Penyesalan selalu di akhir. Dan gue nyesel karna udah anggap lo sebagai teman gue
[~~~~~~~]
Alin membereskan piring-piring sisa semalam. Setelah mereka makan semalam, Alin langsung tertidur dan Gendra pulang. Pagi yang begitu membosankan bagi Alin. Andai saja dirinya tak tersulut emosi waktu itu. Pasti masalah ini akan selesai. Disela makan mereka semalam, Gendra juga menjelaskannya kalau Citra tidak bersalah. Karna Gendra melihat sendiri bila Citra masih ada di sana di saat Alin sudah di antar pulang.
Kali ini Alin merasa dirinya sudah memecahkan persahabatan mereka sendiri. Padahal sudah tiga tahun lebih mereka bersahabat hingga kini. Justru dirinyalah yang memutuskannya. Dan jika di pikir-pikir lagi, Alin tahu dalang dari point masalahnya ini. Adalah tak lain teman dari sekolahnya. Jika memang dia teman Dion. Lalu siapa yang menempel foto itu? Apakah dia akan pagi-pagi menempelkannya? Atau mungkin dia ada kenalan dengan salah satu murid?
Semua itu memang ada benarnya. Lalu apakah dia mengenal dirinya? Sehingga dia menempelkan foto itu di sekolahnya dan bukan di sekolah Dion. Dan satu hal lagi, Alin anaknya penutup, tak mungkin dirinya berteman dengan murid dari sekolah lain. Oke, Alin ingin mengabaikan masalah ini. Bagaimanapun juga semuanya telah terjadi, dan andai waktu bisa berputar kembali. Maka Alin tak akan segan untuk kembali.
Dia duduk di atas ranjang. Mengambil remote TV di atas nakas kemudian menghidupkannya. Alin berharap dirinya dapat menonton tayangan yang unik hari ini. Ia mengganti berbagai chanel, tapi tak kunjung ia temukan, semuanya hanya menayangkan berita yang tak disukai dirinya. Lalu tangannya berhenti, chanel itu menayangkan katun jepang yang di mana pemainnya adalah seorang bocah berambut kuning dengan tanda pengenal di dahinya. Dan dia memiliki kekuatan tersembunyi seperti halnya monster di dalam perut. Alin pernah menonton ini waktu liburan kemarin.
Cerita itu menarik perhatian Alin, dia membenarkan posisinya dengan menumpuk kedua bantal lalu ia baringkan tubuhnya di sana. Cerita itu menarik baginya karna selalu menimbulkan konflik yang di mana desa ini dan desa itu selalu ada persaingan.
Tak lama bel pintu berbunyi, Alin mendesah karna dirinya diganggu saat lagi asyik-asyiknya menonton. Dia beranjak dengan malas, membuka pintunya tanpa minat sama sekali.
"Hai," sapa orang di luar sana.
Alin mendongkak karna tinggi mereka yang selisih jauh. "Dion? Lo ngapain ke sini? Nggak sekolah?"
"Suruh masuk dulu kek."
Alin membuka pintunya sedikit lebar, tanpa disuruh pun cowok itu main masuk saja. Setelah menutup pintunya kembali, dia mengikuti Dion yang main masuk ke kamarnya dan duduk di atas ranjang. Perasaannya jadi was-was saat cowok itu main tiduran di sana dengan melihat tayangannya tadi.
"Lo ngapain ke sini?" tanya Alin ketus. Dia tak suka melihat cowok dengan sikap seenaknya begitu. Apalagi ini appartement, bukan rumahnya yang selalu ada pembantu dan tukang kebun. Di sini mereka hanya berdua.
"Mau main," jawab Dion santai, seakan dia sama sekali tak paham dengan kekakuan Alin saat ini yang berdiri di dekat meja riasnya. Terkesan menimbulkan jarak jauh di antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
•FLASHBACK• (TAMAT)
Teen FictionBelum direvisi dan belum dilanjut. Maklum kalau acak-acakan. Dia adalah semangatku, inspirasiku, penyanggaku sejak dulu. Kesalahan di masa lalu terdengar biasa, lalu kenapa dia memperbesarnya dan menyimpannya hingga kini? Membuatku semakin merasa be...