➹ 40. Sebuah Jarak ➹

88 11 0
                                    

Dengarkan penjelasannya, setelah itu lakukan apa maumu

»»————><————««

     Pulangnya. Alin duduk diam di bangku. Dirinya melamun menatap buku catatannya. Pikirannya pergi ke mana-mana, waktu pelajaran mulai tadi, otaknya juga tak fokus pada pelajaran. Banyak diam dan melamun. Lalu sekelembat kejadian tadi dan tempo hari yang sama. Kembali mencambuk hatinya.

Lamunan Alin seketika berantakan kala sebuah tangan memegang bahunya dan duduk di bangku Citra. Melihat siapa dia, langsung menjelaskan detail apa arti kejadian tadi. Alin memfokuskan diri dengan mengemasi barang-barangnya.

"Gue tahu gue salah Win. Tapi sumpah itu bukan gue yang mau. Sefi yang maksa gue, lo percaya 'kan?"

Tak ada gemingan.

"Windi lo denger gue ngomong 'kan?"

Tak ada jawaban.

"Windi gue minta maaf, gue ngaku salah, sekarang ngomong apa yang lo mau, gue turuti sekarang."

Tak ada tanggapan.

Karena kesal ucapannya tak di respon. Gendra menarik kedua bahu Alin menatapnya. "Dengerin penjelasan gue sebentar, Win."

"Iya gue dengerin," jawab asal Alin lalu kembali berpaling menatap buku-bukunya ke dalam tas.

"Tapi sikap lo seakan-akan nggak dengerin gue."

"Gue denger pake telinga, bukan mata, ya udah ngomong aja," jawab Alin tanpa mau menatap Gendra.

Gendra diam, menunggu Alin sampai selesai dengan tugasnya. Beberapa menit kemudian Alin sudah mensleting ranselnya, menatap Gendra yang tak kunjung angkat suara lagi.

"Kok diem? Nggak jadi cerita? Ya udah gue cabut," kata Alin hendak berdiri, tapi Gendra menangkap pergelangan tangan Alin membuatnya kembali duduk.

"Lo kan pulang bareng gue."

"Sekarang nggak, gue mau pulang sendiri," jawab Alin melepaskan tangan Gendra.

"Lo nggak boleh pulang selain sama gue," paksa Gendra kembali menarik tangan Alin hingga terduduk kembali.

Alin ingin angkat suara, namun suara cewek itu kembali menggema di kelas seraya menghampiri keduanya. "Gue udah nungguin di parkiran, eh, nyatanya di sini," kata Sefi setelah berhenti di sebelah meja Alin.

Alin berdiri, puas menatap tajam Sefi barulah dia beranjak meninggalkan kelas.

"Windi tunggu!" Tangan Gendra tertahan oleh Sefi.

"Ayo pulang, keburu sore nanti," ajak Sefi membawa Gendra menuju parkiran sekolah.

Sampai di halte, Alin langsung menghentikan sebuah taxi. Masuk ke mobil sedan biru itu dengan cepat, karna dirinya tak mau sampai terlihat oleh cowok itu. Hatinya terlanjur hancur, kejadian itu seakan terjadi berulang-ulang. Alin pikir cukup sekali Gendra melakukannya. Tapi tidak, semua yang dipikirkan hanyalah sebuah anganan.

➷➷➷

     Pagi ini Alin berangkat lebih awal. Hanya untuk menghindar dari tatapan Gendra. Sungguh, dirinya masih kesal atas kejadian kemarin. Sangat menohok hatinya secara telak. Jika dia memang suka, kenapa juga harus berbohong padanya. Bukankah seharusnya sahabat tak ada kata rahasia.

•FLASHBACK• (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang