(29) Sebuah peringatan

175 26 3
                                    

"Takahashi Sensei, coba jelaskan apa maksud foto ini?"

Kazuki terpaku pada beberapa foto yang dijejalkan diatas meja wakil kepala sekolah. Wanita setengah baya itu menatap Kazuki dengan tatapan menyelidik dari balik lensa tebal kacamatanya.

"Apa benar, orang yang ada di dalam foto itu adalah anda, Takahashi Sensei?" Tanya wakepsek.

Walau foto itu begitu jelas dan tak terbantahkan, Kazuki meraih salah satunya untuk melihat lebih dekat. Dia tahu persis parka yang dikenakan laki-laki di dalam foto itu. Dia tahu persis dimana foto itu diambil. Dia tidak mencemaskan nada curiga yang menghakimi dari suara wakil kepala sekolah, juga tidak mencemaskan darimana foto itu bisa sampai pada wanita itu.

"Takahashi Sensei? Jika anda tidak bisa menjawab pertanyaanku, mungkin aku harus memanggil orang yang satu lagi."

Kazuki meletakkan foto itu kembali keatas meja dan menimbulkan bunyi gebrakkan yang cukup mengejutkan. Inilah yang dia cemaskan.

"Ya. Saya lah laki-laki di dalam foto-foto ini."

Foto adalah gambar yang diambil dari sebuah momen untuk diabadikan. Kazuki dalam foto-foto itu diam tak bergerak. Seakan dia membatu, dikutuk untuk selamanya ada didalam sana tanpa bisa mengatakan apa-apa. Ya, foto ini tidak menjelaskan apapun, tapi aku bisa.

Dalam salah satu foto itu Kazuki terkejut, di foto-foto yang lain dia sendirian, lalu salah satu foto yang dicetak dengan resolusi dua kali lebih besar, Kazuki mengelus rambut Yume Tachibana. Wajah mereka terpampang nyata, berwarna, dan mati di kertas itu.

"Apa yang anda lakukan malam itu? Kenapa anda terlihat menunggu di depan rumah siswi sekolah ini?"

"Aku menunggu orang tua wali Tachibana."

"Benarkah?" Tanya Wakepsek dengan sinis. "Yang aku lihat, bukan orang tua wali yang menemui anda."

"Anda salah paham." Kazuki lalu menjelaskan secara garis besar apa yang dia lakukan di depan tempat tinggal Yume, dia juga menjelaskan kenapa dalam foto itu Yume memeluknya. Tentu saja Kazuki tidak menjelaskan dengan detail, dia sendiri tidak yakin kenapa saat itu Yume memeluknya. Tidak ada jawaban yang tepat kecuali jika Yume membuka mulutnya malam itu.

Wakepsek mengangkat tangannya menyuruh Kazuki berhenti bicara. "Takahashi Sensei. Ada hubungan apa anda dengan Yume Tachibana?"

"Sudah saya katakan, anda salah paham. Aku tidak punya hubungan khusus baik dengan Tachibana maupun siswi lainnya."

"Hmm.." Wakil kepala sekolah memicingkan matanya. "Aku tidak tahu tujuan anda yang sebenarnya untuk menjadi seorang guru."

"Tujuan?"

"Apakah anda benar-benar ingin menjadi guru? Atau, apakah anda hanya ingin mendekati murid-murid perempuan saja?"

Kazuki merasa tersinggung, dahinya berkerut. Dia tidak pernah bepikir untuk mendekati murid-murid perempuannya sama sekali. Menjadi guru adalah keinginannya sejak lama. Dia hanya ingin berbagi kesenangan dalam pelajaran yang paling dijauhi murid-murid, yaitu matematika.

Bagi Kazuki, Yume Tachibana bagaikan sebuah bug dalam sirkuit prinsipnya. Yume telah menghancurkan prinsipnya. Kazuki jatuh cinta. Bahkan dengan dia tahu bahwa Yume tidak berbuat apapun, dia telah jatuh cinta.

Tapi tidak mungkin baginya mengatakan semua itu. Menjelaskan perasaannya sama saja menggali kubur sendiri. Kazuki tidak mempermasalahkan kuburannya. Dia mencemaskan nasib Yume.

"Belum lama ini, anda juga terlibat kasus yang sama dengan mantan murid sekolah ini. Choko Yamashita, bukan?"

"Aku tidak pernah memiliki maksud seperti yang anda sangkakan padaku. Dan juga, masalah dengan Choko Yamashita tidak ada persamaan sedikitpun dengan yang terjadi saat ini."

Notice me, Sensei !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang