52. MARAHNYA ORANG PENDIAM [IQSHA AREA]

451 53 14
                                    


Saat posisi mendesakmu untuk selalu salah dan tertekan, percayalah. Kau akan menjadi orang tinggi, dan bisa membahagiaakan siapapun melalui cobaanmu.

.
.

.
.

.

"Sayang." Salsha mengerucutkan bibirnya kesal.

"Nyebelin." Iqbal total tertawa karena gemas antara sedikit merasa bersalah dan menyalahkan waktu yang membuat keduanya menjadi menyenangkan.

"Aku tadi abis dari kantin." Ucap Iqbal sedikit menjelaskan, tapi berhasil berhenti karena serobotan Salsha yang membuat Iqbal terkekeh.

"Terbar pesona kan?"

"Ngaku?"

"Apa apaan lagi, aku aku an." Iqbal mengelus puncak kepala Salsha kelewatan sayang.

"Terus apa dong, ayah bunda. Buat latihan jadi suami istri, gitu?" Salsha memutar bola matanya malas, ingin menjambak rambut lebat Iqbal sebenarnya.

"IQBAL!!" Seru Salsha kesal, sekarang keduanya sedang berjalan keluar dari area kampus.

Mereka berdua sangat sengaja menggunakan bahasa Indonesia agar semua mahasiswa dan mahasiswi tidak mengerti apa yang mereka bicarakan.

"Yes, my sweety." Seratus persen.

Salsha sudah ingin memukul keras kepala Iqbal dan menjambak habis rambut hitam kecoklatan milik Iqbal.

Salsha jadi merindukan Aldi, ah maksudnya mengingat Aldi.

Rambut mereka, sama.

"AH AH AA, SAKIT SAL. Astaga." Berhasil, niatnya tersampaikan.

"Jalan aja caper, gak bisa ya biasa aja." Lama lama, Iqbal bernafaspun akan Salsha salahkan.

Entah apa yang merasuki Salsha, semua yang Iqbal lakukan seperti selalu salah dimata Salsha.

Tapi Iqbal suka.

Dari Iqbal yang memutuskan untuk tidak pulang ke rumah, duduk duduk dikantin kampus Salsha membuat Iqbal menjadi bahan omelan Salsha sekarang.

Padahal, maksud Iqbal duduk dikantin karena memenuhi janjinya pada Jeo, bukan maksud lain.

Tapi, oh lihat.

Siapa yang sekarang posesif dan pemarah, itu Salsha. Bukan Iqbal.

"Ya ampun yang, semua aja aku disalahin. Pake baju ini salah, udah aku dobelin hodle tebel masih salah, harusnya aku gimana si, gak pake baju?" Tawa Iqbal dengan gerutuan yang sama, menyebalkan juga lama lama.

Iqbal jadi selalu salah, dan itu benar benar melelahkan.

"Mau pamer badan, gitu?"

"Ya, tuhan." Keluh Iqbal bingung, sekarang posisi Iqbal seperti sedang dimarahi oleh bundanya.

Bedanya jika bundanya marah akan melempar sesuatu atau hanya sekedar melakukan jeweran maut miliknya.

PLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang