Jika kamu terus-terusan tidak bisa dihubungi. Lalu bagaimana nasib kakiku yang terus ingin melihatmu di sana
»»————><————««
Sepuluh kali, dua puluh kali, dua puluh lima kali. Tetap ponselnya tidak mau bersambung dengan nomor yang dirinya tuju. Sebenarnya apa yang terjadi di sana sampai-sampai panggilannya tidak mau diangkat. Nada dering tersambung pun tidak dirinya dengar sejak tadi. Hampir tiga puluh menit dirinya berkutat dengan ponsel hanya untuk menghubungi satu orang saja. Sekali lagi dirinya telepon, tapi tidak ada sambungan lagi.
"Lo di mana sih Win? Kenapa telepon gue nggak lo angkat?" racau Gendra terus mengotak ponselnya itu. Berkali-kali mencoba untuk menghubungi sahabatnya. Setidaknya pagi ini berilah dirinya semangat hidup hanya dengan mendengar suaranya.
"Kayaknya gue harus ngubungin Citra nih." Tanpa buang waktu lagi. Gendra menekan nomor lain, meletakkan layar ponselnya di daun telinga. Kali ini dirinya lega karna nada sambungnya terdengar jelas, tinggal menunggu kapan teleponnya akan diangkat.
Detik berikutnya, telinganya menangkap suara yang ditunggunya. Ucapan Gendra langsung ke inti. "Mana Windi? Dia baik-baik aja 'kan?"
Diam. Tidak ada suara lagi. Gendra menunggu dengan tak sabaran, sampai terlontar kalimat lagi. "Kenapa diam? Lo masih di sana kan, Cit?"
"I-iya, Gendra. Itu, Alin ke—"
Tut
Gendra menjauhkan ponselnya dan menatapnya. "Sial! Kenapa pulsanya harus habis."
Ia kembali menghubungi Citra dengan panggilan miscall. Tapi lima menit kemudian tidak ada panggilan balik darinya. Membuat Gendra gusar tak henti. "Agrh! Lo kenapa sih Win? Lo masih marah sama gue?"
Gendra bangkit. Sedikit berlari keluar dari rumahnya. Keluar hanya untuk membeli pulsa. Hanya untuk bisa berkomunikasi dengan sahabatnya. Saking tak sabarnya, Gendra sampai berlari di trotoar, berlari zig zag juga dirinya lakukan karna mulai banyak pejalan kaki yang melawan arus larinya. Saat hampir sampai, tiba-tiba bahu kanannya merasa tersenggol seseorang. Sampai tubuhnya terdorong dan ponselnya terlepas dari genggamannya.
Ponsel itu melompat dari tangan Gendra ke jalanan besar. Mendarat mulus di aspal kemudian menyeret beberapa meter dari keberadaan sang pemilik. Sementara kaki Gendra masih sigap menahan tubuhnya agar tidak tersungkur ke belakang. Dirinya langsung mencari ponselnya yang jatuh tadi dengan menatap bawah. Tapi tak kunjung ia temukan, sampai suara.
Kraak kraak kraak
Gendra dengar. Tubuhnya secara otomatis menghadap jalanan di belakangnya. Matanya melebar melihat benda pipih alat komunikasi satu-satunya tertindas beberapa ban mobil. Sudah remuk, hancur, dan tak terbentuk lagi. Sialnya dia tidak ingat semua nomor teman-temannya termasuk nomor Alin. Hari sial bagi Gendra. Lalu bagaimana dirinya akan menghubungi gadis itu. Jika masalah ponsel, dirinya masih bisa beli. Tapi nomornya, darimana dirinya bisa dapat lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
•FLASHBACK• (TAMAT)
Teen FictionBelum direvisi dan belum dilanjut. Maklum kalau acak-acakan. Dia adalah semangatku, inspirasiku, penyanggaku sejak dulu. Kesalahan di masa lalu terdengar biasa, lalu kenapa dia memperbesarnya dan menyimpannya hingga kini? Membuatku semakin merasa be...