24. 'P*M*A*A *I*L.' Said Papa Aldi.

797 55 21
                                    


_____

Gue harap kalian gak bosen :)

___

Iqbal duduk di balkon kamar sendirian dengan menatap nuansa tingginya kamar yang berada dilantap dua dengan diam.

Ramainya jalan membuat fokus Iqbal terfokus pada fikiran yang mengingatkan Iqbal pada Kania.

Kemarin Kania tidak datang saat pre test pengiriman murid, dan sudah dipastikan jika Kania mengikuti test secara online.

Iqbal menghela nafasnya samar, entah ada apa didalam hatinya yang merasakan kehilangan.

Dia mengingat saat Kania memeluknya dari belang, dan mendengar berapa cerewetnya Kania saat bertanya mengenai pelajaran Matematikanya kemarin lusa.

"Aneh, baru kali ini gue uring uringan sama orang yang belum jelas." Gumam Iqbal yang merasa bingung pada dirinya sendiri.

Iqbal bahkan bingung, kapan kali terakhir dia mengirim pesan atau hanya sekedar menelfon pada Salsha.

Fokus Iqbal terfokus pada Kania, sampai sampai dia tidak begitu memeikirkan Salsha lagi.

Dan mengenai kecelakaan yang Aldi alami, baru tadi pagi Iqbal mendengar soal kecelakaan itu.

Dia merasa tidak enak untuk pergi menemui Aldi, ada sedikit rasa bersalah yang menyelimuti hati Iqbal.

Otak Iqbal tiba tiba tidak bisa berfungsi, blank melanda Iqbal yang masih diam ditempatnya.

Tiba tiba dua katukan pintu membuyarkan lamunan Iqbal. Ia balikan badannya untuk menatap pada seseorang yang akan masuk pada kamarnya.

Ada pria tinggi berbadan kekar, tidak kalah tampan dengan rambut yang sudah sedikit memutih. Wajahnya agak mirip dengan Iqbal, karna Iqbal memang menduplikatnya.

"Gimana testnya?" Iqbal terdiam, dia mengambil duduk pada kursi busa disebelahnya.

"Baru tadi siang Iqbal test."

"Hasilnya?" Iqbal mengendikan bahunya tidak tahu.

"Dua bulan lagi, dan satu minggu setelah pengumuman langsung pergi ke London." Jawab Iqbal yang merasa sedikit tidak senang.

"Kenapa kamu nolak permintaan ayah, kamu bisa pergi lusa dan ayah akan pastikan kamu masuk fakultas dan kampus paling bagus." Iqbal menggelengkan kepalanya menolak.

"Iqbal cuma mau usaha sendiri, Iqbal mau lulus dan dikirim ke London hasil kerja keras Iqbal." Ayah Iqbal mengangguk setuju.

"Gimana soal perjodohan yang ayah sarankan?" Iqbal kembali mematung dengan pertanyaan yang sudah dua kali ayahnya tanyakan.

"Iqbal gak yakin sama keputusan Iqbal sendiri."

"Kenapa?"

"Apa ayah tahu kalo orang yang mau dijodohin sama Iqbal bener bener suka sama Iqbal?" Ayah Iqbal menghela nafasnya, dia memang tidak begitu yakin.

Tapi, istrinya memang menginginkan dia. Bukan wanita yang lain.

"Bunda kamu yang mau kamu nikah sama dia." Sambing ayah yang menjawab membuat Iqbal kembali terdiam.

PLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang