(9) Festival Budaya ke XIV

241 33 2
                                    

"Sensei, aku ingin tukar tempat duduk."

Aku memakai kembali kacamataku lalu menatap Haruto Hijiri dengan saksama. Dia tiba-tiba saja muncul di ruang guru dan minta bertemu denganku. Lalu mendengarnya mengatakan itu membuatku berpikir ada masalah apa antara Hijiri dengan teman-teman disekitar tempat duduknya.

Aku melihat denah kelas. Hijiri duduk tepat dibelakang Choko Yamashita, disamping Kento Kiriyama dan di depan Yume Tachibana.

"Kenapa ingin menukar tempat dudukmu?"

"Ini soal Yume Tachibana, Sensei."

Tachibana? "Apa terjadi sesuatu antara kalian?"

Hijiri mengangguk. "Aku rasa dia tidak bisa melihat ke papan tulis dengan jelas karena terhalang olehku. Kalau boleh, aku ingin bertukar tempat dengannya."

"Oh..." Aku benar-benar kehabisan kata-kata. Senang rasanya bahwa salah satu murid waliku bisa begitu memperhatikan teman sekelasnya. Dan khususnya dia adalah Haruto Hijiri si pemuda Judo yang tangguh. Tachibana, selamat. Kau sudah mendapatkan sahabat yang baik.

Sambil tersenyum aku mengabulkan permintaannya. Dengan begitu saat home room berikutnya Haruto Hijiri dan Yume Tachibana pun bertukar tempat duduk.

Sesuatu yang seharusnya tidak kulakukan saat itu.

***

Pagi itu hujan deras tidak seperti biasanya. Murid-murid berkerumun di area loker sambil mengganti sepatu mereka. Aku pun mengganti sepatu luar dengan sendal sekolah setelah melepas kaos kaki.

"Selamat pagi, Takka Sensei!" Seru murid-murid yang melewatiku.

"Ya, ya. Selamat pagi. Hei! Kau yang disana! Jangan berlari di koridor!"

"Aduh anak-anak ini." Keluhku.

"Jangan dipikir serius, Takahashi-san. Energi mereka masih meluap-luap." Kata Iida Sensei.

"Selamat pagi, Iida-san."

"Selamat pagi. Festival budaya akan tiba sebentar lagi. Lihat, mereka sudah mendekor beberapa bagian sekolah."

Aku ikut melihat dekorasi-dekorasi di dinding-dinding sekolah. Ornamen-ornamen penuh warna ditempelkan, digantung dari dinding ke dinding lainnya. Lampu-lampu sekolah dihias, langit-langit ruangan diwarnai seceria mungkin.

"Takka Sensei! Setelah rapat dadakan minggu lalu, kelas kita akan membawa tema kafe hewan peliharaan. Bagaimana menurutmu, Sensei?" Tanya Miyamura.

"Kalau begitu, sudah diputuskan, tahun ini tema kelas kita adalah Kafe Hewan Peliharaan." Tema macam apa itu? Apa harus membawa hewan peliharaan?

"Takka Sensei!" Yamashita mengancungkan tangan. "Apa kita harus memakai tema itu? Bagaimana denganku? Maksudku, kami yang punya alergi terhadap hewan peliharaan. Contohnya, aku ini alergi kucing. Bukannya itu berbahaya sekali kalau dipaksakan? Bisa-bisa kelas kita dianggap diskriminasi!"

Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan terhadap sesama manusia dengan sengaja dengan suatu niat tertentu. Aku tidak mengerti bagian mana yang Yamashita sebut Diskriminasi. "Baiklah. Kritikan yang baik, apa ada yang bisa memberikan solusi?"

Aku hampir terjatuh dari kursiku saat melihat Yume Tachibana mengancungkan tangannya. Ya. Yume Tachibana yang itu. Yang kakinya kepanjangan, wajahnya kelelahan, rambutnya berantakan, dan kaos kakinya bolong-bolong. Si cewek polkadot untuk pertama kalinya dalam empat bulan aku mengenalnya akhirnya bisa mengancungkan tangan untuk menyumbang suara ditengah-tengah home room.

Notice me, Sensei !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang