23. BERHENTI BERNAFAS, TIDUR SELAMANYA.

767 61 7
                                    

_____

Thanks atas pembacanya, walaupun tanpa respon :)

_____

"Gue harap kita bisa ketemu lagi ya." Ucap Kania pada Iqbal, dia berjalan masuk ke rumah kecil yang hanya ia tiduri dengan nyaman sepetak kamar.

Bisa dibilang, itu hanya kost atau kontrakan.

"Bukannya lusa kita test buat daftar kuliah lebih cepet di London?"

Kania mengendikan bahunya acuh. Antara bingung, tidak percaya dan tidak tahu besok dia masih bisa menginap disini ataupun tidak.

"Lo boongin gue tentang umur dan siswa kiriman?" Kania menggeleng cepat, dia memang tidak membohongi Iqbal.

Toh, sebenernya tujuannya bukan itu.

"Kalo besok ataupun lusa gue gak bisa latian atau test langsungg. Gue ikut test online."

Iqbal menatap Kania penuh telisik.

"Gue mulai curiga sama apa yang lagi lo pikirin." Ucap Iqbal yang memang melihat pada Kania dengan tatapan curgia, ralat. Bahkan sangat curiga.

"Hidup gue gak diharapkan sama keluarga gue, dan gue juga gak tahu saat gue nafas orang tua gue bersyukur atau malah kecewa." Kania tertawa renyah, dia tertawa sangat lucu tanpa tahu jika hatinya sebenarnya mengeluarkan darah kesakitannya sendirian.

"Broken home?" Kania menggeleng keras, keluarganya utuh, dan tidak ada salah satu dari mereka yang berkeinginan selingkuh atau menyelingkuhi.

Semuanya terlihat menyenangkan, bagi satu orang saja. Mungkin tiga, tidak dengan Kania.

"Keluarga gue utuh, dan entahlah. Gue lebih milih pergi jauh dari orang tua, dan gak suka hidup gue terekspos sama keluarga ataupun kerabat dekat gue sendiri."

Iqbal berjalan mendekat pada Kania, dia arahkan tangannya pada wajah dan pahatan hidung serta tulang pipi Kania.

Senyumnya, senyum Kania terlihat sangat familiar. Namun, senyuman itu terlihat sangat sangat manis.

Tangan Iqbal berjalan turun menuju lengan tangan, siku tangan dan berakhir dengan genggaman tangannya.

Pas.

Genggaman tangannya sangat pas untuk Iqbal, walaupun bentuk tangan Kania lebih kecil dari Iqbal. Tapi rasa nyaman seketika tumbuh, untuk melengkapi.

"Gue gak tahu kenapa bisa sampe seberani dan lancang ini sama lo, tapi gue beneran gak berusaha untuk cari muka atau buat lo merasa risih." Iqbal tersenyum tipis.

"Lo dari deket lebih keliatan cantiknya, walaupun lo rada tomboy sisi senyum lo buat gue nyaman." Iqbal mendekatkan tubuh serta wajahnya untuk melihat Kania yang menunduk malu, dengan wajah sedikit sekali memerah namun tersenyum tipis.

"Boleh gak si gue baru suka sama lo?" Dan, perkataan itu kembali menyeret Kania pada keadaan.

"Gak!" Seru Kania cepat, dia tidak ingin membawa masalahnya dan menyeret Iqbal untuk mengikutinya.

Ini bukan masalah Kania yang terlalu tertutup dan menutupi, dia hanya tidak ingin orang asing mengusik ketentramannya.

Iqbal memincingkan matanya curiga.

"Gue gak mau ngasih harapan sedangkan gue belum ada rasa sama seseorang yang bahkan gak gue kenal dengan baik."

"Kan."

"Stop, jangan minta lebih. Kita deket karna sesuatu, jadi jangan anggap kita ada sesuatu yang lebih." Iqbal meninduk sedih, lelah ternyata.

"Thanks." Ucapny lalu bergi berbalik meninggalkan Iqbal yang masih diam, dan menatap Kania yang berlalu dengan tatapan datar.

PLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang