➹ 28. Pencarian ➹

105 8 0
                                    

Tak akan aku membiarkan si pelaku asli berkeliaran sementara dirimu tersiksa di sini

»»————><————««

     Suasana kamar ini menjadi hidup ketika dua keluarga disatukan di satu tempat. Gendra juga merasa lega, karna cewek itu kembali menunjukkan senyumnya. Para ibu duduk di sofa sebelah kiri dan para ayah duduk di sofa sebelah kanan. Sementara kedua adik Alin dan adiknya duduk di brankar Alin dan dirinya duduk di sebelah brankar Alin. Sekadar mengawasi anak-anak itu, takut-takut mereka tidak sengaja menarik infus yang dikenakan Alin.

"Kak Win, itu di kepalanya sakit nggak?" tanya polos Balqis menunjuk perban di kepala Alin.

Alin menggeleng tersenyum. "Nggak akan sakit kalo kamu yang jaga Kakak."

"Emang Kak Windi jatuh di mana sih? Kok bisa kepalanya yang kena?" tanya Erlin mulai kepo.

Tatapan Alin mengacu pada Gendra. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Menyadari bila dirinya ditatap, Gendra mengeluarkan suara, "Jatuh di kamar mandi, kepalanya terbentur wastafel. Jadi, kalian bertiga kalo ada di kamar mandi jangan ceroboh seperti Kak Windi, paham?" peringatan Gendra memberitahu ketiga bocah itu.

"Kayak Khoiril nih, selalu waspada pada semuanya," sombong Khoiril, bocah itu baru memasuki kelas 2 SD dan songongnya nggak ketulungan.

"Iya, Khoiril memang pinter," puji Alin mengeluas puncak kepala adik terakhirnya yang super manja itu.

"Makanya hati-hati Kak, palingan Kak Windi lagi ngelamun di kamar mandi ya?" ceplos Erlin seenaknya.

"Ngapain juga Kakak ngelamun di kamar mandi, Er?" Oke, Alin baru sadar. Kebohongan Gendra sama sekali tak membatunya, malah menjadi ribuan cabang pertanyaan Erlin yang emang anaknya super kepo. Mungkin dari kekepoannya itu yang membuat otaknya berfungsi.

"Ya mungkin aja Kakak mikirin sesuatu 'kan?" kata Erlin seakan mendukung ucapannya sendiri.

Alin mendesah pelan. "Seterah kamu deh."

"Terserah," kompak tiga bocah itu terlihat sewot.

"Itu maksudnya," ucap Alin mengiyakan saja, daripada nanti malah diperpanjang nggak jelas sama mereka si bau kencur.

Gendra diam, tidak terlalu menggubris mereka. Kali ini pikirannya hanya tertuju pada siapa pelaku utamanya. Ingin bertanya tapi sepertinya tidak sesuai keadaan. Gendra berdiri. "Gue keluar sebentar," kata Gendra pada Alin, selepas cewek itu mengangguk barulah dirinya beranjak.

Dia mengambil ponselnya di saku celana seraya berjalan keluar dari rumah sakit ke parkiran. Ponselnya ia dekatkan di daun telinga.

"Iya Gen?"

"Waktu lo sama Windi di club, cowok yang nganter Windi pulang siapa?"

"Seinget gue Dion, kenapa emang?"

"Gue ke rumah lo sekarang."

"Oke."

Gendra mematikan sambungannya lalu memasukkkannya lagi ke celana. Menaiki motor kemudian melaju ke rumah orang yang terakhir kali bersama sahabatnya. Ia yakin, ini pasti ada sangkut-pautnya dengan cowok yang ada di foto waktu itu. Ya, dirinya juga sempat lihat foto yang terpampang di papan pengumuman. Karna setahunya anak club itu otaknya nyeleneh dan suka nekat.

•FLASHBACK• (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang