"Gimana disana?" Sambungan telefon yang ada ditelinga sebelah kiri dijawab dengan decakan yang terus terdengar disetiap orang yang menelfonnya, sekarang."Ayah bohongin Iqbal ya?"
"Setiap telfon yang ditanya gimana disana, gimana kuliahnya, gimana nilainya, ayah gak pernah nanyain gimana kabar Iqbal?" Anak remaja yang sudah tumbuh desawa itu terus saja menggerutu dan melontarkan gugatan protes yang terus saja dihiraukan oleh pria sedikit tua itu.
"Gak nanya Iqbal disini sehat, baik baik aja atau gimana." Helaan nafas terdengar dari telinga Iqbal, apa dia harus menjawab perlu. Sejujurnya bagi Ayahnya pertanyaan itu tidak harusnya terlontar.
"Bunda disana kan, kenapa ayah harus tanya kamu disana sehat gak? Udah jelas kamu sehat makin terurus juga. Bunda disana, semua yang kamu mau ada disana." Senyuman manis tercipta dari bibir tipis milik Iqbal.
"Ayah gak bosen sendirian di Indonesia?" Pertanyaan Iqbal dijawab dengan tawa keras ayahnya, dan akhir akhir ini Iqbal menjadi sangat merindukan ayahnya.
"Kamu lupa atau gimana, Ayah disini kerja. Bukan lagi main yang bisa buat ayab bosen. Kenapa dari dulu pertanyaan itu gak pernah kamu keluarin buat bunda yang ada di situ sendirian."
"Situasinya beda kan, dulu bund--- ayah pasti tahu kan gimana Iqbal." Pria yang sudah lumayan berumur menganggukan kepalanya.
Semenjak lahir memang Iqbal sama sekali tidak begitu dekat dengan bundanya, sekalipun bundanya yang melahirkam dan memberikan asi padanya sekitar dua tahun semua itu tidak membuat hubungan keduanya begitu dekat.
"Udah udah, hari ini ayah ada banyak urusan. Ayah tutup dulu telfonnya, kamu disana jadi anak yang mandiri jangan ngerepotin bunda kamu." Lagi lagi Iqbal berdecit, apa ada seorang ayang yang melarang anaknya untuk tidak merepotkan ibunya.
Mungkin terdengar lucu, tapi memang inilah kenyataannya
"Kalo gak boleh ngerepotin kenapa gak dari awal pertama Iqbal ke sini langsung aja tinggal diapartemen deket kampus bi--"
Sambungan telefon terputus, begitu terus satu tahunvbelakangan ini.
Helaan nafasnya terdengar begitu riang, Iqbal mengeluarkan dompetnya dan kembali mengambil foto yang selama ini dia simpan.
Hampir dua tahun.
"Gue harap untuk kedepannya gue gak akan dikecewain lagi sama takdir, capek juga lama lama berjuang tanpa hasil." Renung Iqbal yang memasukan satu lembar foto cewek yang selama ini Iqbal simpan.
Sewaktu waktu dia akan merasa bosan pada orang tersebut dengan fakta, namun perasaan dan hati lain cerita.
Dia kembali mengambil ponselnya dan memasukan pada tas ranselnya, mengambil laptop kecil yang selalu dia bawa.
12:30.
Iqbal berjalan berlalu meninggalkan kamarnya dengan menyalakan earphone dengan memasukan satu ke lubang telinga kirinya dan memasangnya menggantung disebaliknya.
"Iqbal." Panggil wanita paruh baya itu dengan sedikit senyum, Iqbal yang merasa terpanggil menghentikan langkahnya dan berbalik sedikit mencopot earphonenya.
"Hn?"
"Kamu ada kelas siang?" Tanyanya sangat lembut, suara itu sangat membuatnya nyaman. Namun kembali ke fakta, semua itu benar benar membuat Iqbal sangat tidak menyukai semua itu.
"Iya, Iqbal pulang agak sore ya bund. Ada kerja kelompok soalnya." Wanita itu mengangguk dengan mengeratkan tas yang ada diapitan tangan kanannya.
"Kamu hati hati ya dirumah, abis kerja kelompok langsung pulang. Bunda kayaknya tiga hari ini harus ke Brazil untuk urusan pekerjaan." Lagi lagi Iqbal menghela nafasnya, dia kebali memasang earphonenya asal.
KAMU SEDANG MEMBACA
PL
RandomPICK LOVE VERSI WATTPAD ON GOING "Kalo lo gak cinta sama Salsha, lo bisa lepasin dia. Biarin gue bahagiain dia." Ucap Iqbal berjalan mendekati Aldi yang sedang melamun. "Gue cinta sama dia." Jawab Aldi berusaha tersenyum dikursinya. Sudah kesekian k...