37. PERASAAN BARU

482 31 3
                                    

Hal baru mengajarkan kita agar berfikir jika besok mungkin saja kita bahagia, dan besok lusa bisa saja kita sangat sangat bahagia.





















"Sorry? you the owner bracelet this right?"

Salsha menatap seseorang yang baru saja berbicara padanya, dia juga membuka telapak tangannya yang ada satu gelang jangkar dengan satu tombak yang mengunci gelang tersebut.


Salsha menatap seseorang yang baru saja berbicara padanya, dia juga membuka telapak tangannya yang ada satu gelang jangkar dengan satu tombak yang mengunci gelang tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Itu milik Salsha, sepertinya.

Salsha melirik pergelangan tangannya sebelah kanan, kosong.

Warna hitam, miliknya hilang.

"Ah, is this bracelet mine?" Tanya Salsha pada seseorang yang menyerahkannya pada Salsha.

Pria itu tersenyum, dan mengangguk.

"I found this when we collided, this morning. You forget it?" Tanya pria itu dengan sedikit mengingatkan.

"Oh ya? Thank you ..." Salsha terdiam saat dia benar benar tidak tahu siapa pria didepannya.

"Jeo. My name is Jeo, em Salsha?" Tanya dia lagi yang membuat Salsha tersenyum.

"I'm from Indonesia." Tambah Salsha yang membuat pria didepannya tersenyum senang.

"My mom, juga dari Indonesia." Jeo berbicara dengan logat Indonesia yang sangat terdengar aneh dan formal.

"Dia dari Makasar, kalau kamu?" Lanjutnya lagi.

"Ah, saya dari Jakarta. Mama asli Indonesia." Salsha berbicara dengan cerah, dia tersenyum sedikit.

Setidaknya, Salsha tidak harus terus berpura pura menggunakan bahasa Inggris terlalu sering.

Itu melelahkan.

"Senang mengenal kamu, Salsha." Jeo kembali berbicara, Salsha tersenyum.

"Mari berteman." Jeo mengulurkan tangannya dengan sedikit teesenyum.

"Saya ingin mempunyai teman, seperti My dady yang memiliki momy." Salsha mengerutkan wajahnya.

"Ya, kita bisa berteman seperti itu." Sambut tangan dari Salsha dengan tidak berfikir terlalu jauh.

Toh, momy Jeo benar dari makasar mamanya juga dari Jakarta.

Tidak salah kan jika berteman.

"Semester berapa?" Tanya Jeo kembali, sepertinya dia lebih banyak bertanya.

Mungkin, dengan tujuan agar percakapan diantara mereka berdua tidak terputus sama sekali.

"Dua, bulan ini masuk dua. Kalau kamu?"

PLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang