80. BERDAMAI DENGAN MASALALU

493 40 27
                                    

Bukan mencintai satu dan meninggalkan yang lain, ini tentang mendapat kebahagiaan setelah terlalu lama menunggu dan disakiti.

"Sepertinya Senior marah." Ucap Jeo yang membuat Salsha sedikit gelisah.

"Jam berapa Iqbal pergi?" Tanya Salsha yang membuat Jeo menghentikan makan siangnya.

"Setengah jam yang lalu, saya tidak begitu tahu. Tapi, saat kamu berbicara berdua dengan Aldi. Saya mengatakan apa yang kamu katakan, dan Senior langsung pergi, dan mengatakan jika dia akan ke Kantor." Salsha membuang nafasnya malas, dan memakan roti yang baru saja dipesannya.

"Salsha, menurut saya. Senior marah tadi, wajahnya mendatar dan mengerikan." Sambung Jeo yang membuat Salsha malas melanjutkan makan siang dan berlalu begitu saja dari Kantin.

"Jeo, aku akan pergi. Tolong, bayarkan makanan saya." Jeo menganggukan kepalanya dengan sangat santai, dan kembali minum sampai tandas.

"Santai saja, saya akan membayarnya nanti." Jawab Jeo yang sudah tahu jika Salsha sudah menghilang jauh dari Kantin dan tidak terlihat.

Kembali mengerjakan tugasnya disela sela jam istirahat, dan sesekali memakan cemilan.

Salsha berjalan menjauh, meninggalkan segala urusannya hanya dengan memikirkan tempat paling sepi di Kampusnya saat ini.

Lelah? Pasti.

Siapapun akan merasa lelah, jika baru saja menyelesaikan masalah masalalunya yang pernah ada.

Saat masalalu baru saja selesai, ada saja seseorang yang merasa tidak nyaman. Menarik diri, dan ada saja jika dia marah.

Salsha memahami, tetapi. Tubuhnya benar benar lelah jika harus pergi ke Kantor Iqbal sore ini.

"Kenapa?"

"Lo ada masalah sama Iqbal?" Tanya lagi yang membuat Salsha kembali membuang nafasnya untuk menghilangkan lelahnya.

Menerima uluran air mineral dingin dan meminumnya hampir setengah.

"Sedikit." Jawab Salsha sekenanya, dia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi.

"Gue maklumi, ini wajar. Dan, gue bisa urus ini setelah gue pulang dari Kampus. Lo gak perlu merasa bersalah." Sambungnya lagi, yang dibalas anggukan kepala dari Aldi.

"Iya, gue tahu."

"Syukur lah." Balas Salsha untuk tidak memperbanyak masalah, dia kembali meminum air putih tadi dan diletakannya pada kursi didepannya.

"Gue harap solusi yang gue kasih sama lo, lo pake. Gue maksa, seenggaknya. Waktu setengah jam tadi bisa buat isi kepala lo kebuka dan nerima Hana apa adanya." Aldi menarik bibirnya tersenyum simpul.

"Gue gak perhatian dalam arti lain, gue cuma mau pembicaraan tadi bener bener bisa buat lo sadar dengan kenyataan. Gue korbanin Mood Iqbal hari ini." Lanjut Salsha lagi, Aldi masih diam disamping Salsha.

"Lo gak berharap lebih lagi kan sama gue? Sumpah Al, gue bener bener udah gak ada perasaan lebih sama lo. Dan, gue mohon. Lo juga tegas sama perasaan lo, gue rasa jadi Hana pun pasti akan capek berusaha sabar, nunggu bertahun tahun tanpa kepastian sedangkan lo ada disamping dia."

"Udah ya, jangan sangkut pautin gue dalam permaslaahan hubungan lo. Ajak dia baikan, tunangan dan menikah." Sambung Salsha dengan sangat santai seperti tidak memiliki masalah.

Aldi masih memperhatikan wajah Salsha yang berbicara snagat menggebu gebu.

"Tahun besok ada pasangan Kak Rio sama Tania, lo gak mau nyusul kita kita? Gue rasa lo juga udah waktunya nikah. Berhenti plin plan sama permasalahan kecil, merasa bersalah bukan solusi paling ampuh buat gengsi bilang kalo lo itu udah sayang sama dia." Jujur, Aldi tertohok sekarang.

PLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang