Kepala panas tidak akan membuahkan hasil apa-apa. Justru semakin kacau balau
»»————><————««
Plaak!
"Gendra!" pekik Bu Wirli dari ambang pintu, beliau menghampiri mereka dengan langkah lebar. Dia menyorot mata tajam pada Gendra yang sudah berani main tangan dengan menampar Alin.
"Gendra, Alin, Citra, ikut Ibu ke ruang guru sekarang," perintahnya mendahului mereka.
Alin lebih dulu mengekori Bu Wirli, diikuti Gendra dan Citra. Suasana kelas dan di sekitar kelas mereka sudah mencekam. Banyak tatap mata yang memperhatikan ketiganya ketika melewati koridor.
Ketiganya di dudukkan di hadapan Bu Wirli yang kebetulan wali kelas mereka. Alin di tengah, Citra di kanannya dan Gendra di sebelah kirinya. Mereka menunduk setelah mengetahui apa kesalahannya.
"Ibu kecewa sama kamu Alin, kenapa langsung membuat keributan di kelas?" Tatapannya beralih pada Gendra. "Gendra, jangan terlalu bawa emosi dengan main tangan. Sekarang siapa yang akan jelaskan masalah ini ke Ibu?"
Ketiganya bungkam. Tidak ada yang berani mengangkat bicara dulu, sampai suara Bu Wirli kembali terdengar.
"Tidak ada yang mau jelaskan? Kalau begitu Ibu saja yang jelaskan. Ibu tahu betul apa permasalahan kalian, dan kalian berdua itu perempuan. Tidak seharusnya bermain di tempat seperti itu, lagipula kalian seharusnya belajar. Sebentar lagi akan ada ujian akhir semester." Ibu Wirli nampak menghela nafas sebentar.
"Ibu tidak akan bertele-tele lagi, maaf Alin. Ibu kepala sekolah men-skors kamu tiga hari dari sekarang."
Tangannya terkepal kuat, tidak peduli dengan rasa perih di tangannya, Alin berdiri. "Saya permisi Bu."
"Tunggu Alin," sergah Bu Wirli.
Alin berhenti dua langkah setelahnya, berbalik menatap gurunya. Terlihat wanita paruh baya itu berdiri. "Obati dulu tangan kamu baru pergi."
"Luka saya tidak ada apa-apanya dibanding rasa kecewa saya Bu." Selepasnya Alin pergi dan Bu Wirli kembali duduk.
Pernyataan Alin tadi ditangkap tak enak di telinga Gendra. Tak seharusnya dirinya melakukan itu, dirinya tahu bila ia terlalu berlebihan menanggapi permintaan Alin kemarin. Setelah berpikir sebentar, ia baru sadar. Sefi tidak akan percaya jika yang bilang adalah Alin. Dan cewek itu ingin dirinya yang bilang agar Alin tak kena imbas dari kemarahan Sefi.
Lo bodoh Gendra, kenapa baru sadar sekarang, batinnya seraya mengepalkan kedua tangan di atas paha.
"Kalian berdua kembali ke kelas," suruh bu Wirli.
Keduanya berdiri dan beranjak. Di perjalanan menuju kelas, koridor sudah sepi. Gendra menyempatkan diri untuk bertanya, "Lo bisa jelasin apa yang terjadi tadi malam?"
"Gue nggak tahu Gen, terakhir kali yang gue inget. Dion nanya di mana rumah Alin, dan gue kasih tahu dia appartement yang ditempati Alin saat itu. Setelahnya gue nggak tahu."
KAMU SEDANG MEMBACA
•FLASHBACK• (TAMAT)
Teen FictionBelum direvisi dan belum dilanjut. Maklum kalau acak-acakan. Dia adalah semangatku, inspirasiku, penyanggaku sejak dulu. Kesalahan di masa lalu terdengar biasa, lalu kenapa dia memperbesarnya dan menyimpannya hingga kini? Membuatku semakin merasa be...