47. RIO TANIA

453 34 2
                                    


Katanya usaha tidak meninggalkan kecewa, dan seseorang berusaha dengan tujuan yang sama tapi jalan yang berbeda. Jadi, siapa yang harus kalah?

.

.

.
.
.

"Sialan." Umpat Iqbal pada temannya, sebenarnya mantan kakak kelasnya.

Jika masih ingin dijabarkan, mantan pacar pura pura Salsha.

Jelas?

"Tapi gue masih gak nyangka lo bakal dijodohin sama Salsha, antara bahaya, masalah, masuk kandang macan. Semuanya buruk kan?" Ucap Rio menjelaskan, Iqbal mengendikan bahunya tidak perduli.

"Lo tahu kan? Itu udah takdir." Iqbal melanjutkan ucapannya dengan tawa sangat keras, lucu sebenarnya.

Salsha dikekang, Salsha mencintai Aldi, Salsha tidak bahagia, Salsha mulai bosan, Salsha memiliki sedikit rasa, Salsha mulai lemah, Salsha disakiti, Salsha menyetujui, Hubungan mereka hancur, dan Iqbal kembali.

Ada Iqbal yang selalu ada untuk Salsha.

Rio berhenti tertawa, wajahnya menjadi sangat serius, dia meminum air yang ada didepannya, walaupun sebenarnya itu bukan air.

"Gue cuma mau lo gak tersakiti lagi." Ucap Rio dengan wajah sangat serius, sungguh.

Rio hanya tidak mau temannya terpuruk, walaupun Iqbal tidak pernah menujukan titik rendahnya.

Akan tetapi, Rio takut. Seseorang yang jarang marah, seperti mengumpulkan energinya untuk marah suatu saat nanti.

Dan Rio juga takut jika Iqbal dikecewakan kembali, dan menjadi marah.

Marahnya orang baik baik saja, bahkan lebih mengerikan dari monster, bisa disamakan dengan kutukan.

Seperti durhaka dengan orang tua, terutama dengan ibu. *Kok alurnya sama, kaya CD si? Baru engeh gue asli.

"Apa sebaiknya lo gak terima perjodohan itu?" Iqbal mengendikan bahunya tidak perduli, untuk kesekian kalinya.

"Yang gue tahu, Salsha mau berusaha mencintai gue itu udah lebih dari cukup."

Rio tersenyum, akhir akhir ini memang Iqbal sangat sibuk, tapi jika dalam satu waktu Iqbal benar benar mengajaknya bertemu.

Rio rela tidak masuk jam kuliah dalam satu hari, tidak apa apa.

Asalkan bisa berbicara banyak dengan Iqbal, bisa berbicara banyak dengan Iqbal membuat Rio sangat senang.

Setidaknya menyisihkan waktu satu hari dan entah kapan lagi bisa bertemu dengan Iqbal bisa membuat Iqbal senang, membantu mentalnya.

Rio yakin, temannya itu tertekan. Banyak sekali tekanan, tapi Iqbal selalu menjalaninya dengan sangat santai, dan Rio salut dengan sahabatnya sendiri.

Sudah dianggap seperti keluarganya, malahan.

"Jadi gini ya, yang udah punya calon istri." Goda Rio yang membuat Iqbal sedikit salah tingkah, tidak lebih. Hanya wajahnya memerah malu, dan sesikit tersipu.

"Lo gimana?" Rio mengendikan bahunya tidak ingin tahu.

"Udah hampir satu tahun, tapi masih meratapi nasib. Putus, jadi jomblo ternyata gini ya rasanya." Dan sekarang Iqbal yang tertawa sangat kencang.

Lucu.

"Lo, dulu. Gimana rasanya jadi pacar pura pura Salsha? Enak?" Rio memutar bola matanya malas.

PLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang