Sekarang aku tahu apa yang sebenarnya kamu lakukan ke aku selama ini
»»————><————««
Keduanya menuju perpustakaan untuk memfokuskan diri pada lomba yang akan diadakan tiga hari lagi. Duduk berhadapan hanya berdua karna ini jam pelajaran kelas dimulai. Alin lebih memfokuskan diri pada soal-soal di hadapannya. Kali ini soal yang diberikan bu Wirli lebih menguras otak daripada soal kemarin.
Sementara cowok di hadapannya nampak tenang saja mengerjakan soal. Berbeda dengan Alin yang selalu menggigit ujung pensil karna susah, ingin tanya ke Gendra tapi rasanya agak risih.
"Kenapa?" tanya Gendra mengetahui gerak-gerik Alin sejak tadi yang tidak bisa diam.
Tangan Alin terus mengetuk-ngetukkan ujung pensil ke kepalanya dengan menatap tajam soal itu. "Susah banget, beda sama kemaren," keluhnya tanpa mau menatap Gendra, bisa-bisa ia tidak fokus mengerjalan soal itu.
Gendra mengangkat semua bukunya dan pindah duduk di sebelah Alin, lebih mendekatkan tubuhnya hingga bahu mereka bersentuhan. "Soal mana?"
Alin menunjuk soal bernomor 15 dengan ujung pensil. Gendra langsung saja menggeser kertas putih ke tengah, mencorat-coret kertas itu dengan mulut terus bergerak menjelaskan cara mengerjakannya. Alin mengangguk-ngangguk menanggapi. Ternyata Gendra masih secerdas dulu, mau membagi ilmu dengan dirinya.
"Paham?"
"Banget, makasih." Alin berucap masih tidak mau memandang lelaki di sebelahnya. Ia kembali mendekatkan kertasnya, memahami penjelasan dan rumus di kertas itu. Serasa sudah hafal dengan rumus itu, Alin mencoba mengerjakannya tanpa melihat jawaban Gendra.
Gendra masih setia menatap Alin dari samping, tanpa ia sadari ternyata hidung Alin semakin runcing, padahal dulu mancungnya cuma sedikit, malah masih mancungan dirinya. Tapi sekarang dirinya terlewat. Rambut itu juga, dulu panjang menutupi punggung dan selalu di kuncir kuda, sekarang terurai dengan panjang melewati bahu saja. Banyak yang bilang kalau rambut Alin di smoothing dan perawatan lainnya yang membuat rambutnya lurus. Tapi itu hanya omongan, rambut Alin asli lurus. Dia tahu tipe Alin yang tidak suka perawatan. Dia selalu mensyukuri apa yang dikaruniai.
"Kalau yang ini gimana?" tanya Alin lagi dengan menggeser kembali kertas dan badannya, menunjuk soal 22 dengan ujung pensil biru.
Pandangan Gendra kembali pada soal itu, kembali mencorat-coret kertas dan mulutnya bergerak. Dirinya juga merindukan hal seperti ini. Yang di mana dirinya selalu mengajari Alin dengan jarak dekat. Dulu memang tidak tahu apa-apa, tapi sekarang sudah mengenal semuanya.
"Oh ... ternyata gampang ya." Senang Alin karna sejak tadi apa yang di omongkan Gendra langsung ditangkap oleh otaknya.
Gendra juga heran dengan Alin, dulu saat diajarkan masalah hitung-hitungan dirinya selalu menggeleng setiap kali di tanya 'paham'. Tapi saat ini, cewek itu semakin cerdas hingga terpilih dalam lomba mempertaruhkan nama negara.
"Tumben lo langsung nangkep kalo di jelasin, biasanya geleng kepala." Keheranan Gendra akhirnya terlontar juga.
Alin menghentikan aktivitas menulisnya sejenak lalu kembali melanjutkan. "Karna otak gue udah jalan, nggak kayak dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
•FLASHBACK• (TAMAT)
Teen FictionBelum direvisi dan belum dilanjut. Maklum kalau acak-acakan. Dia adalah semangatku, inspirasiku, penyanggaku sejak dulu. Kesalahan di masa lalu terdengar biasa, lalu kenapa dia memperbesarnya dan menyimpannya hingga kini? Membuatku semakin merasa be...