➹ 17. Nggak Boleh Pisah ➹

129 14 0
                                    

Jangan cari rumah lain jika tempatmu sekarang sudah nyaman dan dapat membuatmu bahagia walau sederhana

»»————><————««

     Suara ramai di pusat perbelanjaan sudah memekakkan telinga. Tapi cewek itu justru senang dengan suara bising, masih fokus memilihkan baju untuk Bundanya. Dan Gendra mau tak mau harus mengekori. Karna bosan terus membuntuti Alin.

Gendra berhenti sejenak, memutar kameranya hingga ke depan. Memfokuskan bidikan pada cewek kang belanja itu. Lalu beberapa potretan dirinya dapatkan dengan mudah, tentunya dengan hasil memuaskan. Kaki Gendra terus berjalan dengan mata di kamera itu. Mengambil beberapa foto lebih banyak cewek itu. Dari ekspresi sok mikir, bingung, dan lucu karna melihat motif baju lucu menurutnya. Gendra dibuat tersenyum berkali-kali, biarlah kameranya dipenuhi dia daripada fotonya sendiri.

Alin mengambil paper bagnya, baju Bundanya sudah ada di tangan. Ia menghampiri Gendra yang duduk tak jauh dari kasir seraya melihat kameranya.

"Yuk, kita ke mana?"

Gendra mendongkak, mematikan kameranya lalu kembali memutarnya ke belakang punggung. Ia bangkit. "Nggak tahu, coba keliling aja. Siapa tahu lo mau beli oleh-oleh lagi."

"Tante Nina nggak minta lo bawa oleh-oleh?"

"Nggak, palingan juga gue yang berinisiatif sendiri. Yuk dah, di jalan nanti pasti ada keinginan kok." Gendra berjalan dulu, giliran Alin yang mengekorinya.

Karena tak ingin dilihat sebagai pembantu, akhirnya Alin sedikit mempercepat langkah kaki hingga jalannya sejajar. Hari ini dirinya senang, dua hari ini selalu dekat dengan Gendra. Cowok yang diharap-harapkannya sejak dulu. Rasanya seperti mimpi lagi, jalan berdua seperti orang pacaran di tempat umum.

5 menit perjalanan, mata Alin langsung tertuju pada blok buku, seketika pupil matanya melebar. Tanpa sadar dia memegang tangan Gendra dan tangan satunya lagi menunjuk tempat itu. "Ke sana yuk," izinnya dengan menoleh pada Gendra.

Gendra menatap Alin sebentar lalu tempat yang ditunjuknya. "Terserah."

Senyum Alin semakin lebar, dia menarik Gendra untuk segera masuk. Jalannya ia perlambat dengan mata mencari rak buku kumpulan novel. Alin juga belum sadar bila tangannya terus menggandeng Gendra.

Gendra sih sadar, tapi ia biarkan sampai cewek itu sadar dengan posisi tangannya. Apalah daya lelaki hanya bisa mengangguk dengan kemauan cewek. Tangannya baru dilepas saat Alin mencomot buku di depannya dengan ketebalan kira-kira 300 halaman.

"Masih suka ngoleksi buku cerita?" remeh Gendra.

"Enak aja." Matanya sontak berani menatap Gendra, ia menunjukkan buku bercover putih dominan itu. "Ini tuh buku yang bisa memperluas kata baku, dari sini gue bisa belajar gimana caranya buat cerita yang menarik melalui kisah nyata yang di aplikasikan ke imajinasi sehingga terbentuk tulisan indah dan jadilah novel," rincinya.

•FLASHBACK• (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang