"Meeooww.."
Charanko mendekati kaki Haruto dan bermanja-manja disana. Haruto kehilangan segalanya malam itu, dunianya terasa hampa sejak dia kembali dalam kamarnya. Seorang diri menatap bulan setengah yang bersinar redup, cahanya yang sempurna tersembunyi dibalik awan.
Dibawah bulan yg sama, dua pasang mata menatap langit dan menghembuskan nafas, uapnya mengepul hangat dari mulut mereka. Wajah Kurumi memerah padam karena efek minuman yang diam-diam diminumnya tadi.
"Sudah tahu begitu kau masih mau mengikuti permainan bodoh itu. Lihat wajahmu, bodoh."
Kento menegur Kurumi yang ceroboh malam itu, dia benar-benar kesal karena gadis itu tidak mendengarkannya sama sekali dan malah semakin menjadi-jadi bersama teman-temannya.
"Aku bukan anak kecil lagi tahu, kau tidak perlu memarahiku begitu."
"Apanya yang bukan anak kecil? Kalau tak kuhentikan kau pasti sudah muntah-muntah dan mempermalukan diri sendiri."
"Masuk sana!" Kurumi mendorong Kento.
Rumah mereka hanya terpisah sebatas pagar beton. Sejak kecil mereka telah bermain bersama-sama, sama-sama menjadi anak satu-satunya dalam keluarga, Kento telah menjaga Kurumi seperti adiknya sendiri sejak sejauh dia bisa mengingat.
Kurumi yang periang dan tak kenal lelah selalu mengganggu Kento, sifat mereka bisa dibilang mirip. Si gadis selalu ceroboh dan masa bodoh tentang segala hal, yang laki-laki selalu menggoda dan mengejeknya namun tidak pernah melepas pandangan darinya.
"Lain kali kau takkan datang lagi ke acara seperti itu." Kecam Kento sebelum Kurumi masuk dalam rumahnya.
"Wek!" Kurumi menjulurkan lidah dan tertawa-tawa.
"Dasar."
Kebersamaan yang lama itu telah menjadi kebiasaan bagi mereka berdua. Bagi Kento, rasanya dia seperti memiliki saudara perempuan bandel yang tak bisa diatur dan cerobohnya minta ampun, karena itulah Kento dengan caranya sendiri selalu berusaha mengawasi gadis itu karena dia tahu kebodohan-kebodohan Kurumi lebih dari siapapun juga.
***
Kento membaringkan tubuhnya yang kelelahan, bersandar di kursi empuknya sambil menatap jam digital diatas meja. Lampu merah angka-angka itu berkedip setiap detiknya terasa menghipnotis.
"Ck!" Kento mendecak sebal.
Teringat akan betapa memalukannya dia di depan Yume. Kento merasa bodoh karena termakan rasa cemburu membuatnya bertingkah seperti anak-anak. Saat mengingat wajah Yume, jantung Kento berdetak kencang, gugup dan rindu. Namun ada sakit yang mendalam di dasar hatinya.
Saat Yume dengan tegas ingin memberikan hadiah yang takkan pernah dia tahu apa itu pada Kazuki, saat wajah gadis itu menegaskan bahwa dia serius dan siapapun tidak bisa menghalanginya. Keberanian itu, sejak kapan Yume menjadi seberani itu? Pikir Kento. Lebih dari apapun, dia tahu bahwa keberanian Yume muncul karena Kazuki, dan dia semakin cemburu dibuatnya.
"Ken."
Kento terkejut saat jendelanya bergeser terbuka dan Kurumi muncul disana. Gadis itu melompat masuk ke dalam kamarnya. Menyelinap seperti yang selalu mereka lakukan saat kecil. Jarak genteng dibawah jendela kamar kento dengan balkon kamar Kurumi hanya dua langkah orang dewasa. Cukup kecil untuk kelincahan mereka.
"Apa yang kau lakukan? Ini sudah larut."
"Ada yang ingin kutanyakan."
Kento membalikkan tubuh Kurumi dan menyuruhnya pulang. "Kau bisa menanyakannya besok. Tidurlah, kau mabuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Notice me, Sensei !
RomanceYume Tachibana, gadis polkadot yang jatuh cinta pada guru matematika. Yume gadis yang tertutup, selalu terlihat lelah dan tampak tidak menarik. Menjalani masa sekolah tanpa gairah anak muda, dia melanjutkan hidup seperti sebuah kewajiban hingga suat...