30. BUKAN COWOK BAIK BAIK!

788 32 3
                                    

Salsha kembali menelisik hari barunya, mulai hari ini.

Kemarin, beberapa bulan yang lalu. Dan beberapa tahun yang sudah terlewat bahkan hampir terlupakan, Salsha sama sekali tidak bisa melupakan kesakitan, masalah, kasih sayang, dan kehangatan.

Semuanya diibaratkan pelengkap dalam hidupnya untuk mendapatkan Aldi, benarkah?

Salsha masih menghela nafasnya kasar, apa benar jika mempertahankan sesuatu yang sudah hampir lima tahun diinginkannya harus terlepas begitu mudah.

Bahkan dengan waktu yang sangat singkat, bukankah itu adalah rencana bagi dirinya.

Dulu, saat SMP beban hidupnya masih sedikit. Masalahnya bahkan bisa dihitung dengan jari walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama.

Aldi, Bastian, Salsha. Hanya tiga nama, dan itu sama sekali tidak membuat hidup mereka semakin hancur.

Adanya masalalu membuat seseorang sangat berhati hati, namun yang Salsha tangkap justru kesakitan kesekian kalinya.

Kebingungan yang ribuan kalinya Salsha dapatkan dengan jalan hidupnya yang menurutnya terbuat semakin sulit.

Jika saja dulu Salsha langsung bepacaran dengan Bastian tanpa mengenal lebih dekat Aldi, kemungkinan besar masalah sebesar ini tidak akan ada dihidupnya.

Dan jika saja empat tahun yang lalu Salsha berpacaran dengan Aldi tanpa bantahan dan bahagia, tidak akan ada kerusahan banyak hati.

Pertama Bastian, Salsha merasa bersalah sekali pada Bastian. Kakak sepupu Aldi sekaligus sahabat Salsha yang sudah dianggapnya sebagai kakaknya sendiri menarik Salsha sebagai masalah dalam keluarganya.

Selesai dengan Bastian, orang tua Aldi masih belum memaafkannya.

Kedua ada Rio bukankah kakak kelas itu juga sempat menaruh hati padanya. Dan dengan bodohnya Salsha memintanya menjadi pacar pura puranya, katakan saja jika Salsha bodoh. Memang itulah kenyataannya.

Dari Aldi Salsha belajar semua perasaan mengakibatkan percikan masalah dan api yang membuat dendam didalam hatinya.

Sekarang Iqbal, nama itu masih terus tersebut dan disamakan dengan Arga. Anak tetangganya yang baru saja pindah dari Sulawesi.

Bastian, Rio, Iqbal, Arga. Empat, apa akan ada lagi?

Salsha sangat berharap jika tidak akan ada lagi, bundanya begitu menuntut Salsha agar tidak terlalu berbuat macam macam dengan masa depannya, karir adalah nomor satu.

Sedangkah ayah, dia memaksa Salsha agar menuruti semua yang dia inginkan, termasuk harus mengikuti kakaknya yang sedang berkuliah di luar negeri semester akhir tahun ini.

Banyak hal Salsha lupakan tentang keluarganya, apa sekarang dia harus benar benar fokus pada sekolahnya dan meninggalkan masalahnya sendiri?

Bukankah otak jeniusnya sudah karatan sejak SMP karna sudah menjadi budak cinta tak berujung dan membuatnya tersetat tanpa tahu jalan pulangnya sendiri.

Salsha menghela nafasnya pelan, dia menatap satu foto dengan empat manusia sedang tersenyum kaku dibingkai foto keluarganya.

Dulu Salsha masih SMP dan kakaknya baru saja lulus SMA, kini tidak ada waktu lagi untuk bermain main.

Ujian kelulusan didepan matanya. Enam bulan lagi waktu yang sangat singkat jika kita sibuk, menyibukan diri, dan tersibukan oleh pelajaran.

Salsha sekarang tidak akan main main. Dia akan meninggalkan Aldi benar benar.

Menjadikan dirinya menjadi budak cinta seseorang membuat Salsha lelah berjuang dan mempertahankan, bukankah. Kesabaran seseorang memperlukan lampu merah jika terlalu lama berjalan?

PLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang