➹ 44. Bertanya Dalam Diri ➹

87 6 0
                                    

Apakah pikiran dan hati bisa saling menjawab? Jika iya, mungkin semua masalah akan tertuntaskan dengan mudah

»»————><————««

     Hari pertama

Alin mendengarkan pengarahan dari Valdi dengan seksama. Telinganya terbuka lebar begitu juga tatapannya. Valdi memberitahu langkah-langkah dasar untuk menghafal tuts-tuts di piano.

"Paham?"

Alin mengangguk dua kali. "Terus, gue harus ngapain nih?"

Valdi berpindah tempat menjadi di sebelah Alin. "Lagu yang lo suka apa?"

"Laskar pelangi."

"Oke, gini caranya." Valdi mulai menekan-nekan tuts itu hingga menimbulkan suara teratur. Alin memperhatikan jelas jari-jari itu, menghafal tempatnya juga. Kemudian Valdi berhenti di tengah.

"Coba lo ulang," suruh Valdi.

Alin dengan mantap menekan tuts yang baru saja di tekan oleh Valdi dan berhenti di tengah lagu. Sunggingannya tercetak ketika dirinya berhasil.

"Bagus," puji Valdi. Dia mengambil buku tipis di atas piano itu, membolak-balikkan bukunya hingga halaman tengah. "Karna lo baru belajar, lo hafalin dulu not angka ini. Pianonya sudah gue kasih angka, jadi lo gampang belajarnya," jelas Valdi menyerahkan buku terbuka itu.

Alin mengambilnya dengan senang hati. Kemudian melakukan apa yang disuruh. Sementara Valdi masih tetap berdiri di sebelah Alin. Memperhatikan lekat gadis cantik itu.

     Hari ke delapan

Seminggu sudah Alin diajari oleh Valdi menghafal letak tuts. Tapi hari ini, untuk pertama kalinya Alin akan belajar dengan orang yang bukan Valdi. Tapi teman Valdi, Tasya. Alin melempar senyum padanya.

"Lo Alin 'kan?" tanya Tasya terdengar sengit.

Alin yang duduk di kursi depan piano sedikit tersentak juga. Karna nadanya yang seakan mengajak bertengkar. Dengan semampunya Alin mengulum senyum. "Iya Kak."

Tasya berdiri di sebelah piano menatap Alin tajam. Dirinya tak terlalu suka dengan wajah yang di polos-poloskan itu. Ditambah semingguan ini Valdi tak mengajaknya bicara, hanya memikirkan bagaimana cara melancarkan tangan cewek itu bermain piano. Jika tidak bisa kenapa harus susah-susah mengajari dia, kenapa tidak cari adik kelas yang sudah mahir. Valdi kira hanya dia satu di kelas X? Pikir Tasya. "Tahap lo belajar sampai mana?"

"Tinggal ngelancarin aja sih Kak. Kak Valdi juga bilang, Kak Tasya suruh ngasih lembar not angka yang kak Valdi buat," beritahu Alin apa adanya.

"Not balok lo bisa?"

Alin menggeleng. "Belum diajarin sama Kak Valdi."

Tasya mengangkat sebelah alisnya. Senyum kecil ia lemparkan. "Hari ini belajar not balok."

Tasya akan memberi pelajaran ringan pada cewek ini. Yang sudah berani mengambil perhatian Valdi dalam waktu singkat. Sementara dirinya yang berusaha selama setahun belum sepenuhnya dapat perhatian itu.

•FLASHBACK• (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang