(61) Noir

117 18 14
                                    

Pintu kaca mini market bergeser menutup secara otomatis. Pelanggan terakhir malam ini, pikir Yume. Namun kenyataannya, tidak kurang dari tiga puluh menit kemudian, pintu kaca kembali bergeser. Yume mengucapkan selamat datang tanpa menoleh dari buku yang dibacanya.

Bayangan jas hitam memantul dari pintu menarik perhatian Yume sehingga gadis itu menengadah. Mula-mula menatap deretan mutiara putih yang menggelantung di leher, ikal rambut bervolume yang begitu indah, dagu tegas, lipstik merah yang memudar, dan kacamata hitam elegan yang menonjol.

"Selamat datang..."

Kesan kuat yang dipancarkan wanita itu membuat Yume gelisah. Pakaiannya terlalu mencolok, wajah yang tak dikenal, pasti bukan seseorang yang tinggal di daerah ini. Maksudku, disini bukan tempat kumuh, tapi jelas bukan tempat dimana orang-orang akan berpenampilan mewah seperti ini di jam empat pagi. Pikir Yume.

Wanita itu tidak berkata apa-apa, dia menunjuk ke rak deretan rokok di belakang Yume, tepat kesalah satu merk yang paling mahal. Tabako?? Kesan kuat itu bertambah dan mengintimidasi, karena Yume bisa merasakan tatapan menilai wanita itu dibalik punggungnya.

"Silahkan, apakah ada lagi yang-"

Wanita itu tersenyum. Bukan senyum yang ramah, tapi memang cantik. Sebelum Yume berkata apa-apa, dia menarik selembar uang kertas dari saki blazernya, Yume menerima dan menghitung kembalian di mesin kasir.

"Ini kembaliannya."

Hak tinggi wanita itu sudah berada di luar pintu otomatis, segera saja Yume mengejarnya untuk memberikan kembalian si pelanggan tak terduga itu. Namun saat itu dia sudah berada dalam mobil dan dengan sekali melirik pada Yume yang berusaha mengejarnya, mobil itu melaju pergi.

"Hei! Tunggu!" Yume kebingungan sendiri. "Apa-apaan itu?"

Yume kembali ke balik mesin kasir, tidak habis pikir dengan pelanggan yang baru saja dia layani. Kalau dipikir-pikir bau alkohol merebak saat wanita itu mendekat, sudah pasti dia mabuk. Tapi Yume tidak bisa menyembunyikan kekesalannya, wanita itu terkesan angkuh.

"Dia bahkan tidak mengambil kembaliannya!" Kembalian yang nilainya setara dengan enam es krim dari merk favorit Yume.

Yume melihat uang-uang itu. Bolehkah dia menganggapnya sebagai tip? Jika ada dompet atau uang pelanggan yang ketinggalan, sudah kewajibannya untuk mengembalikannya atau bahkan melaporkan ke polisi jika tidak ada lagi jalan lain. Tapi uang ini sengaja ditinggalkan, berarti uang ini bukan lagi milik siapa-siapa.

Bau alkohol. Yume menggeleng cepat-cepat. Ada apa denganku? Segera dia melipat uang kembalian itu dan memasukkannya kedalam kotak amal yang selalu hampir kosong di sebelah mesin kasir.

Tak sengaja Yume menatap pantulan bibirnya di kotak amal itu. Bibir merah, sepatu hak tinggi, kacamata hitam dan mobil yang lebih hitam. Wanita tadi pasti sungguh kaya. Pikir Yume.

***

Yume terjaga saat mendengar bunyi sirene ambulans. Dia mengerjap-ngerjap dan menguap lalu cepat-cepat melihat jam digital di atas meja lampu kamarnya. 10.27 a.m. Belum tiga jam Yume tidur sejak dia kembali dari mini market.

Tangan Yume menyentuh perutnya yang berbunyi, seakan hal itu bisa menekan gemuruh di dalam lambungnya. Aneh, kenapa bibir merah wanita itu terus terbayang olehku?. Boleh dikatakan bukan hanya bibir merah, hampir seluruh penampilan pelanggan jam 4 tadi pagi itu sangat mengganggunya tanpa Yume sendiri mengerti apa alasannya.

Matahari sudah cukup tinggi hingga menerangi seisi kamar Yume yang pengap dan gelap tanpa banyak jendela. Yume bangkit dan bersiap memulai kegiatannya. Itulah yang dia rencanakan sampai saat dia memasukkan mi instan kedalam panci rebusan.

Notice me, Sensei !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang