu. Tapi jika sekali bertemu, maka butuh betahun-tahun untuk kembali melepaskanmu
»»————><————««
Senja hilang, malam datang. Dewi malam beserta dayang-dayangnya seakan menyambut baik akan acara ini. Semua rencana terkendali dengan baik. Serta para undangan telah mengisi tempat berhias ini. Sebuah podium kecil dengan hiasan di sekelilingnya dan meja serta kursi khusus para tamu sudah tersedia sedemikian rupa.
Merasa yakin bila malam ini akan menjadi suatu kenangan indah yang tak akan terlupakan bagi mereka termasuk para keluarga yang bersangkutan. Dan untuk lebih mengejutkan orang yang menjadi muara pesta ini. Alin sebagai putri pertamanya, Erlin, dan Khoiril, mereka ke kamar Bundanya dengan pakaian rapi.
Erlin menutup kedua mata Bundanya dengan seutas kain hitam. Awalnya beliau terkejut karna ketiganya masuk ke kamar secara diam-diam dan langsung begitu saja menutup matanya. Tapi setelah mendengar suara ketiga putra-putrinya. Wanita paruh baya yang akan berumur tambah itu terlihat lega.
Ketiganya menggiring sang Bunda ke bawah menuju taman belakang yang sudah penuh oleh para tamu undangan. Khoiril sedikit berlari untuk memberitahu Ayahnya bahwa sang Bunda akan segera tiba. Sampai di tangga terakhir Gendra baru memunculkan batang hidungnya. Telapak tangan Alin ia tunjukkan pada Gendra, mengisyaratkan untuk jangan angkat suara dulu. Kemudian melanjutkan membawa Bundanya ke taman belakang dengan Gendra di belakang Alin.
Alin dan Erlin berhenti di depan meja bundar yang berisi kue tingkat dua dengan atasan bertuliskan 'Happy Brithday Bunda' serta lilin angka yang menancap di bawah tulisan tersebut. Kali ini Alin yang melepas ikatan kain di mata Bundanya. Semua tamu juga diam, ingin melihat bagaimana ekspresi dari Bunda beranak tiga tersebut.
"Hah!" kaget Bunda bukan main, matanya menelusuri sekitar, betapa terkejutnya beliau melihat para sahabatnya hadir di hari bahagia ini. Saking tak kuasanya Bunda sampai menitikkan air mata kebahagiaan.
Agar tidak terlalu mengganggu kerinduan Bundanya. Alin berjalan ke belakang beberapa langkah kemudian berbalik dan ....
"Eh!" kaget Alin kontan memundurkan tubuhnya. Cengiran khas tak berdosanya ia tunjukkan.
"Mau ke mana?" tanya Gendra mengangkat kedua alisnya tanpa ekspresi.
"Mau ... ke dapur, haus," jawab Alin asal, tapi sebenarnya dirinya memang haus.
"Di sana kan banyak minuman, kenapa harus ke belakang?" introgasi Gendra membuat Alin kehilangan kata-kata.
"Cuma ke belakang, gue nggak akan kabur, aneh," gumam Alin di kata terakhirnya seraya melewati Gendra. Karna merasa penasaran juga, Gendra mengekori Alin. Dan benar saja, cewek itu berhenti di dapur, mengambil botol minuman sedang yang berisi air dingin kemudian menegaknya hingga setengah dalam keadaan berdiri dengan punggung menempel pintu kulkas.
Alin menoleh ke samping saat menutup botolnya, sudah dari tadi dirinya curiga bila ada yang mengikutinya. Ternyata benar, kini Gendra berjalan mendekat.
"Ngikutin gue lo," tuduh Alin menunjuk dagu Gendra dengan ujung botol, matanya juga terpicing curiga.
"Nggak, gue cuma mau nanya. Kita jadi naik panggung, kan? Soalnya mulai kemarin kita nggak latihan," ingat Gendra.
KAMU SEDANG MEMBACA
•FLASHBACK• (TAMAT)
Teen FictionBelum direvisi dan belum dilanjut. Maklum kalau acak-acakan. Dia adalah semangatku, inspirasiku, penyanggaku sejak dulu. Kesalahan di masa lalu terdengar biasa, lalu kenapa dia memperbesarnya dan menyimpannya hingga kini? Membuatku semakin merasa be...