➹ 73. Orang Ketiga ➹

54 6 0
                                    

Di setiap ada orang berduaan
Jika ada orang ketiga
Itu artinya dia setan
Karna kerjaannya cuma mengusik saja

»»————><————««

    1 sendok, 2 sendok, 3 sendok, 4 sendok, 5 sendok kecil menggunung Alin mengambil sambal tersebut. Sampai-sampai mie yang dia makan menjadi oranye pekat ketika dicampur rata. Gendra sampai geleng-geleng kepala melihat Alin memakan mie neraka itu. "Udah Win, jangan dimakan."

Alin menggeleng. "Gue lagi kesel, jadi jangan ngehentiin gue."

Gendra menghela nafas pelan. Susah melarang gadis yang keras kepala. Gendra tahu apa yang membuat kekasihnya kesal. Itu karna ucapan Ayahnya pagi tadi ketika terjadi meja sidang di meja makan.

"Kamu belum pasti mendapatkan Gendra, karena Om masih membutuhkan bantuan Ayah Flora untuk beberapa bulan ke depan."

Gendra membiarkan Alin dengan memakan siomaynya. Sesekali ia juga melihat Alin yang terus mengibaskan tangannya ke area wajah. Keringat Alin juga sudah mengalir deras di wajah serta lehernya. Bibirnya bergetar tertahan menahan pedas. Nafasnya tersenggal karna ingus bening terus mengalir dari lubang hidungnya. Alin menyekanya dengan tisu. Gendra jadi tidak tega melihatnya. Ia menyudahi makannya yang tinggal sedikit lagi.

Beranjak dari duduknya tanpa pamit. Mengambil sekotak susu strawberry dingin di kulkas yang tersedia di kantin ini. Membayarnya kemudian kembali duduk di hadapan Alin. Ternyata Alin sudah selesai makan. Tinggal kuah merah serta biji-biji cabai yang ada di dasar mangkuk putih. Ia menyodorkan susunya.

Tanpa buang waktu Alin mengambil alih susunya. Mencoblos tempat sedotan di atasnya lalu segera meminumnya hingga tandas dalam satu kali sedot. Alin menghembuskan nafasnya kasar. Mengambil botol minuman mineral di tengah meja ini. Kemudian meminumnya hingga setengah. "Bayar gih."

Gendra sedikit terbengong. Untung saja dirinya mencintai cewek itu. Ia segera bangkit. Membayar semua makanan tadi. Sementara Alin masih setia di tempat duduknya dengan sedikit demi sedikit memasukkan air ke mulutnya. Lalu Flora datang dengan duduk di hadapan Alin. Tempat Gendra duduk tadi.

"Ngapain lo ke sini?" sinis Alin, ia mulai tak menyukai gadis di hadapannya ini. Pantas Gendra tak suka, cantiknya memang menbosankan dan hatinya busuk. Itulah yang membuat kecantikan itu sirna.

"Cuma mau ngasih tahu elo. Kalau Gendra bakal jadi calon suami gue. Jadi lo jangan harap akan terus berbahagia dengan berada di sisi Gendra. Mulai dari sekarang harusnya lo bisa jaga jarak sama dia," cerocos Flora.

Alin menaikkan sebelah alisnya. Meletakkan botol itu di atas meja. Tatapannya mematikan pada Flora. "Jangan ngekhayal bisa? Lo tahu sendiri 'kan, Gendra suka sama gue. Seharusnya yang pergi itu elo, bukan gue."

Flora menggeleng pelan dengan senyum aneh di wajahnya. "Lo belum tahu gue, Win. Gue bakal ngelakuin apa aja demi keinginan gue sampai dapat. Termasuk mendapatkan hati Gendra."

"Itu artinya lo egois," tindas Alin langsung.

"Ada apa, Win?" tanya Gendra tiba-tiba datang, ia berdiri di sebelah Flora, berniat untuk duduk awalnya. Tapi melihat tempatnya telah ditempati, ia mengurungkan niatnya.

Flora menoleh dan mendongkak. Sementara Alin bergegas berdiri di sebelah Gendra. Merangkul lengan Gendra dengan senyuman manis. "Nggak ada apa-apa, yuk pergi," ajak Alin langsung membawa Gendra beranjak dari tempat itu. Sebelum benar-benar berbalik Alin sempat menatap sinis bola mata Flora.

Flora berdecak kesal di tempat. Menatap punggung dua sejoli itu nyalang. "Semakin lo didiemin semakin ngelunjak. Gue harus cari cara lain, gimanapun juga, Gendra harus jadi tunangan gue bulan depan. Pertunangan itu harus tetap terjadi."

➷➷➷


     "Flora ngomong apa tadi?" tanya Gendra ketika mereka berjalan menyusuri koridor menuju kantin.

"Kayak biasa, ngancem gue," jawab Alin jujur. Ia membuka lemari es berkaca penuh, mengambil air mineral dingin dua. Memberikanya ke Gendra dan satunya lagi untuk dirinya.

"Ngancem apa?" penasaran Gendra. Mereka berjalan ke sang pemilik kulkas tersebut. Alin membayarnya dulu sebelum berkata, "Kembaliannya ambil aja Bu."

"Makasih Neng."

"Sama-sama." Alin berbalik begitu juga Gendra. Kembali melangkahkan kaki menuju parkiran. Gendra masih sabar menunggu jawaban Alin. "Dia bilang gue harus jaga jarak sama lo, karna dia mau jadi calon suami lo. Masih calon aja udah belagu, gimana pas jadi istri lo? Pasti lonya yang kebingungan ngadepin bawelnya dia yang minta ini itu."

"Dari tampangnya aja udah kayak emak-emak rempong matre. Sekali punya anak, anaknya pasti dibuang, diasingkan. Kejegur got baru tahu rasa dia," cerocos Alin mengeluarkan unek-uneknya.

Gendra yang mendengar celotehan kekasihnya hanya bisa geleng-geleng kepala dengan senyuman kecil di bibirnya. Pemikiran Alin terlampau jauh. Mungkin saking kesalnya dia sampai terus memaki Flora di belakang.

"Ngomongin gue? Nggak tahu malu gosipin orang di belakang. Berani tuh di depan," timbrung Flora. Ia sudah berdiri di sebelah mobil Gendra dengan bersandar di pintu mobil. Kedua tangannya terlipat di dada.

Alin berhenti meneguk minumannya. Ekspresi Alin tidak seperti tadi. Wajah itu semakin lama semakin dingin. "Kalo iya kenapa? Nggak suka? Bodo amat gue."

Flora menegakkan tubuhnya. Menurunkan kedua tangan itu. Raut kesal terpancar dalam dirinya. "Nggak tahu malu banget sih ngomongin orang. Emang ya, cewek nggak berpendidikan itu ceplas-ceplos dan nggak bisa ngontrol ucapannya sendiri."

"Mending gue daripada elo. Tampang aja cantik, tapi hati busuk. Per-cu-ma."

"Status hanya sahabat nggak akan menghasilkan apa-apa. Gue tinggal ke Papi buat jauhin lo dari Gendra. Hidup gue mah simple," angkuh Flora.

Alin tersenyum miring. "Gue juga tinggal bilang ke Ayah untuk membatalkan kontrak Ayah ke Papi lo itu. Dan kalian akan bangkrut seketika. Mau?"

Mimik Flora mendadak tegang. Apa maksudnya itu? Apa Ayah Alin lebih tinggi jabatan dibanding Papinya?

"Kenapa diam? Baru tahu kalau Papi lo itu bawahan Ayah gue. Makanya jadi cewek jangan sok belagu. Pake ngancem-ngancem segala lagi. Sekarang termakan ucapan sendiri, kan?"

Gendra menghela pelan. Tak mau perdebatan itu berlanjut. Gendra menarik tangan Alin untuk segera masuk ke mobilnya. Menyingkirkan tubuh Flora dengan satu tangan. Keduanya sudah masuk. Mobil telah dihidupkan. Tapi, Flora tidak berhenti di situ saja. Dia masuk ke mobil Gendra di bagian tengah. Duduk manis di tengah. Keduanya menoleh ke belakang.

Alin semakin kesal dengan tingkah aneh cewek itu. "Lo ngapain sih masuk ke mobil orang."

"Ini mobil punya Gendra, dia aja nggak keberatan," sewot Flora sok.

"Siapa bilang?" timbrung Gendra.

"Ah, bacot kalian. Jalanin mobilnya, gue nggak akan ngebiarin kalian berduaan aja," tekan Flora.

"Emang ya, setiap orang berduaan pasti orang ketiga itu setan." Alin menatap Gendra. "Jalanin aja, Gen. Kita nggak peduli sama dia, kan. Jadi kacangin aja."

Gendra mengangguk, dia setuju dengan ucapan Alin. "Jangan nyesel ya."

Mobil pun melaju.

➷➷➷

ʕノ)ᴥ(ヾʔ

•FLASHBACK• (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang