Meski mendalam tapi memiliki banyak arti pula yang dalam. Bagai kelapa yang memiliki seribu manfaat di semua bagannya.
»»————><————««
Bu Wirli menyambut keduanya dengan baik di rumah sederhananya namun luas. Suami beliau tengah bekerja, hanya ada anak tunggalnya dan beliau yang ada di rumah ini.
Gendra dan Alin duduk bersebelahan di sofa panjang, menunggu guru mereka untuk kembali menemui mereka. Dan menit berikutnya Bu Wirli datang dengan membawa nampan berisikan cemilan dan sirup melon. Meletakkannya di meja hadapan mereka kemudian duduk berhadapan langsung dengan mereka.
"Gimana keadaan kamu Lin? Masih bisa untuk mengikuti lomba ini?" tanya bu Wirli memulai pembicaraan.
Alin tersenyum kikuk. "Wudah mendingan Bu, bismilah saya bisa ikut lomba ini."
"Semangat yang bagus, baiklah." Bu Wirli menepuk tangannya semangat. "Kita mulai sekarang ya, Alin. Saya minta besok kamu mulai masuk sekolah ya?"
"Iya Bu," jawab Alin sembari tersenyum.
"Kalian berdua coba kerjakan soal di LKS, lanjutan pelajaran waktu itu. Ibu mau lihat putra ibu sebentar." Setelah mendapat anggukan keduanya, Bu Wirli berlalu.
Masih tidak ada pembicaraan di antara keduanya. Mereka fokus mengerjakan soal di buku suruhan Bu Wirli. Alin beralih duduk di bawah dengan meja tengah sebagai mejanya untuk belajar. Sedikit memberi jarak juga dengan cowok itu. Ya, perkataan Gendra waktu itu masih terngiang jelas di kepalanya. Jadi harus berpikir dua kali jika ingin dekat dengan dia.
Gendra juga duduk di bawah, tapi bedanya ia menggunakan sofa untuk meja belajar. Alhasil keduanya duduk dengan saling tolak punggung. Sebenarnya Gendra yang tidak nyaman dengan keadaan seperti ini. Dirinya tidak bisa melihat apa yang di lakukan cewek itu kini.
"Mokadelta, massa kali calor kali deltate (M x C x ∆T)," gumam Alin mengingat-ngingat rumusnya kemudian menulisnya di buku.
Gendra sempat menghentikan menulisnya, menoleh ke belakang di mana cewek itu berada. Terlihat cewek itu begitu antusias mengerjakan, seakan lupa dengan keadaannya sekarang. Gendra kembali menatap soal-soalnya.
Tak lama Bu Wirli datang dengan beberapa soal fotocopyan di tangannya. Duduk di tempatnya tadi.
"Alin, Gendra, coba kalian ke sini sebentar," panggil bu Wirli.Keduanya kompak menoleh dan langsung menghampiri Bu Wirli dengan duduk di sisi kanan dan kirinya. "Ini ada beberapa soal dari lomba olimpiade tahun-tahun lalu. Kalian coba kerjakan ini dulu, jika ada kesulitan kalian bisa tanya ke Ibu," kata bu Wirli dengan memberikan soal IPA ke Alin dan Matematika ke Gendra.
"Sekarang kalian kerjakan ini semampu kalian." Keduanya mengangguk hampir kompak sebagai jawaban.
Alin lebih dulu bangkit dan duduk di tempatnya tadi, membuka soal-soal itu hingga halaman terakhir. Jika dilihat dari model soalnya, sepertinya ia sedikit bisa. Kemudian kembali ke halaman awal, mulai mengerjakannya walau kepalanya sedikit pening. Tapi demi nama baik sekolah dan dirinya juga yang terpilih, Alin harus bisa bagaimanapun juga. Jangan mengecewakan guru yang telah mempercayai kita, itu prinsip Alin setiap mengikuti perlombaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
•FLASHBACK• (TAMAT)
Teen FictionBelum direvisi dan belum dilanjut. Maklum kalau acak-acakan. Dia adalah semangatku, inspirasiku, penyanggaku sejak dulu. Kesalahan di masa lalu terdengar biasa, lalu kenapa dia memperbesarnya dan menyimpannya hingga kini? Membuatku semakin merasa be...