SIV - 44 (Flashback)

17.1K 1.2K 102
                                    


Irfan segera menelfon dokter keluarga untuk segara datang ke mansion, laki-laki itu menatap mayat Martin yang memeluk Violet tanpa sengaja. Fira yang melihat kejadian dari jauh mengepalkan tangannya kuat, ini kesempatan terakhir Jennie untuk kabur. Lain kali dia tidak akan melepaskan jalang itu, wanita itu membuat Fira kehilangan calon menantunya. Meskipun Martin brengsek, tapi Fira tahu sejak kecil. Tatapan Martin kepada putrinya berbeda, penuh cinta dan kehangatan. Hanya saja laki-laki itu lebih memilih kakaknya.

Ace membuka pintu mansion yang sudah dibuka besi-besi yang mengunci pintu, laki-laki itu menggendong Kayla yang memang masih dalam keadaan belum bisa berjalan.

"Apa yang terjadi?" Tanya Ace dengan nafas memburu. Kemudian membaringkan tubuh istrinya ke sofa paling besar di ruang tamu.

"Si jalang Jennie berusaha menculik Brandon"

"Lalu Martin?"

Fira tidak menjawab pertanyaan Ace, wanita itu memberikan Brandon ke gendongan Kayla. "Anakmu lapar"

"Lapar? Bukankah tadi Aku sudah memberikan ASI yang ditaruh ke botol penuh?"

"Berikan saja dia ASI, lihat matanya" Kayla mengangguk kemudian membuka kancing kemejanya dan memberikan Brandon ASI. Ace melirik sebentar kearah istrinya, pikiran mesumnya langsung menjalar ke suluruh saraf otaknya. Kayla melirik suaminya sinis, Ace langsung mengalihkan pandangan dan berjalan menuju Violet berada.

Laki-laki itu menghela nafas kemudian menggendong tubuh adiknya yang terasa berat, Irfan menarik pedang yang menancap tepat di jantung Martin. Darah kembali mengalir membuat Kayla meringis kecil, enggan melihat yang membuat perutnya tergelitik.

Dokter datang setelah sepuluh menit semua keluarga menunggu, dokter segera memeriksa keadaan Violet. Mereka tidak tahu apa saja yang dilakukan dokter.

"Kondisi mentalnya memburuk. Dan mungkin aura membunuhnya akan semakin bertambah. Saat dirasa Nona Violet mulai mengamuk, berikan obat yang Saya berikan nanti. Dia akan merasa mengantuk dan tidur" Jelas dokter dengan mengetik keyboard di ponselnya. Menyuruh suster pribadi untuk membawakan obat yang ia minta.

"Apakah obat itu tidak bahaya? Maksudku, itu obat tidur bukan?"

"Enam puluh persen obat tidur, sisanya untuk kesehatan mentalnya. Obat ini tidak bahaya selagi kalian menggunakannya dengan tepat. Sebentar lagi suster pribadi akan datang memberikan obat yang saya minta. Saya permisi terlebih dahulu"

Ace mengantar dokter pribadi sampai ke depan pintu mansion, dokter pribadi masih harus mengurus pasien lain yang lebih membutuhkannya. Irfan segera mengurus mayat Martin bersama beberapa anggota Black Blood. Violet juga sudah dipindahkan ke kamarnya.

Wajah gadis itu pucat, semua keluarga berkumpul di kamar Violet. Menjaga jika tiba-tiba Violet terbangun dan akan mengamuk.

Semua keluarga terdiam begitu melihat mata indah Violet mulai terbuka, gadis itu bangun dengan tatapan mata datar. Seakan mengingat apa yang sudah ia lakukan tadi. Violet menatap langit-langit kamarnya, wajahnya terkesan dingin membuat semua keluarga memilih untuk diam.

"Aku ingin sendiri" Ucap Violet dengan nada pelan. Semua keluarga memilih untuk keluar kamar, mereka tahu kalau Violet sedang bersedih karena kepergian Martin.

Tinggal Violet sendirian dikamarnya, tangannya mengepal kuat.

"Jennie.... Aku tidak akan pernah melepaskanmu"

***

Kembali ke masa sekarang, Zero menepuk pipi Violet untuk menyadarkan Violet yang melamun didepan pintu ruang CEO.

She Is Violet✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang