76. HARI H [2]

377 35 4
                                    

Masalalu bisa damai jika mereka mendapatkan seseorang yang berarti dihidupnya dengan memulai hidup baru, bahagia dan ingin berdamai.

..

"Aku tahu aku salah, aku minta maaf." Ucap Aldi yang menarik tangan Hana sekarang ini.

Aldi menendang masuk koper yang sudah hampir keluar dari Apartemennya.

"Sayang!"

"Aku minta maaf!" Seru Aldi lagi yang seperti orang tidak waras. Didalam kepalanya seperti terngiang ngiang antara takut, ingin mati, perasaan bersalah, ingin memangis dan sebagainya.

Tapi Hana terlampau malas untuk meresponnya, dia menarik kembali tas yang berhasil Aldi rampas, menarik sepihak koper yang sudah Aldi tendang beberapa detik yang lalu.

"Mau kamu apa si!"

"Waktu? Apa dua tahun bukan waktu yang lama? Apa aku harus nunggu kamu sampai seperti apa lagi!"

"Aku capek, kamu tahu kan. Aku capek!" Teriak Hana dengan suara sangat keras, tepat didepan wajah Aldi dengan perasaan sangat membuncang.

Katakan saja Hana gila. Menunggu Aldi tanpa kepastian, hubungannya terlalu lambat, perasaannya dipermainkan, hubungannya diambang keputusan. Apa yang Hana dapat?

Tidak ada!

Jika itu bukan Hana, mungkin saja dia akan pergi. Melakukan hal keji seperti mencelakai Aldi atau setidaknya memberikan Aldi obat perangsang agar lebih cepat terikat.

Hana memang bodoh!

Cara itu sama sekali tidak ada dikepalanya, menjadi polos bukan jalan terbaik. Tapi, rasa sakit memberinya pelajaran.

Setidaknya tidak untuk hari hari kemarin, hari ini Hana sadar. Dan untuk apa lagi, tuhan menegur Aldi.

Hana lelah, siapa yang akan memberinya semangat. Aldi sama sekali tidak berbicara, dia mengabaikan Hana dan terus diam yang membuat Hana semakin merasa tidak percaya diri.

"Dua tahun ini aku berjuang sendirian, mempertahankan sendirian, dan sampai sejauh ini hubungan kita. Tapi aku masih terus berharap kamu berubah, nyatanya?" Tanya Hana yang melepaskan Koper dari tangannya untuk kembali berbicara baik baik pada Aldi.

"Aku masih jatuh cinta sama kamu sendirian, apa janji kamu? Sampai urusan kamu sama Salsha selesai. Sampai kamu bener bener move on. 'Aku kuliah disini untuk belajar, bukan untuk fokus balikan sama Salsha.' Apa ini? Kamu masih berharap kan sama dia?" Tanya Hana dengan tatapan sangat serius, dia menarik kerah Aldi untuk mendapat jawabannya.

Lawan bicaranya hanya diam, dia menatap kosong mata Hana yang sekarang ini sudah dipenuhi air mata. Ulangnya ada didepannya sekarang ini, Aldi sendiri.

"Papa kamu yang minta aku ke sini, papa kamu yang daftarin aku di kampus yang sama. Papa kamu yang nawarin aku klarifikasi hubungan kita, dan dari situ aku mulai sadar. Karena dihubungan ini, cuma aku yang jatuh cinta sendirian. Aku sadar Al, tapi aku pura pura bodoh karena ingin ngerasain gimana caranya bahagia." Nafas Hana memburu, air matanya kembali jatuh hanya mengatakan hal sesepele ini.

"Dari mulai berjuang, mempertahankan, mencintai, dan aku juga yang harus mutusin hubungan ini. Apa sepengecut ini kamu dimata semua orang?"

"Aku masih gak percaya bagaimana bisa aku terlalu cinta sama orang kaya kamu, setiap hari aku telfon kamu, kirim pesan, tanya kamu lagi ngapain. Tapi semua perhatian aku seperti angin yang dateng langsung pergi gak dipeduliin. Aku capek, aku capek hidup seperti ini terus. Siapa yang harus aku pertahanin? Perasaan? Cinta? Kamu?" Tanya Hana lagi, sekarang dengan suara sangat lirih.

PLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang