➹ 45. Dekapan ➹

91 7 0
                                    

Mengkinkah ini sebuah kode yang kau berikan

»»————><————««

     Ini hampir ke sepuluh kalinya Alin memegang seluruh rambutnya ke belakang dalam pelajaran dimulai. Hari yang cukup panas memang. Citra yang ada di sebelahnya saja sudah mengikat tinggi rambutnya. Andai saja tidak terjadi padam, mungkin AC di kelas akan mendinginkan ruangan belajar ini.

Alin berulang kali membuka tutup kotak pensilnya hanya untuk memastikan apakah dirinya membawa karet kuncir atau tidak. Tapi hasilnya tetaplah tidak. Kemudian mata Alin terlirik ke Citra yang tengah mencatat sesuatu di bukunya.

Sikunya tergerak menyenggol lengan Citra. Ketika Citra menoleh, Alin mendekatkan dirinya ke sahabatnya itu untuk berbicara bisik, "Lo ada karet kuncir lagi?"

"Ada."

Senyum Alin terukir. Ia menerima sodoran karet kuncir dari tangan Citra. Kembali menegakkan tubuhnya, mengikat asal rambutnya yang penting lehernya bisa tertepa angin dari jendela kelas.

Gendra terpaku sejenak. Sudah lama dirinya tak melihat leher jenjang Alin secara jelas seperti ini. Ditambah kulitnya yang bersih dan sedikit basah karna keringat. Menambah kadar kekinclongannya. Pemandangan yang fenomena bagi seorang Gendra yang ber- notabate sahabat Alinda sejak kecil. Tapi siapa sangka, satu sekolah tidak ada yang tahu bila Alin adalah sahabatnya dari kecil dan terpisah tiga tahun karna masalah kecil. Kemudian akan berpisah lagi satu tahun dan itu kembali memberatkan hati Gendra.

Yah, tinggal beberapa bulan lagi. Ingin rasanya Gendra menghentikan waktu ini untuk dirinya dan Alin. Hanya berdua, menghabiskan kebersamaan, sebelum perpisahan itu tertulis, terdengar, dan terjadi.

Gendra berpikir. Jika nanti dirinya ada di Australia. Bagaimana kabar Alin? Siapa yang memperhatikannya lebih dari dirinya? Siapa yang mengantar jemputnya? Siapa yang melindunginya? Siapa yang bisa mengganti posisinya selagi dirinya tak ada?

Gendra pikir. Kehidupannya hanya terpatok oleh satu sosok. Yaitu Alinda Windia Wahyu. Cewek yang dulu diam-diam memperhatikannya. Gendra terlalu sadar untuk ukuran diperhatikan. Tapi dirinya tak tahu bagaimana perasaan Alin padanya sekarang.

Apakah dia juga memiliki rasa seperti dirinya? Jika sewaktu nanti dirinya ingin memiliki dia, akankah Alin menerimanya? Atau karna cinta, rasa dekat, perhatian, pelindung, dan persahabatan akan hancur dengan mudahnya? Gendra tak bisa membayangkan bila persahabatannya hancur begitu saja. Sementara hatinya telah jatuh pada Alin.

Perempuan di depannya ini membawa pengaruh besar pada hidupnya. Jika sehari saja dirinya tak melihat dia, rasanya ada sesuatu yang kurang dari dirinya. Tapi jika itu diputar pada Alin, apakah perempuan itu akan merasakan apa yang dirinya rasakan?

Kriiing!

Lamunan Gendra buyar seketika. Matanya bergerak ke daerah sekitar, terlihat semua murid mengepak barang bawaan mereka. Ketika Gendra menatap depan, guru itu tidak ada. Astaga! Dirinya melamun berapa lama hingga guru keluar saja dirinya tak sadar.

Alin membalikkan badannya ke belakang. Beralih menatap mata coklat hitam Gendra dengan siku di atas punggung kursinya. Dan tangan kirinya menyentuh meja Gendra. "Gue ikut lo aja ya, kali ini males latihan."

•FLASHBACK• (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang