➹ 39. Tak Sanggup ➹

93 10 0
                                    

Usahaku untuk bertahan, masih bisakah kau hargai

»»————><————««

     Ini adalah hari ke-15 Alin merasakan sesak yang berkepanjangan. Dan seperti biasa, setelah mobil Gendra terparkir, Sefi menghampirinya. Bergelanyut manja kemudian membawa Gendra ke kelasnya. Alin masih diam di tempat. Dalam sekali hembusan dia berjalan di koridor sendiri, tanpa seseorang di sebelahnya.

Tapi untungnya, Alin dapat melewati masa-masa suram itu dengan dukungan dua sahabatnya, Citra dan Rilo. Keduanya semakin gencar untuk menghibur Alin agar tak terlalu memusingkan keberadaan Sefi.

"Lin, gue denger ada novel terbaru, kita nanti ke sana yuk," ajak Citra, memecahkan lamunan Alin di kelas.

"Iya, gue jamin lo bakal suka," timbrung Rilo yang sudah sejak tadi menggeser kursinya mendekati meja Alin.

"Makasih, tapi gue males keluar," jawab Alin datar. Memang, semenjak kejadian itu, Alin berubah menjadi sosok yang dingin, datar, dan juga jarang tersenyum. Jika ditanya, pasti gelengan atau anggukan. Ingin mendengar suaranya saja, harus benar-benar topik yang dapat membuka suara Alin.

"Ayolah Lin, lo mau sampai kapan sedih mulu. Kita tahu lo sakit hati karna Sefi terus nempelin Gendra. Tapi pas nggak ada Sefi, Gendra ngasih lo perhatian lebih 'kan? Jadi gue mohon lo kembali ke Alin yang dulu," ceramah Citra.

"Gue harus berubah gimana Cit? Ini gue Alin, bukan siapa-siapa. Lagipula Gendra sahabat gue, bukan pacar gue. Mau sama cewek manapun juga terserah dia, emang gue pikirin," jawab Alin acuh, padahal dalam hatinya sangat bertolak belakang dengan ucapannya.

"Gue yang akan ngomong sama Gendra nanti, gue juga kesel sama dia yang terus aja diem dan ngeladenin Sefi. Padahal di depan matanya ada lo," kata Rilo menatap bangku kosong Gendra, cowok itu belum kembali dari kelas IPS Sefi.

"Udahlah Ril, biarin aja dia. Mau jadi apa pun ya sesuka dia, mau ngelarang dia pun gue nggak berhak."

"Sabar aja Lin, kita pasti ada sama lo kok," semangat Citra mengelus bahu Alin.

➷➷➷

     Istirahat kedua tiba, setelah membereskan buku-bukunya. Alin segera beranjak keluar kelas, mencari udara segar yang dapat menenangkan pikirannya. Daripada terus di kelas yang akan selalu tersakiti dengan pemandangan yang tak pernah dirinya duga.

Ia membelokkan diri ke kantin, mengisi perutnya yang sudah keroncongan. Setelah mendapatkan mangkuk mie ayamnya, Alin membawanya ke meja yang sepi, menambahkan tiga sendok sambal penuh. Biarlah perutnya juga memanas sama seperti hatinya.

Meskipun begitu, Alin tetap lahap menyantap mie pedas itu. Sampai kuahnya juga dia minum menggunakan sendok satu persatu hingga mangkuk itu bersih. Alin menyeka keringatnya yang ada di kening dan pelipisnya dengan tisu yang tersedia di sana. Mengambil sebotol air mineral sedang. Meminumnya hingga tenggorokan botol.

Alin berdiri, membayar makanan dan minumannya pada penjual. Kini ia kembali berjalan ke kelas dengan sesekali meminum airnya karna pedasnya masih terasa. Alin menutup botolnya seraya menoleh ke belakang, sebab ada seseorang yang memanggilnya.

•FLASHBACK• (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang