Pembuktian bila kata 'usaha akan membuahkan hasil'
»»————><————««
Di tengah kerumunan banyak orang. Alin membuka matanya lebar-lebar, ia yakin dirinya pasti bisa menghadapi semua. Mengerjakan soal dengan semaksimal mungkin, mengeluarkan semua pemikirannya. Dia tidak ingin menang, tapi kehormatan sekolahnya. Jika namanya tercoreng, pasti sekolahnya akan dipertanyakan. Padahal masih semalam dirinya baik-baik saja. Jangan sampai gurunya disalahkan karena telah memilih murid yang tengah sakit untuk mengikuti lomba ini.
Semangatnya kian membara, dengan jalan di genggam Gendra. Dirinya duduk di kursi yang tersedia dengan menghadap podium. Beberapa menit lagi acara akan dimulai. Tapi lebih dulu dibuka oleh tamu undangan dan kepala yayasan.
"Lo yakin Win mau ikut?" tanya Gendra masih ragu dengan pilihan Alin.
Alin menatap Gendra yakin. "Gue yakin Gen, gue pasti bisa. Seenggaknya babak pertama gue ikut. Gue nggak mau sekolah kita di gosipin cuma gara-gara nama gue tercoreng."
"Yang gue pikirin kesehatan lo Win, bukan sekolah kita."
"Itu menurut lo, tapi bagi gue. Gue terpilih karna dipercaya bisa ngangkat derajat sekolah. Kalo seandainya rezeki gue di sini, siapa tahu 'kan gue menang dan gue kembali sehat."
Gendra memalingkan wajahnya menatap seorang lelaki di atas podium yang menyampaikan sesuatu. Tapi indranya tak berfungsi karna terus kepikiran dengan kondisi cewek di sebelahnya. Kali ini memang baik, tapi setelah selesai pasti keadaannya semakin memburuk.
Tahu dengan kekhawatiran Gendra, tangan Alin terulur menggenggamnya. "Jangan sok khawatir, nanti malah nggak konsen ngerjainnya," sindir Alin berbisik di telinga Gendra.
"Siapa juga yang khawatir, kepedean," elak Gendra tanpa menoleh, tapi tangannya malah menggenggam erat tangan Alin.
Alin terkekeh kecil. "Tipe-tipe cowok jujur," gumam Alin berakhir dengan kekehan kecil.
Sekitar 30 menitan, acara sambutan selesai. Semua peserta berdiri mencari ruang kelas mereka yang akan digunakan untuk mengerjakan soal lomba.
Ruang untuk mengerjakan tiga mapel itu dibagi lima belas kelas per mapel. Gendra lebih dulu mengantar Alin ke ruangannya, untung saja kelas cewek itu ada di lantai dasar.
"Udah Gen, lo balik aja, gue bisa sendiri kok," kata Alin mencoba menyuruh Gendra untuk pergi saja, lagipula dirinya masih kuat.
"Diem deh, daripada lo nyasar," balas Gendra tetap keukeh mengantarkan Alin ke kelasnya dengan merangkul bahu cewek itu.
"Nggak enak diliatin orang Gen," bantah Alin terus.
"Udah sampe, yuk masuk." Dengan entengnya Gendra menarik tangan Alin masuk, mencari nomor yang sesuai dengan nomor urutnya yang di kalungkan dan di pojok meja kanan.
Setelah ketemu, Gendra mendudukkan Alin di bangku tengah dari kanan nomor tiga dari depan. Mengacak rambutnya pelan kemudian berbisik dengan sedikit membungkuk ke telinga Alin. "Good luck my friend." Lalu menegakkan tubuhnya sembari melempar senyum sebelum akhirnya pergi, tapi tangannya keburu tercekal oleh Alin. Terpaksa Gendra kembali menoleh ke cewek itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
•FLASHBACK• (TAMAT)
Teen FictionBelum direvisi dan belum dilanjut. Maklum kalau acak-acakan. Dia adalah semangatku, inspirasiku, penyanggaku sejak dulu. Kesalahan di masa lalu terdengar biasa, lalu kenapa dia memperbesarnya dan menyimpannya hingga kini? Membuatku semakin merasa be...