71. SISI LAIN KILF's

353 41 14
                                    

Sulitnya berusaha menjadi orang baik adalah, saat menasihati orang yang menurut kita sedikit salah tetapi dia menolak dan terus menegaskan pada kita, jika hanya dia yang benar didunia ini. Garis besarnya, Egois.









"Mau kemana?" Iqbal berhenti saat ada seseorang yang menegurnya.

Sekarang, jam 01:39. Hari ini Iqbal lembur, dan entah kenapa ingin membawa Salsha pergi melihat lihat kantor milik Bunda.

Dan, dengan senang hati juga Salsha mau. Bukan hanya ingin berjalan jalan, dan berlagak menjadi calon istri yang sombong dan ingin pamer.

Salsha justru ikut karena ingin melihat bagaimana kinerja Iqbal diperusahaannya sampai sampai sering pulang telat bahkan pernah menginap di ruangannya.

Salsha hanya ingin membuktikan jika apa yang dikatakan Bunda memang benar.

Iqbal tidak bisa jika tidak berhenti bekerja dan belajar, sampai rasa rasanya Bunda ingin mengikat Iqbal ditiang ruang tengah hanya karena terlalu malas melihat Iqbal yang menyendiri dikamar dengan buku yang terlalu tebal seperti Buku Ensiklopedia.

Dan, dengan hari ini. Kalo boleh aaja jujur, Salsha juga harus mengikuti ajaran Bunda mertuanya itu.

Diruang kerja Iqbal sekarang sudah dipenuhi dengan buku, rak rak yang sangat penuh dengan segala hal berbau tebal prestasi.

Dan, faktanya. Semua koleksi milik Iqbal benar benar tertata rapi.

Oh, astaga!

"Pulang. Kamu masih mau disini? Mama kamu udah telfon dari tadi suruh aku nganterin kamu pulang. Sebenernya masih ada kerjaan sedikit lagi. Tapi, gak papa kalo besok aku dateng agak pagi." Iqbal menjawab dengan sangat santai.

Apa, katanya. Agak pagi? Bahkan sekarang sudah masuk jam pagi.

Iqbal membereskan laporan laporan penting, dan memasukannya ke tas kerja miliknya dan berjalan menghampiri Salsha yang sedang duduk disofa karena ketiduran.

"Kamu gak capek? Kerja sampe jam segini?" Tanya Salsha dengan suara sedikit mengantuk, Iqbal menjawabnya dengan menggelengkan kepalanya.

"Biasanya aku pulang jam tujuh pagi, dan berangkat jam duabelas siang. Sekarang, aku pulang cepet karena ada kamu aja. Maaf ya kamu sampe nunggu lama banget." Salsha membuang nafasnya dan menganggukan kepalanya sebagai jawaban.

Sejujurnya, Salsha sudah sangat sangat mengantuk. Tapi, walaupun baru tidur setengah jam. Itu saja memaksakan diri.

Elusan pelan pada dahi dan rahang Salsha membuatnya terbangun.

"Kenapa si?"

Iqbal tertawa, dia melihat bibir sedikit berliur dan mengelapsnya dengan ibu jarinya yang besar.

"Kamu lulus S2 gak perlu kerja, biar aku aja."

Tiba tiba saja suasana menjadi menghening Iqbal menatap Salsha diam begitupun sebaliknya.

Salsha yang seperti tertembak pistol jarak jauh itu hanya bisa mematung.

"Kenapa?" Tanya Salsha masih sedikit tidak berfikir jernih.

"Ya, karena cukup suami yang harusnya cari uang. Tugas istri sebenernya cuma, membuat keluarganya bahagia."

"Setelah kita nikah, aku mau kamu langsung hamil. Biar, kamu gak kesepian." Salsha memukul kepala Iqbal saking merasa kesalnya.

Iqbal benar benar sudah gila memang, dia selalu berbicara tanpa difilter. Dan, Salsha suka itu.

"Kalo aku jadi istri kamu cuma harus jadi istri dan besarin anak anak, buat apa aku sekolah sampe S2? Pembantu aja bisa buat anak tanpa pendidikan." Iqbal memutar bola matanya malas.

PLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang