Yume menutup telepon sambil tersenyum. Dia tidak pernah bermimpi bisa mendengar suara Kazuki dari telepon genggamnya, apalagi mendengar kata-kata manis seperti dia akan menjemputnya, rasanya mereka sudah seperti sepasang kekasih.
Tapi sebenarnya apa itu pacaran? Yume dan Kazuki belum pernah saling meminta, ucapan cinta pun selalu tersirat walau jelas dalam tindakan dan perbuatannya. Apa itu sepasang kekasih jika mereka sama-sama masih menunggu satu sama lain.
Terlepas dari bagaimana kelanjutan hubungannya, Yume merasa semua akan berjalan dengan sendirinya, dia tak pernah bingung dengan perasaannya sendiri. Sejak masih bersekolah, sejak status guru dan murid membebaninya, dia sudah tahu dengan pasti bahwa dia menyukai Kazuki. Bahkan dengan kepergiannya, Kazuki bukannya menghilang malah semakin lekat dalam hati Yume.
Tetapi Yume tidak bisa membaca pikiran orang lain, dia takut jika dia hanya salah paham mengartikan kebaikan Kazuki padanya. Kedatangan Kazuki yang begitu tiba-tiba membuatnya harus beradaptasi, dari yang tadinya bergantung pada bayangan Kazuki dalam benaknya, menjadi Kazuki yang nyata didepannya.
Bergantung... Bukankah itu yang paling ingin kuhentikan? pikir Yume.
Michiru menarik beberapa helai rambut Yume dengan gemas. "Tolong ya jangan pacaran di kantor, apalagi di depan teman-teman jomblomu."
"Senpai, selamat malam."
"Kemana saja kau sepanjang hari ini? Pacaran ya?"
Yume cepat-cepat menggeleng. "Shachou mencarimu lho."
"Ada perlu apa Shachou mencariku?"
"Ponselmu dimana sih memangnya? Kau pasti gak baca pesanku kan?"
"Oh, hehehe... Peace." Yume menyeringai sambil membuat peace sign dengan kedua tangannya kepada Michiru.
"Hari ini ulang tahun anaknya, si Kanna. Siang tadi kami semua ditraktir makan besar oleh Shachou. Gila deh pokoknya, dapat sourvernir segala, punyamu sudah kuletakkan diatas meja. Karena kau gak datang aku ditanyai terus."
"Malam ini kau gak sibuk kan? Shachou mengundangmu makan malam di rumahnya. Harus datang lho, ini undangan langsung dari Shachou."
"Aduh, gimana ya aku sudah ada janji juga malam ini, Senpai."
Michiru memicingkan mata. "Hmmm... Pasti dengan si tampan hari itu, iya kan?!"
Yume tersenyum malu-malu. "No. No. Nope." Michiru melambai gemulai. "Kamu harus datang. Wajib. Janji itu bisa di reschedule kan? Gak mugkin ulang tahun Kanna Mori dipindahkan, mau tunggu setahun lagi? Keburu lumutan. Pokoknya kamu harus datang, kalau Shachou yang undang langsung, gak mungkin cuma sekedar makan malam, kan? Pasti kalian akan bahas proyekmu dengan anaknya."
Melihat wajah bimbang Yume, Michiru menepuk bahu Yume dengan kuat. "Akh, sakit Senpai."
"Kerjaanmu sudah bagus selama ini. Saranku sih, ini kesempatan yang bagus untukmu. Yah, pokoknya lain kali jangan ngilang tiba-tiba kayak tadi deh. Kalau begitu mendesak sih gak apa-apa, tapi jangan lupa laporan ya."
"Baik. Aku akan langsung ke ruangan Shachou."
"Kayaknya tadi Shachou lagi kedatangan tamu. Tapi gak tahu ya, tanyakan aja ke sekretarisnya, itu pun kalau mereka belum pulang."
"Terima kasih, Senpai."
"Bye~"
***
Yume pergi ruangan Shachou tapi di depan ruangan itu sekretarisnya sudah tidak ada di tempat. Sepertinya sudah pulang, pikir Yume. Tapi lampu ruangan pribadi Presdir Mori masih menyala menandakan dia masih ada di dalam sana.
Yume langsung berniat untuk memastikan. Saat pintu dibuka tiba-tiba terdengar suara perdebatan dari dalam ruangan, suara-suara familiar itu saling berdebat sengit. Yume berhenti sebentar, ragu apakah dia boleh masuk atau dia bisa kembali lagi di kain waktu.
Terdengar gebrakan meja yang membuat Yume terkejut, sebenarnya Yume tidak berniat menguping pembicaraan atasannya tapi dia penasaran siapa yang berani membentak Shachou di ruangannya sendiri. Semakin lama berdiri di depan pintu, semakin Yume yakin bahwa dia pernah mendengar suara tamu Shachou di suatu tempat, tapi dia lupa dimana dia mengenalnya.
Karena merasa tidak sopan jika dia terus berada disana, Yume akhirnya mengurungkan niat untuk menemui Shachou, gadis itu hendak berbalik pergi ketika tiba-tiba berhenti saat namanya disebut.
"Kau sudah keterlaluan untuk Yume!!!" Suara tamu Sachou menggema di lantai itu. Tapi yang membuat Yume berhenti bukan amarah yang terdengar dari dalam sana melainkan cara orang itu menyebut namanya. Sedetik kemudian Yume langsung sadar.
"A.. Ayah?!"
"Jangan bicara seakan kau lebih baik dariku!" Suara Shachou meninggi. "Lihat dirimu!"
"Kau menggunakan semua uang yang kuberikan untuk kesenanganmu sendiri, kau menelantarkan anak itu-"
"Jangan bicara soal menelantarkan anak! Kau sendiri apa?!"
"Aku melakukan tugasku sebagai orang tua. Aku membiayai Yume sejak saat itu hingga sekarang."
"Omong kosong! Kau hanya memikirkan uang dan uang dan uang saja! Kau pikir itu yang dia butuhkan?!"
"Jangan bicara tidak sopan disini."
"Kenapa kau membawanya ke tempat sialan ini hah?! Kenapa?"
"Karena apa lagi? Tidak sepertimu, Yume itu berbakat, dia cerdas dan mandiri."
"Seperti kau?" Pria itu tertawa. "Jangan bercanda! Andai saja dia tahu bahwa perempuan yang duduk diatas singgasana mewah dilantai paling tinggi gedung ini adalah perempuan yang sama yang meninggalkan dia bagai sampah dua puluh tahun yang lalu!"
"Aku tidak pernah berniat meninggalkan Yume!"
"Lucu! Telan saja omong kosong itu sendiri. Ambil sertifikat sialan ini dan jangan sampai kudengar kau menemui Yume lagi! Pecat dia. Singkirkan dia sejauh-jauhnya darimu seperti yang selama ini kau lakukan. Tidak akan ada bedanya karena bagi Yume, ibunya sudah mati. Baginya, kau sudah mati!"
***
Bersambung . . . .
Bintangnya guys 😉
xoxo
KAMU SEDANG MEMBACA
Notice me, Sensei !
RomanceYume Tachibana, gadis polkadot yang jatuh cinta pada guru matematika. Yume gadis yang tertutup, selalu terlihat lelah dan tampak tidak menarik. Menjalani masa sekolah tanpa gairah anak muda, dia melanjutkan hidup seperti sebuah kewajiban hingga suat...