➹ 56. Dihantui ➹

84 6 0
                                    

Orang bisa saja lupa apa yang dia pernah lakukan. Tapi, memori selalu ada bila sesuatu itu kembali terulang

»»————><————««

     Lima menit. Ketiganya menunggu resah di UKS. Mata berbola coklat putih itu perlahan muncul dari permukaan. Wajahnya pucat. Keringat sebiji beras di mana-mana. Ditambah rambutnya yang mulai panjang tergerai begitu saja. Entah sadar atupun tidak. Sebuah pesan yang dulu terucap dan merasa disanggupi. Kini seakan benar tersanggupi.

Melihat ada pergerakan sedikit pada sahabatnya. Citra langsung berderap menghampirinya. Berdiri di samping brankar Alin. "Gue bantu," kata Citra kala melihat tubuh Alin yang berusaha untuk duduk.

Selepas mendapat posisi duduk yang nyaman, suara Alin keluar. "Gue kenapa?"

"Pingsan, Kak Valdi yang nolongin lo," jawab Citra.

Kerutan kening di Alin terlihat berlipat. "Kak Valdi, siapa?"

Desahan di mulut Citra terdengar. Mulai deh lupanya. Telunjuknya menunjuk seseorang yang ada di belakangnya seraya memiringkan tubuh agar Alin dapat melihat orang yang dirinya tunjuk. "Tuh."

Tatapan Alin beralih ke cowok yang berdiri bersandar di tembok. Valdi tak terlalu terkejut dengan pertanyaan Alin tadi, karna sebelum dia sadar, sejoli itu sudah menjelaskannya. Langkah Valdi terayun mendekati brankar Alin. "Apa yang ngebuat lo pingsan tadi?"

Bola mata Alin tertuju ke tirai biru di depannya. Menghindari mata belo itu. Hembusan nafas pelan beriring dengan pejaman sekilas, baru menunjukkan suaranya. "Cuma banyak pikiran aja."

"Kalo emang belum sembuh, jangan banyak pikiran. Seandainya gue nggak ada tadi, lo mau gelimpangan di koridor?"

Raut datar disertai tolehan dan tatapan tajam tertampakkan di hadapan Valdi. Gadis itu sepertinya geram dengan tiga kata terakhir di ucapan cowok itu. "Makasih."

Lalu satu persatu kakinya ia turunkan, memasang kedua sepatunya. Kemudian menarik tangan Citra keluar UKS tanpa sepatah kata lagi setelah ucapan terima kasih tadi. Rilo mengikuti kedua perempuan itu. Sementara Valdi geleng kepala dengan senyuman tipis. Dirinya tak masalah bila adik kelas itu melupakan dirinya. Karna ia tahu diri. Bila ada seseorang yang lebih pantas mendapatkan cewek manis itu dibanding dirinya. Kemungkinan nanti juga ada seseorang yang mampu lebih menarik hatinya.

➷➷➷

     Cahaya putih. Di sekitar buram. Kedua kaki tanpa alas melangkah berirama dengan ayunan tangan. Tanah lembab sehabis hujan dengan dedaunan busuk terinjak begitu saja. Menimbulkan suara retak yang membuktikan bila daun itu telah terbelah-belah menunjukkan kerangkanya. Pohon menjulang tinggi tanpa batas. Semakin melangkah semakin gelap. Deraian angin pelan menyatukan daun-daun serta ranting hingga mereka bergeming. Bergesekan. 

Burung di atas sangkar menari-nari. Tengahnya terdapat dua telur yang tenang di dalamnya. Burung berbulu biru itu bergerak mengelilingi pinggiran sangkar seraya bersiul. Mengajak kedua telur itu berbincang ala bahasanya. Sayapnya mengepak lebar. Memamerkan bulu-bulu panjang, halus nan indahnya. Kaki itu tetap melangkah tanpa tujuan. Mengikuti petak jalan panjang di hadapannya. Lalu terhenti. Begitu pun bayangan panjangnya yang tersinar rembulan sempurna di atas.

•FLASHBACK• (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang