Kejadian tak terdurga memang kerap kali terjadi
»»----><----««
"Tante tahu?" tanya Alin terlihat antusias.
"Iya, ini teman Tante SMP, kalo nggak salah rumahnya didekat Tante Gina, kamu tahu kan Gen?"
"He'em," jawab Gendra malas. Sekarang dirinya ingat, ia pernah bertemu dengan sosok Tania itu ketika Mamanya mengajak ke rumah Gina teman Mamanya waktu itu.
"Ya udah ayo ke sana Gen," ajak Alin tak sabaran.
"Iya iya," jengkel Gendra mendirikan tubuhnya. Berjalan sendiri ke depan di mana mobilnya terparkir, di tengah jalan, lebih tepatnya depan pintu sebelah kursi kayu hitam untuk bersantai di teras. Ponselnya berdering di dalam saku celana, menggetarkan kulit hingga darahnya.
Gendra mengambil ponselnya, melihat siapa yang menelpon.
Sefi, Gendra mendengus. Tanpa berpikir dirinya menekan dan menggesernya ke warna merah. Memasukkannya kembali ke saku celana. Ia mulai tak suka dengan kelakuan Sefi. Buktinya dia sendiri yang memasukkan nomornya ke ponselnya. Memang diam-diam tanpa sepengetahuan Gendra, tapi Randu melihatnya. Cowok bermulut cewek itu sudah pasti langsung memberitahu Gendra. Dan juga dia berkali-kali menghubunginya tanpa suatu sebab."Ayo," kata Alin mendahuluinya dan masuk ke mobil.
Gendra mengikuti Alin kemudian ikut masuk ke bagian kemudi. Ia mulai mengemudikan mobilnya dengan kecepatan rata-rata.
"Habis ke rumah Tante Tania kita makan dulu ya?" minta Alin menoleh ke Gendra.
"Dibalik."
"Apanya?"
"Kata-kata lo tadi."
"Maksudnya makan dulu baru ke Tante Tania?"
"He'em."
Alin diam, perutnya juga sudah keroncongan. Jika menemui Tante Tania dulu, nantinya malah banyak ngobrol hingga lupa waktu. Kapan sih omongan Gendra salah? Batinnya.
➷➷➷
"Lo bisa diem nggak?" sergah Reni mulai kesal dengan sahabatnya. Bagaimana tidak. Sefi terus saja mondar-mandir tidak jelas di depannya yang membuat siapa saja menjadi pusing termasuk dirinya. Hanya karena teleponnya tidak dibalas oleh seorang cowok bernama Gendra. Cewek itu terus saja berkomat-kamit tidak jelas.
Akhirnya Sefi mendudukkan diri di sebelah Reni. Ini sudah ke berapa kalinya dirinya coba untuk mendekati Gendra. Tapi justru cowok itu semakin jauh darinya. Apakah ini yang dinamakan emansipasi wanita. Harus wanita dulu yang mengejar atau menembaknya supaya cowok itu dapat menerima dirinya di dalam hidupnya dan melupakan cewek bernama Alinda itu.
"Gue udah berusaha keras buat hubungin dia. Ujung-ujungnya pasti aja dimatiin. Kurang sabar apa gue coba?" racau Sefi mendengus berkali-kali, seakan usahanya selama ini tak mengefek apa-apa.
"Sabar sedikit dong. Baru dua hari lo berusaha udah ngeluh. Coba aja terus, pasti nanti juga diangkat. Ingin sesuatu itu butuh kesabaran lebih. Kalo gini aja udah ngeluh gimana mau beradaptasi sama Gendra?" ceramah Reni tanpa mau melepaskan matanya dari layar ponsel yang menunjukkan status Instagram cowok pemain drakornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
•FLASHBACK• (TAMAT)
Teen FictionBelum direvisi dan belum dilanjut. Maklum kalau acak-acakan. Dia adalah semangatku, inspirasiku, penyanggaku sejak dulu. Kesalahan di masa lalu terdengar biasa, lalu kenapa dia memperbesarnya dan menyimpannya hingga kini? Membuatku semakin merasa be...