SIV - 64

16.7K 1.3K 304
                                    

"Aku hanya ingin mengucapkan selamat"

Liam berjalan menuju tempat Zero berada, tatapan Zero benar-benar datar. Violet bergerak pelan saat merasa tidurnya terusik, Zero langsung mencium kelopak mata Violet agar wanita itu kembali tidur dengan tenang.

"Kau menerima kartu undangan, tapi tidak datang di hari pernikahan kami. Kau merasa sakit hati?" Tanya Zero dengan sedikit sindiran halus. Tangan kekarnya mengelus rambut bergelombang milik Violet.

"Kau sendiri tahu alasannya, Aku kesini juga untuk berpamitan"

"Kemana? Kau mau ke neraka?" Zero sedikit tergelak dengan ucapannya sendiri.

"Tidak, Aku akan tinggal di Indonesia. Mengurus perusahaan Papa yang ada disana"

"Itu bagus, Aku tidak akan melihat wajahmu lagi"

"Sebelum Aku pergi, bolehkah Aku memeluk Violet terlebih dahulu. Hanya untuk terakhir kalinya"

Zero mengangkat alisnya tinggi saat mendengar ucapan Liam, apa laki-laki dihadapannya ini bodoh? Jelas-jelas dia bertanya kepada suami orang yang dia bilang ingin di peluk?

"Jangan harap, Aku tidak akan membiarkanmu menyentuh wanitaku, lagi"

Liam tersenyum miris, kemudian mengubah senyumnya menjadi senyuman manis. Zero menghela nafas lelah. Ia menunduk saat merasa Violet menatapnya, wanita itu ternyata menatap Zero dengan pandangan datar.

"Biarkan dia memelukku" Ucap Violet. Zero menggeram pelan, laki-laki itu melirik Liam dengan tajam. Kemudian membiarkan Violet berdiri dari pangkuannya.

Violet merentangkan kedua tangannya, Liam langsung menghambur ke pelukan Violet. Wanita itu mengelus punggung Liam dengan pelan, laki-laki itu menarik nafas dengan dalam. Aroma Violet akan selalu ia ingat, aroma yang menjadi favoritnya selama beberapa tahun ini.

Violet menarik diri, kemudian menunjukkan kepalan tangannya di depan wajah Liam.

"Kau harus semangat! Mengurus perusahaan tidak mudah, semoga Kau segera menemukan pendamping. Berhenti berharap kepadaku, Aku terlalu cantik untukmu"

Liam tersenyum senang. "Terima kasih, Aku pamit". Ucapnya kemudian melambaikan tangan dengan tangan kiri menyeret koper.

Violet berbalik badan, menatap wajah Zero yang terlihat kecut dan tidak enak dipandang. Violet terkekeh, kemudian menghambur ke pelukan Zero dengan meloncat. Zero melototkan matanya, perutnya terhantam siku kaki Violet. Rasanya benar-benar nikmat.

Laki-laki itu menahan diri untuk tidak menjadi-jadi, ia mulai menggendong Violet menuju ruang keluarga.

"Kau marah?" Tanya Violet. Zero menunduk menatap Violet, suara wanita itu benar-benar menggemaskan.

"Aku marah, jangan dekat-dekat"

"Oke"

Zero melotot, kemudian menarik tangan Violet agar wanita itu kembali ke pelukannya. Laki-laki itu mengecup seluruh permukaan wajah wanitanya dengan penuh kasih sayang.

"Aku hanya bercanda Violet"

"Heeemmm"

Mereka berdua berpelukan sambil melihat acara tv yang menayangkan anime favorit Violet, One Piece.

"Anak kecilnya menggemaskan" Ucap Violet dengan mata berbinar.

"Semalam kita sedang proses membuatnya"

"Aku ingin anak laki-laki"

"Bagaimana ini? Aku ingin seorang putri" Ucap Zero berlagak bingung.

She Is Violet✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang