"Gyaaa!!"
#Brakk!!!
Yume berlari mendekati asal kekacauan. Dia melihat tatapan rekan-rekannya dan berbalik untuk melihat apa yang terjadi. Dia melepas headphone dan menghampiri gadis yang berteriak. "Kalian baik-baik saja?" Jelas mereka tidak sedang baik-baik saja, tampaknya mereka begitu shock, kaki mereka yang bergetar mengatakan itu. Siapapun pasti shock ketika berdiri hanya beberapa sentimeter saja dari di tempat jatuhnya panel yang digunakan untuk stage lightning.
Bahkan Yume tidak mau membayangkan apa yang akan terjadi pada dua model itu jika dia tidak menghindar sedikit saja. Mereka terluka oleh pecahan panel, kaki mulus mereka tergores dan mulai mengeluarkan darah. Dengan cepat Yume membantu model laki-laki yang paling dekat dengannya untuk berdiri. "Kakimu berdarah, mari kita menuju greenroom."
"Tolong panggilkan petugas yang bisa merawat lukanya." Yume dengan cepat memberikan instruksi pada rekan-rekannya untuk membantu model yang lainnya.
Ini sangat gawat. Model laki-laki itu kesulitan berjalan walaupun Yume dan rekan-rekannya membantu memapahnya. Walaupun dia prihatin karena kondisi kedua mereka, Yume tidak bisa menyangkal bahwa ada hal lain yang harus dia cemaskan. Pintu greenroom didorongnya dengan kaki tanpa pikir panjang seakan ruangan itu adalah miliknya pribadi alih-alih ruangan senior designer yang mengadakan acara ini.
"Ada apa ini?" Tzusune terkejut melihat Yume memapah model yang tingginya melampui tingginya sendiri dengan kesulitan.
"Senpai," Yume melewati sekretaris presdir dan langsung menghadap Michiru.
"Mereka model kita, kan? Apa yang terjadi?"
Model yang satu lagi diantar masuk menyusul Yume dan rekannya. "Mereka terluka."
"Panel lightning jatuh dan hampir menimpanya." Jelas Yume.
"Astaga. Aku akan memanggil petugas kesehatan." Kata Tsuzune.
"Sepertinya mereka tidak bisa ikut dalam peragaan." Yume berbicara tentang gadis yang kakinya berdarah.
Tzusune berhenti dan memandangi Yume dengan tatapan tajam. "Aku rasa tadi aku sudah salah paham. Apa panel itu jatuh dan menimpanya?"
Harus beberapa detik berpikir dahulu sebelum Yume menangkap apa maksud wanita itu. "Tidak. Memang tidak ada luka yang berat. Mereka berdua jatuh mungkin karena terkejut, ada pecahan panel yang melukai kaki mereka, aku tidak tahu apa hanya luka gores atau kakinya terkilir juga. Yang aku tahu mereka berdua sangat kesulitan untuk berjalan kesini."
"Karena itulah aku akan memanggil petugas untuk mengobatinya sekarang."
Yume menatap Michiru dan meminta pendapatnya. Harus dia akui dia agak kecewa saat Michiru mengatakan bahwa model itu masih bisa tampil di peragaan dengan perawatan yang cepat dan tepat. Yume menatap seniornya dengan heran, senior yang sepengetahuannya adalah laki-laki berhati lembut dan perasa itu ternyata bisa mengejutkannya juga. Seharusnya Yume tidak terkejut, inilah dunia kerja, tidak ada perasaan didalamnya. Tapi benarkah? Apakah pekerjaan dengan profesionalitas membawa sukses tanpa menaruh perasaan didalamnya adalah hal yang membuat hati tenang? Yume sudah pasti tidak bisa.
"Aku memang tidak profesional, tapi setidaknya aku tidak akan mengesampingkan kemanusiaan demi uang."
"Ini bukan soal uang, Yume. Atau ketenaran. Kita tidak punya waktu dan dia adalah model center. Tidak ada yang bisa menggantikannya, kamu sendiri tahu itu kan?"
Yume tahu. Kedua model yang kesakitan di sofa greenroom itu adalah model papan atas, juga seorang influencer yang pastinya bukan sembarang dipilih oleh Michiru. "Aku harap dia tidak akan jatuh di atas panggung nanti."
"Mereka profesional. Kau pikir kenapa aku memilihnya?"
Yume tidak menjawab dan memilih melanjutkan tugasnya di luar. "Tolong mengertilah, Yume. Ini sangat berarti bagiku."
***
"Rokok?"
Yume terkejut saat Michiru menghampirinya dan menawarkan rokok untuknya. "Tidak, terima kasih."
"Ayolah, kau masih marah padaku."
"Aku tidak marah, Senpai. Aku tidak merokok."
Michiru mengangguk dan menyimpan kembali rokoknya. "Mungkin ini bisa membuatmu tidak marah lagi padaku, jadi setelah kaki mereka diobati dan mereka diberikan ruanganku untuk memulihkan mental, aku tanyakan apa mereka benar-benar ingin tampil, dan jawaban mereka adalah ya."
"Tentu saja. Mereka tidak mungkin mengatakan tidak karena mereka profesional, bukan?"
"Percayalah, aku juga akan mengganti mereka kalau ada orang yang bisa mengambil posisi mereka. Tapi kau juga harus tahu bahwa selain profesional, kita juga memiliki ego."
"Ego?"
"Ego ingin tampil, ego ingin diperhatikan. Kita semua memiliki itu. Kau juga, mungkin belum terlihat sekarang tapi semakin lama kau berkecimpung di dunia ini maka semakin kau akan menjadi sama dengan dunia ini juga."
"Karena itulah aku ingin kau setuju denganku, Senpai. Aku ingin mengingatkanmu bahwa kau bukan hanya penanggung jawab acara besar ini, tapi kau juga adalah seniorku yang unik dan berbeda dari senior-senior yang kutemui di perusahaan."
"Tolong jangan menjadi sama dengan dunia yang kau ceritakan, aku mengenalmu tidak seperti itu."
Michiru menggigit bagian dalam pipinya sambil memandang Yume. Gadis itu sejak awal sudah seperti adik kandungnya sendiri, dia sering tidak percaya bahwa dia bisa menjadi panutan untuk seorang jenius lugu di depannya ini. Tapi dia tidak pernah kecewa dan menyesal telah mengenal gadis itu, dan kali ini pun dia tidak ingin mengecewakan Yume.
"Kau akan membuatku kena masalah."
Yume langsung tersenyum begitu cerah dan hampir memeluk Michiru kalau saja dia ingat bahwa pria itu benci dipeluk perempuan, ya hanya berlaku untuk perempuan. "Kau selalu bilang bahwa kita harus melakukan sesuatu yang benar,"
"Dan hal yang benar adalah sesuatu yang membuat hatimu lega dan damai. Karena yang salah pasti akan membebani hatimu." Lanjut Michiru.
"Aku menyesal pernah mengatakannya dengan sombong."
"Aku bersyukur kau mengatakannya."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Notice me, Sensei !
RomanceYume Tachibana, gadis polkadot yang jatuh cinta pada guru matematika. Yume gadis yang tertutup, selalu terlihat lelah dan tampak tidak menarik. Menjalani masa sekolah tanpa gairah anak muda, dia melanjutkan hidup seperti sebuah kewajiban hingga suat...