68. HAUS PERHATIAN

345 49 17
                                    

Diam diam, bukan berarti kau tidak ketahuan. Mengertilah, sesuatu yang dilakukan dengan sembunyi sembunyi justru akan terlihat sangat buruk diakhir nanti karena terlihat terlalu memaksakan keadaan.






Ya, Salsha pergi diam diam waktu itu. Hari ini sebenarnya, malam ini lebih tepatnya.

Sudah terlihat jelas, dihadapannya ada Aldi. Mantan pacarnya yang sekarang sedang menatapnya terlampaui meremehkan Salsha saat ini.

Dengan masih berdiri didekat meja nomor 13, menyandarkan tubuhnya pada dinding dan menatap Salsha seakan akan ingin melakuka hal aneh kedepannya.

Salsha cuek, bukan masalah jika hanya bertemu dan bertengkar. Sebenarnya, ini peluang untuk Salsha. Agar, setidaknya semua rasa sakit, kekesalan terbalaskan saat ini.

Salsha ingin memperlihatkan pada dunia, teruntuk Aldi yang sedang menatap meremehkan padanya.

Bahwa, sekarang. Salsha benar benar tidak butuh Aldi untuk kedepannya, hidupnya sudah terlampaui berwarna dan berharga untuk kembali dikotori.

Jadi, apa yang diinginkan lagi oleh Salsha bukan?

"Jangan konyol!"

"Buang pikiran kotor anda tentang saya sekarang!" Lanjut Salsha dengan menatap Aldi sangat tajam.

Sekarang, dengan masih berdiri dan meneliti Aldi yang mulai gerah dan ingin angkat bicara.

"Apa yang anda pikirkan, tidak sama dengan apa yang ada pada rencana saya, nona."

"Wah, kau datang. Nona Salsha yang terhormat?" Sambut Aldi begitu saja, saat Salsha benar benar datang pada Caffe yang Aldi tuliskan baru saja. Dan, terus terang saja Aldi terkejut.

Empat tahun, lalu. Salsha yang Aldi kenal tidak seberani dan sekokoh seperti sekarang. Oh?

"Ya, menjadi pengecut bukan diriku, jadi,,"

"Buat apa aku takut hanya untuk menemui, bedebah sepertimu." Sambung Salsha dengan wajah ponggah, lalu menatap Aldi dengan wajah datar.

Satu hal yang tidak Aldi pahami tentang Salsha, yang sebenarnya perbedaan sekarang yang sudah disakiti dangan dulu yang hanya baru akan disakiti.

Jelas perumpaaan itu sudah berbeda tentu saja, tapi karena kelewatan menggampangkan.

Aldi selalu buta dan menulikan telinganya hanya untuk mendengarkan, jika sekarang Aldi memiliki Hana.

Tolong, lupakan Hana sebentar.
















"Ada apa menghubungiku diam diam seperti ini?" Tanya Salsha dengan bola mata merotasi terlalu malas. Aldi tersenyum miring, dia menyeringai pada Salsha sekarang. Entah apa tujuannya, yang pasti.

Sekarang, Salsha terlampaui tidak begitu perduli dengan ada dan tidak adanya Aldi.

Semuanya berubah, siapapun, sikap, orang itu sendiri, perilaku dan segalanya.

Waktu berhak mengubah siapa saja, jadi jangan salahkan siapapun yang hidup disekitar siapa yang akan menjadi masalah terbesar bagi hidup masing masing.

Itu terkesan egois, kan?







"Apa kau akan menikah sungguhan dengan Iqbal, Salsha?" Salsha tertawa tidak bersuara sedikit kecil, mendengarkan dengan sangat tidak perduli lalu menatap Aldi dengan balasan mata yang sama.







"Dengan keadaan masih mencintaiku, begitu?" Aldi tersenyum lebar sekarang, tidak ada siapapun yang bisa disalahkan sekarang.

Disini, di Caffe ini. Dua insang, dipertemukan dengan sifat yang sama keras kepalanya, dan sama sama memiliki sikap sombong antara keduanya yang terlampau sulit dikendalikan.

PLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang