Terkadang orang yang terlihat kuat sebenarnya lemah
Berusaha terlihat baik-baik saja
Membuat hati semakin parah»»————><————««
"Hei, mikirin apa sih?" tanya Gendra merangkup sekilas seluruh wajah Alin. Cewek di sebelahnya ini sejak tadi tidak terlalu fokus pada pelajaran yang di sampaikan guru. Sampai istirahat ini pun dia masih saja melamun entah memikirkan apa. Dan masalah kemarin, Gendra sudah melupakannya. Tidak perlu ia susah-susah memikirkan hal yang sudah berlalu.Alin melihat sekilas Gendra, lalu kembali menghadap depan. Ia kesal bukan karna apa, melainkan mimpi itu tak kunjung pergi. Padahal seseorang yang di maksud oleh bayangan itu adalah Gendra. Cowok di sebelahnya. Dia sudah datang dan duduk bersisian bersamanya. Lalu apa lagi yang diminta sosok bayangan itu.
"Hei, lo masih marah sama gue?" tanya Gendra memegang telapak tangan Alin yang tergeletak begitu saja di atas meja. Alin menepis tangan Gendra kasar. Melemparkan tatapan sinis pada Gendra.
"Nggak usah pegang-pegang," dingin Alin semakin menjadi. Membuat Gendra jadi ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Alin, sahabat kecilnya. Akhirnya Gendra berbalik badan. Bertatap langsung dengan Citra di belakangnya. Desahan pelan Gendra keluarkan. Sejoli di belakangnya ini selalu menunjukkan kemesraannya. Saat ini saja mereka saling suap dengan candaan receh Rilo.
"Heh!" kacau Gendra dengan menggebrak pelan meja Citra. Sejoli itu langsung terkesiap dan menormalkan ekspresi mereka karna merasa tertangkap basah.
"Ganggu ae lu njing," umpat Rilo kesal dengan Gendra yang seenaknya saja mengacaukan suasana romantisnya.
Tatapan serius Gendra lemparkan pada keduanya. "Jawab pertanyaan gue dengan jujur."
Citra dan Rilo saling lempar pandang. Rasa gelisah tidak lagi menyelimuti mereka. Karna kebenarannya sudah mereka beritahu dan Gendra yang justru tidak mempercayai ceritanya. "Tanya apa?" ketus Rilo ketika kembali menatap Gendra.
"Kenapa Windi bersikap dingin ke gue?" Hanya itu yang ingin ia tahu. Sikap dinginnya berhasil memancing segala rasa penasaran serta emosi.
"Mungkin karna dia lupa sama lo," jawab Rilo selancar ombak di laut.
Citra langsung menyikut kekasihnya. Ia juga tersinggung mendengar tuturan Rilo. Bagaimanapun Gendra juga sahabatnya. Citra melotot pada Rilo. Memberitahu jika ucapannya itu salah. Dan mungkin itu bisa membuat hati Gendra sakit. "Hati-hati kalo ngomong," gumam Citra.
"Gendra." Citra mencoba berbicara. Supaya masalah ini dapat segera diatasi "Lo harus usaha sendiri Gen, buat Alin ingat lagi sama lo. Ingatannya pasti balik. Gue percaya sama lo," ucap Citra sepelan dan selembut mungkin agar Gendra tak merasa tersinggung.
"Kalian nggak lagi ngerencanain sesuatu buat gue 'kan?" Gendra masih saja menganggap semua ini adalah lelucon mereka. Padahal Alin benar adanya jika dia memang lupa ingatan sehabis kecelakaan setahun lalu.
"Buat apa kita bercanda dalam hal serius ini, Gen?"
Alin ikut berbalik. Ia mendengar semua pembicaraan mereka. Apa maksud dari kata bercanda pada bibir cowok di sebelahnya ini. Jika dirinya ingat, untuk apa kemarin dirinya meninggalkan sahabat seperhatian itu. "Apa maksud lo dengan bercanda?"
"Lo pikir selama ini gue hidup dengan mode bercanda? Gue serius. Dan gue bener lupa sama lo." Biarlah Gendra tahu bila dirinya memang melupakan dia. Tidak ada lagi rencana seperti kemarin. Semuanya gagal. Dirinya telanjur terbawa perasaan akan ucapannya tadi.
Gendra tertegun mendengarnya. Tidak menyangka dirinya bisa dilupakan begitu saja olehnya. Gendra tertawa garing. "Ini nggak bener 'kan?"
Bola mata Alin memutar. Untuk apa juga dirinya bercanda lagi dalam hal ini. "Gue. Lupa. Sama. Lo. Gendra," ucap Alin terpotong agar lelaki di depannya ini dapat mendengar jelas.
"Alin ...," lirih Citra tak tega melihat Gendra. Bagaimanapun juga Gendra juga sahabatnya.
Alis Alin terangkat pada Citra. Apa yang salah dari ucapannya? Memang benar dirinya lupa dengan Gendra. Untuk apa ditutupi lagi. Ia juga sudah muak dengan rasa penasaran akan Gendra itu. Yang dirinya tahu, Gendra adalah bayangan yang selalu mengusik mimpi dan kehidupan nyatanya.
"Gue pergi dulu," ucap Alin selepas memberi lirikan maut pada Gendra. Ia tahu, mungkin sebentar lagi Gendra akan menjauhi dirinya kemudian pergi selamanya. Itulah yang dirinya inginkan.
Tatapan Gendra perlahan menurun. Ia menunduk tak percaya. Padahal selama setahun ini dirinya berharap bila Alin akan tetap mengingatnya. Apa karna sebab itu, sahabat hingga keluarganya tak mau memberi dirinya kesempatan untuk berkomunikasi dengan sahabat kecilnya.
➷➷➷
Ia menatap langit-langit kamarnya. Mengetuk-ngetukkan jari di atas perutnya. Pintu kaca yang menghubungkan kamarnya dengan balkon terbuka lebar. Malam menyeruak. Sinar rembulan tepat mengenai wajahnya. Gorden putih tipis berkibaran terkena angin sepoi malam. Lampu dimatikan. Dirinya sendiri. Berbaring di atas ranjang. Sebenarnya ini tak terlalu malam. Berhubung dirinya sedang tidak ada mood. Berakhirlah Gendra di atas ranjang. Makan malam di bawah tidak dirinya nikmati. Buru-buru mengunci diri di kamar. Otaknya melayang ke sahabat kecilnya. Salah satu dari ketiga pesannya Alin lupakan.
Bukan kekesalan yang Alin ciptakan ketika bersamanya. Melainkan benar orang asing. Dirinya orang asing di kehidupan Alin sekarang. Dirinya bukan siapa-siapa. Alin penuh melupakannya. Melupakan orang yang selama ini tak bisa lepas dari dia. Ini benar di luar dugaan Gendra. Gendra dengan keyakinan penuh bila Alin tak akan melupakannya. Tapi hari ini. Di sekolah tadi. Gadis itu berkata jujur. Hatinya juga merasa tertohok ketika menerima tatapan tajamnya.
Sejauh ini dirinya tak pernah menerima tatapan seperti itu. Dirinya hanya menerima kelembutan dan pancaran binar kagum dari sosok cewek itu. Pantas jika ia terkejut. Yang Gendra pikirkan, apa yang bisa mengembalikan ingatan Alin terhadapnya. Apakah selama ini tidak ada yang berusaha membantu Alin untuk mengingat dirinya? Dirinya sudah dilupakankah?
Diam. Bisu. Tuli. Hanya karena cinta yang timbul. Semua tak tergerak kecuali hati dan ego. Dan sekarang hatinya memimpin. Ingin memiliki sahabat kecilnya itu. Andai saja waktu dapat diulang kembali. Dirinya akan memperbaiki semua kesalahannya. Dan menjaga Alin agar selalu mengingatnya.
Tok tok tok
Gendra tak tergerak sekalipun. Ia terlalu tenggelam pada hatinya. Berjam-jam ia hanya terbaring tak berdaya menatap langit-langit. Tak mengubris racauan di perutnya lagi. Membiarkan angin menusuk kulit hingga tulangnya. ACnya pun nyala. Menambah suasana kutub di kamar lelaki itu. Lalu ketika kelopak matanya bergerak menutup kemudian terbuka lagi. Segelinding air mengaliri pelipisnya. Rasa cekat di tenggorokannya mulai terasa. Air itu juga keluar dari lubang hidungnya. Entah sejak kapan dirinya merasa lemah seperti ini.
Tidak hanya orang yang dibenci menyakiti. Terkadang menangis karna sebuah cahaya rasa timbul dan dialah yang membuat rasa itu semakin kelam. Terjun lebih dalam ke hatinya. Sampai lupa di mana daratan.
➷➷➷
ʕノ)ᴥ(ヾʔ
KAMU SEDANG MEMBACA
•FLASHBACK• (TAMAT)
Novela JuvenilBelum direvisi dan belum dilanjut. Maklum kalau acak-acakan. Dia adalah semangatku, inspirasiku, penyanggaku sejak dulu. Kesalahan di masa lalu terdengar biasa, lalu kenapa dia memperbesarnya dan menyimpannya hingga kini? Membuatku semakin merasa be...