➹ 20. Kehancuran ➹

122 10 0
                                    

Maka dari itu, sebelum berucap atau bertindak harus berpikir 1001 kali

»»————><————««

     Dengan senyum Alin membalasnya. Hari ini ia tak bisa memberitahu Sefi seperti yang diinginkan Gendra kemarin. Alin hanya ingin Gendra sendiri yang biilang agar lebih pro pada keyakinan Sefi. Jika dirinya yang bilang maka dijamin Sefi tak mempercayaianya.

Dia menyuruh Sefi untuk menunggu di taman samping sekolah. Sementara dirinya menyeret Gendra untuk segera ke sana.

"Kita mau ke mana sih, Win," jengkel Gendra karna terus ditarik-tarik.

"Nanti juga lo tahu." Alin mulai mengendurkan cekalannya di lengan Gendra, berhenti di depan seorang cewek yang menunduk malu.

"Sefi, gue tinggal dulu ya. Kalian ngobrol aja sebentar," suruh Alin seraya mendudukkan Gendra di sebelah Sefi sebelum meninggalkan keduanya.

Alin berdiri tak jauh dari mereka bersama Reni, hanya untuk melihat perkembangan mereka.

Sefi lebih dulu mendongkak, memposisikan duduknya menghadap Gendra lalu mengulurkan tangannya di depan Gendra. "Gue Sefi."

Gendra menerimanya, tapi tatapannya sangat tak bersahabat dan dingin. "Gendra." Ia lebih dulu menarik tangannya.

"Gue harap lo tahu ini maksudnya apa. Gue nggak mau buru-buru, kalo lo suka gue juga suka." Sefi memulai mengajak bicara, padahal dirinya sedikit takut dengan tatapan Gendra.

"Selain itu, apa Alin bilang sesuatu?" Dia ingin menguak kebenaran, bukankah dirinya bilang bila dirinya tak ingin menyangkut cewek. Tapi malah harus ikut terlibat seperti ini.

"Nggak, jadi gimana?"

Terpaksa Gendra sendiri yang bilang.
"Sorry, gue nggak mau suka sama lo. Gue sukanya sama Alin, dan gue harap lo tahu maksudnya."

Sefi bungkam, apakah Alin tahu jika Gendra menyukainya? Karna kemarin cewek itu bilang bila dia hanya sekadar kagum.

"Apa Alin tahu lo suka dia?"

"Taulah, dianya aja yang nutupin."

"Bohong!" sergah Alin langsung, dia tidak pernah seperti itu ke Gendra. Dan tak mau menghancurkan hati Sefi hanya karna ucapan kosong Gendra.

"Gen, gue nggak pernah bilang gue suka sama lo. Gue cuma kagum sama lo, itu aja," cecarnya agar tak menimbulkan kesalahpahaman.

"Di Singapore? Lo kan ngomong gitu? Mau gue buktiin?" tantangnya.

"Buktiin kalo ada," tantang balik Alin, karna ia rasa tak ada bukti di sana.

Dengan senang hati Gendra mengeluarkan ponselnya. Mencari sesuatu di dalam sana, kemudian menunjukkannya pada Alin dan diikuti Sefi dan Reni.

"Kenapa lo mau gue cium? Karna kita sama-sama suka," beritahunya lalu langsung mematikan ponsel sebelum ia masukkan ke saku celana lagi.

•FLASHBACK• (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang